30 min

Jeda Ngopi (18) Selalu Terhubung Dengan Dimensi Quantum Jeda Ngopi

    • Diari

Medan quantum itu ruang tidak bertepi dan ruang tak berwaktu. Saya sebagai pengidap skizo, buku ini lumayan sehat bagi saya pribadi. Karena kesannya sekuler, tidak terlalu agamis, mengingat saya pernah alami delusi agama. Latihan meditasi transendental selama 20 menit menggunakan mantra. Mantra yang terserah, bisa dibuat sendiri menurut apa yang teman-teman inginkan. Mantra yang tidak harus suci. Saya sebelum menggunakan sholawat jibril sebagai mantra, saya gunakan mantra kata-kata yang sangat pendek seperti hei, hai, atau haish. Menyadari napas dan mulai menikmati napas tersebut. Duduk senyaman dan serileks mungkin. Menyadari ke 7 cakra, menyadari setiap cakra memiliki pikiran atau kecerdasan tersendiri. Visualisasi awal membersihkan ke 7 cakra ini dan membukanya seperti bunga yang bermekaran. Kalau pikiran liar, langsung kembali fokus ke mantra yang teman-teman pilih-ciptakan sendiri. Biasanya saya bermeditasi sambil mendengar musik yang durasinya 20 menit. Jadi bisa berhenti bermeditasi jika musik telah habis.



Untuk visualisasi seperti apa medan quantum, saya biasa membayangkan medan quantum itu berwarna hitam pekat seperti warna langit saat malam hari. Medan quantum saya lebih suka menyebutnya semesta. Semesta bukan Tuhan, namun salah satu makhluk Tuhan, saya ibaratkan seperti malaikat yang bahkan bisa memeluk saya. Wow, saya dipeluk oleh ketakterbatasan. Dada terasa sangat lega dan luas. Mindset masih ada langit di atas langit. Meski semesta tak terbatas, masih ada entitas lain yang bahkan bisa jadi lebih tak terbatas lagi. Entah berapa lapis langit hingga menuju dimensi Tuhan. Sebagai penyintas skizo saya berhenti menuju ke sana. Sadar tidak tahu ada berapa lapis langit di jagad raya ini. Ada berapa lapis ketakterbatasan dan misteri yang memeluk kita. Maka rasanya cukup saja saya merendahkan hati dan merendahkan diri, saya cuma setitik debu di kaki Rumi. Sebagaimana Rumi berharap menjadi setitik debu di kaki Rasulullah, salah satu kekasih Allah. Kekasih Allah yang saya kira, nabi-nabi saja yang bisa mengakses dimensi ilahi yang sejati. Saya hanya manusia biasa, bukan manusia suci. Perlu merawat kerendah hatian dan kerendah dirian di hadapan para nabi, demi kesehatan mental saya sendiri.

https://youtu.be/LOwuFw1sQmU?feature=shared

---

Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/jedangopi/message

Medan quantum itu ruang tidak bertepi dan ruang tak berwaktu. Saya sebagai pengidap skizo, buku ini lumayan sehat bagi saya pribadi. Karena kesannya sekuler, tidak terlalu agamis, mengingat saya pernah alami delusi agama. Latihan meditasi transendental selama 20 menit menggunakan mantra. Mantra yang terserah, bisa dibuat sendiri menurut apa yang teman-teman inginkan. Mantra yang tidak harus suci. Saya sebelum menggunakan sholawat jibril sebagai mantra, saya gunakan mantra kata-kata yang sangat pendek seperti hei, hai, atau haish. Menyadari napas dan mulai menikmati napas tersebut. Duduk senyaman dan serileks mungkin. Menyadari ke 7 cakra, menyadari setiap cakra memiliki pikiran atau kecerdasan tersendiri. Visualisasi awal membersihkan ke 7 cakra ini dan membukanya seperti bunga yang bermekaran. Kalau pikiran liar, langsung kembali fokus ke mantra yang teman-teman pilih-ciptakan sendiri. Biasanya saya bermeditasi sambil mendengar musik yang durasinya 20 menit. Jadi bisa berhenti bermeditasi jika musik telah habis.



Untuk visualisasi seperti apa medan quantum, saya biasa membayangkan medan quantum itu berwarna hitam pekat seperti warna langit saat malam hari. Medan quantum saya lebih suka menyebutnya semesta. Semesta bukan Tuhan, namun salah satu makhluk Tuhan, saya ibaratkan seperti malaikat yang bahkan bisa memeluk saya. Wow, saya dipeluk oleh ketakterbatasan. Dada terasa sangat lega dan luas. Mindset masih ada langit di atas langit. Meski semesta tak terbatas, masih ada entitas lain yang bahkan bisa jadi lebih tak terbatas lagi. Entah berapa lapis langit hingga menuju dimensi Tuhan. Sebagai penyintas skizo saya berhenti menuju ke sana. Sadar tidak tahu ada berapa lapis langit di jagad raya ini. Ada berapa lapis ketakterbatasan dan misteri yang memeluk kita. Maka rasanya cukup saja saya merendahkan hati dan merendahkan diri, saya cuma setitik debu di kaki Rumi. Sebagaimana Rumi berharap menjadi setitik debu di kaki Rasulullah, salah satu kekasih Allah. Kekasih Allah yang saya kira, nabi-nabi saja yang bisa mengakses dimensi ilahi yang sejati. Saya hanya manusia biasa, bukan manusia suci. Perlu merawat kerendah hatian dan kerendah dirian di hadapan para nabi, demi kesehatan mental saya sendiri.

https://youtu.be/LOwuFw1sQmU?feature=shared

---

Send in a voice message: https://podcasters.spotify.com/pod/show/jedangopi/message

30 min