4 episodes

Hahekat petani sesungguhnya

ThaniBhala thanibhala

    • Science

Hahekat petani sesungguhnya

    KESADARAN PAKAN

    KESADARAN PAKAN

    tentang kesadaran pangan, yang dari hari ke hari semakin terbiaskan. Yang awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan pribadi dan keluarga sekitar, lambat laun terjadi keserakahan untuk memperkaya diri. Takut miskin menjadi bayang-bayang sehingga upaya mencapai hasil panen maksimal dilakukan dengan membabi buta.

    Video ini terus melanjutkan apa yang harus dimiliki oleh petani selanjutnya adalah kesadaran pakan. Bila anda belum mengerti apa yang dimaksud dengan kesadaran pangan silahkan tonton video tersebut. Link kami sertakan di awal, di bagian atas deskripsi ini dan silahkan tonton pula kutipan videonya.

    Sebuah ayat dalam al quran mengatakan :
    "Bila kau tanam pohon, buahnya dimakan burung, hewan lain atau dirinya sendiri, maka dihitung pahala shodaqoh atasnya".

    Saya sering mengatakan minimal kepada diri sendiri bahwa seegoisnya petani, menanam dan makan tanamannya sendiri, dia telah bershodaqoh. Shodaqoh berarti pahala yang diperoleh bukan karena mengerjakan sesuatu yang wajib dikerjakan. Bukan sekedar gugur kewajiban. Dia mengerjakan sesuatu yang boleh saja bila tidak dikerjakan. Betapa mulianya petani dengan rumusan itu.

    Bila dikaji secara jauh, andai kita menanam pohon buah, walaupun buahnya kita petik dan makan, daun yang kering dan rontok akan menjadi kompos, rindangnya pohon memberi keteduhan bagi lingkungan, termasuk efek oksigen yang segar. Sangat logis, walau buahnya kita makan, efek lainnya tetap memberi banyak keuntungan.

    Kesadaran pakan juga harusnya bisa menuntun petani lebih bijak dalam membunuh hewan. Toh kalau tanamannya dimakan hewan pahala masih menjadi hak penanam itu.

    Berkali-kali saya membuat contoh hutan belantara, bagaimana berbagai tanaman bisa tumbuh subur tanpa perawatan, dengan berbagai hewan yang hidup berdampingan tapi masih pula bisa menyisakan buah, atau sumber makanan bagi semisal kita (manusia) mencari apa yang bisa dimakan disana.

    Dengan semakin banyak ilmu yang dipelajari, kecanggihan teknologi yang dikuasai berbarengan keserakahan, kepongahan manusia justru menjadi bias bagaimana sesungguhnya bertani dengan bijak dan lebih proporsional.

    Dari jaman sekolah dasar, kita diajari tentang teori rantai makanan. Saya yakin petani paham betul tentang itu. Tapi dalam praktek di lapangan, ilmu itu hampir tidak digunakan. ketakutan tidak panen mengaburkan untuk menjaga tidak terpenggalnya rantai makanan itu.

    Kalau mau jujur, coba catat hewan apa yang dulu ada, sekarang sudah tidak kelihatan lagi di sawah. Coba catat bersama menghilangnya hewan itu penyakit apa yang kemudian timbul atau bahkan menjadi wabah.

    Bagaimana pestisida digunakan begitu membabi buta. Tidak boleh ada hewan sekecil apapun mengganggu tumbuhan yang kita tanam. Disamping residu "racun" pestisida yang tertinggal apabila masuk ke pencernaan manusia. Tentu ada fek yang tidak baik bagi kesehatan. Terputusnya rantai makanan juga lambat laun akan menjadi bom waktu.

    Nenek moyang kita jauh lebih bijak dalam menyikapi itu. Secara berkala di lahan pertanian ada sesajen beraneka warna yang ditaruh di pojok-pojok lahan. Orang Belanda tidak menemukan alur logis kenapa harus ada sesajen itu, maka kemudian menganggap itu syirik, itu ritual yang tidak jelas. Belum lagi ditambahkan dibakarnya kemenyan atau dupa beraneka bebauan. Semakin bingung dan tidak dimengerti. Karena tidak mengerti kemudian membangun isu bahwa itu hal syirik. Bertahun-tahun entah berkembang sendiri atau sengaja dikembangkan.

    Hari ini seringkali kita lebih percaya rumusan molekuler yang canggih daripada hal-hal kecil, sederhana yang dulu pernah ada. Begitu mudah kita menganggap nenek moyang kita kuno, ketinggalan dan tidak beradab. Sementara ilmu barat begitu modern canggih, maju.

    Ini bukan tentang mempertentangkan, tapi tantangan berat untuk kembali ke kesadaran pakan nyata adanya. Hilangnya beberapa satwa mestinya akan berbarengan dengan lahirnya satwa lain yang pengendaliannya lebih tidak kita mengerti.

    • 6 min
    KESADARAN PANGAN

    KESADARAN PANGAN

    Dari empat hal, coba kita urai satu persatu. Kita mulai dari yang ke empat, yang paling bawah, yang paling sederhana, yang paling gampang.
    Apakah landasan dasar petani hari ini karena kesadaran pangan ?
    Kalau mau jujur, kenapa petani menanam bawang merah ?
    Karena harganya bagus, untung banyak !
    Itu faktanya kan ?
    Menanam hal yang laku jual, punya nilai ekonomis tinggi.
    Bahkan di titik terekstrim petani menanam buah yang mahal, jangankan tetangga, anak dan keluarganya pun tidak boleh memakannya. Itu jelas bukan kesadaran pangan, itu nafsu mengejar pasar, napsu laku jual.

