9 episodi

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM

    • Religione e spiritualità

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

    Mukjizat Nabi Isa ‘Alaihis Salam – Tafsir Surah Ali Imran 49

    Mukjizat Nabi Isa ‘Alaihis Salam – Tafsir Surah Ali Imran 49

    Mukjizat Nabi Isa ‘Alaihis Salam – Tafsir Surah Ali Imran 49 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 4 Dzulhijjah 1445 H / 11 Juni 2024 M.















    Download kajian sebelumnya: Berita Ghaib Yang Allah Wahyukan – Tafsir Surah Ali Imran 44







    Mukjizat Nabi Isa ‘Alaihis Salam – Tafsir Surah Ali Imran 49







    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,







    قَالَتْ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ ۖ قَالَ كَذَٰلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۚ إِذَا قَضَىٰ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ ‎﴿٤٧﴾







    “Maryam berkata: ‘Wahai Rabbku, bagaimana aku akan memiliki anak, sementara tidak ada manusia yang menyentuhku.’ Allah berfirman, ‘Demikianlah Allah menciptakan apa yang Allah kehendaki. Apabila Allah telah memutuskan perkara, maka Allah hanya cukup berkata, ‘Jadilah’, maka jadilah dia.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 47)







    Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa Maryam akan dikaruniai anak. Namun, Maryam merasa heran bagaimana ia akan memiliki anak sementara suami saja tidak punya. Tetapi Allah menyebutkan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Mudah bagi Allah. Jika Allah menginginkan menciptakan sesuatu, cukup Allah mengatakan Kun (jadilah), maka ia pun akan jadi.







    Ini menunjukkan kepada kekuasaan Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Bagi Allah tidak ada yang mustahil. Walaupun, misalnya, istri Antum mandul dan Antum juga ternyata mandul, bagi Allah mudah. Jangan pernah kita berputus asa. Sudah lama tidak punya anak? Tidak usah putus asa. Yang penting kita usaha terus sambil minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagi Allah mudah untuk memberikan anak. Maryam saja tidak punya suami, tetapi Allah mampu untuk menciptakannya.







    Kemudian Allah berfirman,







    وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنجِيلَ ‎﴿٤٨﴾







    “Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al-Kitab, Al-Hikmah (syariat), Taurat, dan Injil.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 48)







    Kemudian Allah berfirman,







    وَرَسُولًا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُم بِآيَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُم مِّنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُنَبِّئُكُم بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ‎﴿٤٩﴾







    “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): ‘Sesungguhnya aku telah datang kepada kalian dengan membawa ayat (mukjizat) dari Rabb kalian, yaitu aku membuat untuk kalian dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang matanya susah melihat dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang meninggal dengan seizin Allah; dan aku bisa memberitakan kepada kalian apa saa yang kalian makan dan apa yang kalian simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tand...

    Sikap Tidak Peduli dan Membiarkan Anak

    Sikap Tidak Peduli dan Membiarkan Anak

    Sikap Tidak Peduli dan Membiarkan Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 4 Dzulhijjah 1445 H / 11 Juni 2024 M.















    Kajian Tentang Sikap Tidak Peduli dan Membiarkan Anak







    Kita sampai pada poin sikap tidak peduli dan membiarkan. Pembiaran ini adalah satu perkara yang akan menjadikan kesalahan menumpuk dan penyimpangan yang terjadi pada mereka menjadi suatu tabiat yang akan terus dibawa sampai dewasa. Maka, sikap orang tua dalam melihat kekeliruan, penyimpangan, dan kesalahan pada anak, terutama remaja, adalah berusaha untuk mengatasinya dan menunjukkan kepedulian terhadap masalah-masalah tersebut.







    Akan tetapi membiarkan dan menunda penjelasan bukan berarti kita membiarkan kesalahan. Kadang kala, Nabi juga menunda penjelasan karena momennya belum tepat. Seperti Nabi pernah menganjurkan kepada Mu’adz bin Jabal agar tidak menyampaikan salah satu keutamaan tauhid, karena dikhawatirkan kaum muslimin yang pada saat itu baru saja memeluk Islam tidak mengerti dan salah memahami hingga akhirnya mereka bersandar kepada tauhid mereka.







