Bangku Kosong repjenaka

Entah kenapa segala apa yang dilihat oleh Jhon Adik dan Jhon Hafidh selalu mengandung unsur jenaka. Termasuk perilaku dewan rakyat yang terhormat ditengah pandemi yang melanda tanah air. Bagaimana tidak, alih-alih membuat rancangan undang-undang terkait penanggulangan wabah agar bisa efektif dan efisien, para dewan justru tengah membuat RUU yang tidak ada sangkut pautnya dengan kondisi yang dialami masyarakat hari ini. Jika tidak disebut jenaka, mau disebut apa? 

Jika ilmu pengetahuan tidak mampu menjawab permasalahan -atau setidaknya tidak menimbulkan kekhawatiran- maka muncul berbagai macam praduga dari umat manusia. Salah satunya teori konspirasi yang belakangan menjadi trending topik menyusul kondisi dunia yang tak kunjung membaik terkait wabah pandemi covid-19.
Meski teori konspirasi yang dimunculkan ke publik cenderung "masuk akal", namun apakah hal demikian bisa menjadi "obat" untuk membuat siklus kehidupan umat manusia di dunia kembali berjalan normal?  
Untuk mengetahui jawabannya, mari kita simak dialog dua petinggi pemerintahan Repoeblik Jenaka berikut ini, dengan syarat:

"Minimal harus memiliki kuota internet 50 MB"

Dari sudut pandang politik, meminimalisir pengeluaran untuk meraup keuntungan elektabilitas adalah langkah cerdas. Demikian kata Jhon Adik dalam menyikapi tindakan Bupati Klaten yang memanfaatkan bantuan hand sanitizer Kementerian Sosial dengan mengganti stiker bergambar wajahnya sendiri. Pernyataan tersebut ditentang oleh Jhon Hafidh. Menurutnya, ada hal etik yang dilupakan oleh Bupati tersebut. Dan terjadi lagi: perdebatan renyah antar dua pejabat Repoeblik Jenaka, yang sampai saat ini belum memiliki struktur pemerintahan yang jelas. 

Jhon Adik mempertanyakan fungsi Staff Khusus Milenial Presiden setelah 2 dari 7 pejabat tersebut tersandung kasus "Proyek Negara". Perdebatan kembali terjadi lantaran Jhon Hafidh memiliki penilaian berbeda karena relevansi Stafsus Milenial Presiden masih dibutuhkan oleh Pemerintah. 

Kisah dua rakyat jelata (Adik dan Hafidh) yang sedang galau dengan adanya keputusan pemerintah terkait larangan mudik. 

Mereka berdua saling beradu argumen untuk menyikapi kebijakan pemerintah yang tentunya, berlagak seperti orang penting dan sok tahu.

Perdebatan berakhir dengan satu kesimpulan: menghadirkan bangku kosong agar bisa di duduki oleh seseorang yang dianggap ahli di setiap tema pembahasan mereka berdua.