1 hr 27 min

DIALEKTIKA SEMAR UI: Problematika Tata Ruang Jakarta Kota Air bersama JJ Rizal Bincang Progresif

    • Social Sciences

"Kalau pernyataannya, Tata ruang itu untuk kepentingan menyelesaikan masalah banjir ya, menurut saya banjir (Di Jakarta) nggak akan pernah selesai, persepsi kita yang harus dibalik. Bahwa Jakarta ini kota air, bukan kota banjir. Jadi kita harus berbagi ruang dengan air, dan berbagi ruang dengan hal-hal yang identik dengan air, yaitu pohon misalnya. Ini menurut saya, mindsetnya masyarakat yak, itu mindset diubah menjadi Jakarta itu Kota Air. Jadi, tata ruang, arkitektural Jakarta harus berubah karena memang haram untuk kita tinggal di bantaran sungai. Jadi tata ruang itu harus diubah sedemikian rupa agar, ketika musim hujan itu ruang (di bantaran sungai) menjadi ruang air, dan di musim kemarau menjadi ruang manusia, jadi memang kita hidup berbagi dengan air."

― JJ Rizal, Sejarawan

Mendengar nama "Jakarta", telinga kita disuguhkan dengan berbagai polemik dan hiruk-pikuk kehidupan ibu kota. Selain dikenal sebagai pusat administratif dan ibu kota negara, tampaknya masyarakat kita lebih akrab dengan isu banjir dan perkara tata ruang kota. Mengacu pada sisi historis, Jakarta memang dibangun di atas aliran sungai, yang mana bersinggungan secara langsung dengan berbagai problematika yang melibatkan air. Penempatan tata ruang kota yang sedemikian rupa seakan menjadi konsekusensi logis atas berbagai peristiwa banjir di Jakarta dari masa ke masa.

Berbagai upaya penanggulangan banjir dari era kolonial hingga pasca reformasi telah dilakukan. Namun, warga Jakarta masih merasakan dampak yang sama dan pengulangan peristiwa yang tiada habisnya. Apakah faktor geografis menjadi alasan klasik dan unsur kausal atas keberlangsungan banjir di Jakarta?

#JakartaBanjirAnjir #TataRuangJakarta #JakartaKotaku

Narahubung: 0812-9158-4607 (Diena)

"Kalau pernyataannya, Tata ruang itu untuk kepentingan menyelesaikan masalah banjir ya, menurut saya banjir (Di Jakarta) nggak akan pernah selesai, persepsi kita yang harus dibalik. Bahwa Jakarta ini kota air, bukan kota banjir. Jadi kita harus berbagi ruang dengan air, dan berbagi ruang dengan hal-hal yang identik dengan air, yaitu pohon misalnya. Ini menurut saya, mindsetnya masyarakat yak, itu mindset diubah menjadi Jakarta itu Kota Air. Jadi, tata ruang, arkitektural Jakarta harus berubah karena memang haram untuk kita tinggal di bantaran sungai. Jadi tata ruang itu harus diubah sedemikian rupa agar, ketika musim hujan itu ruang (di bantaran sungai) menjadi ruang air, dan di musim kemarau menjadi ruang manusia, jadi memang kita hidup berbagi dengan air."

― JJ Rizal, Sejarawan

Mendengar nama "Jakarta", telinga kita disuguhkan dengan berbagai polemik dan hiruk-pikuk kehidupan ibu kota. Selain dikenal sebagai pusat administratif dan ibu kota negara, tampaknya masyarakat kita lebih akrab dengan isu banjir dan perkara tata ruang kota. Mengacu pada sisi historis, Jakarta memang dibangun di atas aliran sungai, yang mana bersinggungan secara langsung dengan berbagai problematika yang melibatkan air. Penempatan tata ruang kota yang sedemikian rupa seakan menjadi konsekusensi logis atas berbagai peristiwa banjir di Jakarta dari masa ke masa.

Berbagai upaya penanggulangan banjir dari era kolonial hingga pasca reformasi telah dilakukan. Namun, warga Jakarta masih merasakan dampak yang sama dan pengulangan peristiwa yang tiada habisnya. Apakah faktor geografis menjadi alasan klasik dan unsur kausal atas keberlangsungan banjir di Jakarta?

#JakartaBanjirAnjir #TataRuangJakarta #JakartaKotaku

Narahubung: 0812-9158-4607 (Diena)

1 hr 27 min