    Kesadaran pangan itu, sadar betul bahwa kita butuh makan, salah satunya beras, maka kita menanam beras. berapapun harga beras di luaran bukan faktor utama. utamanya kebutuhan makan utama terpenuhi.

    Prioritas pertama keluarga dan lingkungan terdekat. ketika kebutuhan keluarga terpenuhi, sisanya lingkungan terdekat dan terus meluas, tergantung berapa kekuatan tanam petani tersebut.

    Ketika keluarga dan lingkungan terpenuhi terus meluas, keluasan kebermanfaatan petani;
    Mas Toto Rahardjo pernah mengeluarkan tagline "tanamlah apa yang kamu makan dan makanlah apa yang kamu tanam".

    Petani hari ini jauh dari kesadaran itu. Kalaulah ada petani menanam padi, bukan karena kesadaran bahwa beras merupakan kebutuhan pangan kita. Tetapi .mengerti benar karena setiap orang butuh makan olahan beras (nasi), maka "peluang pasar" padi tidak ada matinya.

    Bergesernya memang hampir tak terasa. Tapi orientasi dasar itu nyata sudah berubah. Niat yang tadinya luhur, sudah tidak lagi.

    Meski berkali-kali tertipu, tapi karena godaan kaya dan takut miskin terus berseliweran melalui media dan budaya hidup sekitar. Menanam apa yang dimakan dan makan apa yang ditanam menjadi hal yang tidak masuk akal, nganeh anehi, ngrepoti.

    Daya beli masyarakat rendah kebijakan pemerintah untuk import beberapa hasil bumi dan menarik subsidi pupuk, membuat petani menjerit. Menurut saya justru inilah saat yang tepat untuk petani berbuat lebih. ditangan petanilah harusnya ketahanan pangan negeri bergantung. Caranya memang tidak mudah, tapi bisa dengan satu syarat, harus bersama-sama!

    Hampir mustahil petani bersama, disamakan, disatukan, karena tidak ada satu sosokpun di negeri ini yang bisa dijadikan contoh patok kebersamaan. Atau satu sistem yang bisa menjamin keamanan kebersamaan. Tapi cobalah kembali ke hal yang sederhana, ajakan dari mas Toto Rahardjo "tanamlah apa yang kamu makan, makanlah apa yang kamu tanam".

    Orang kota sudah terbiasa begitu memperoleh bahan makanan di pasar. Demikian pula orang desa yang begitu saja bisa berbelanja pakaian dan suguhan tontonan gaya hidup orang kota.
    Proses bagaimana padi sampai ke pasar, atau bagaimana pakaian dan gaya pakaian menjadi trend diabaikan.

    Kesadaran pangan harusnya bukan hanya menjadi PR petani, tapi PR kita bersama.

    • 5 min
    HAKEKAT PETANI

    HAKEKAT PETANI

    Ukuran kesuksesan menurut petani 

    • 2 min
    CITA CITA MENJADI PETANI

    CITA CITA MENJADI PETANI

    Petani yang Fallaah



    Ditahun 2018 saya berkesempatan belajar di pondok pesantren di ujung selatan sukabumi. Dikatakan mondok tidak pas, dikatakan mengabdi juga rasanya kok kurang tepat pula. Meski tidak lebih dari satu tahun berada disana, tapi saya mendapatkan banyak ilmu dari sana. Salah satunya, ketika saya berinteraksi dengan para santri, saya baru tahu kalau petani dalam bahasa arab adalah Fallaahun. Berakar kata sama dengan yang ada salam kalimat azan Falah, "Hayya ''alal Falaah. Falaah bila diterjemahkan ke bahasa Indonesia berarti kemenangan, kesuksesan atau kejayaan Kemudian saya iseng bertanya kepada seluruh santri yang ada. "Adakah yang bercita-cita menjadi petani ?" Hanya beberapa orang yang angkat tangan. "Adakah yang bercita-cita menjadi Fallahun?". Semua santri angkat tangan. Semua ingin menjadi pemenang, tapi sedikit sekali yang ingin menjadi petani, bahkan hampir tidak ada. 

    Dari situ saya semakin terpantik. Ada yang salah dengan negeri ini, ada yang salah dengan tata kehidupan di Negara Agraris, yang kata Koes Plus "Tongkat kayu dan batu jadi tanaman". Tidak ada Regenerasi Petani. Kalau bapak, atau kakeknya petani, pasti berpesan pada anaknya "nak besok kamu belajar yang pinter, biar tidak kayak bapak". Sepertinya petani hanya pekerjaan orang bodoh. Ada sekolah pertanian, banyak sarjana-sarjana pertanian tapi mereka lebih banyak bekerja di pabrik, industri pupuk, pakan ternak,  penyuluh pertanian. Tidak salah memang, tapi petaninya mana ? Petaninya siapa ? Petani bukan Fallaah, Kalau ingin jadi Fallaah jangan jadi Petani, karena petani selalu kalah.

    • 3 min

Top Podcasts In Science

Unexplainable
Vox
CREOGs Over Coffee
CREOGs Over Coffee
Hidden Brain
Hidden Brain, Shankar Vedantam
This Podcast Will Kill You
Exactly Right Media – the original true crime comedy network
Das Wissen | SWR
SWR
Sustainababble
Sustainababble: comedy, nature, climate change.