    Tentunya, menunda penjelasan bukan berarti pembiaran, karena pada akhirnya Mu’adz bin Jabal menyampaikan keutamaan tauhid tersebut. Ada momen yang harus kita tunggu dan kita gunakan untuk menyampaikan nasihat serta meluruskan penyimpangan. Namun, ini bukan berarti kita membiarkan dan menunjukkan seolah-olah kita tidak peduli dan tak mau tahu. Apalagi, jika orang tua berkata, “Terserahlah, sesuka dia apa yang dia mau, apa yang ingin dia lakukan.” Ini adalah kata-kata putus asa.







    Kita harus berusaha, karena kita diperintahkan untuk menyampaikan nasihat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,







     وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنفَعُ الْمُؤْمِنِينَ







    “Berilah peringatan karena peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Az-Zariyat[51]: 55)







    Manfaat dari nasihat itu mungkin tidak sekarang, tapi nanti. Karena kadang-kadang manusia perlu berproses untuk menerima nasihat. Yang penting, dia dengar dulu dan tidak perlu memaksa, karena tidak ada paksaan dalam agama. Hidayah juga bukan di tangan kita, hatinya juga bukan di tangan kita, melainkan di tangan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, sampaikan dengan cara yang hikmah, bijaksana, dan jangan putus asa. Ulangi nasihat itu berkali-kali. Jangan katakan, “Sudah capek aku memberikan nasihat kepadamu.”







    Banyak orang tua yang akhirnya menyerah. Oleh karena itu jangan pernah merasa gagal dalam mendidik anak, bagaimanapun hasilnya, bagaimanapun kondisinya. Kadang-kadang kondisinya tidak kita inginkan, tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Itu yang terjadi kadang-kadang di lapangan, dalam kehidupan nyata, tidak seindah yang kita dengar di majelis taklim atau yang kita baca di buku-buku. Kenyataan kadang-kadang mungkin lebih pahit daripada yang dibayangkan, tapi jangan putus asa. Terus saja sampaikan nasihat, karena itulah kewajiban kita.







    Jadi, kata-kata seperti “terserah apa maumu” atau “terserah apa yang mau kamu lakukan” itu tidak perlu diucapkan, walaupun kadang-kadang ada rasa putus asa dan letih melihat anak yang kadang-kadang tidak seperti yang kita harapkan. Kita sudah berjibaku, kita sudah berusaha dengan segala daya upaya, tapi kadang-kadang tidak seperti yang kita harapkan. Jangan putus asa,

    Kisah Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam

    Kisah Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam

    Kisah Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 3 Dzulhijjah 1445 H / 10 Juni 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Pelajaran dari Kisah Nabi Luth ‘Alaihis Salam















    Kajian Tentang Kisah Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam







    Kajian kali ini membahas kisah Nabi Syuaib yang Allah kisahkan dalam Al-Qur’an. Nabi Syuaib disebut dengan “Khatibul Anbiya”. Ini disebut oleh Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Hakim. Bahwa jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut Nabi Syuaib, beliau berkata,







    ذاك خطيب الأنبياء







    “Dia adalah Khatibul Anbiya.” (HR. Al-Hakim)







    Nabi Syuaib adalah seorang rasul. Dalil-dalilnya banyak. Di antaranya adalah Surah Asy-Syu’ara ayat 176 sampai 179. Allah Ta’ala berfirman,







    كَذَّبَ أَصْحَابُ الْأَيْكَةِ الْمُرْسَلِينَ ‎﴿١٧٦﴾‏ إِذْ قَالَ لَهُمْ شُعَيْبٌ أَلَا تَتَّقُونَ ‎﴿١٧٧﴾‏ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ ‎﴿١٧٨﴾‏ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ ‎﴿١٧٩﴾‏







    “Orang-orang Aikah (kaum Nabi Syuaib) telah mendustakan para rasul. Ketika Syu’aib berkata kepada mereka: ‘Tidakkah kalian bertakwa? Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kalian yang terpercaya. Maka takutlah kepada Allah dan taatlah kepadaku.'” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 176-179)







    Ini adalah dalil-dalil dari kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menunjukkan bahwa Syuaib adalah seorang rasul dari sisi Allah yang diutus kepada penduduk kota Madyan.







    Merupakan kekeliruan yang tersebar di antara manusia, mereka mengira bahwa Syuaib ini adalah orang tua yang menikahkan putrinya dengan Nabi Musa ‘Alaihis Salam ketika Nabi Musa datang ke Madyan. Syuaib yang dimaksud di sini adalah rasul, sedangkan yang menikahkan salah satu putrinya dengan Nabi Musa bukanlah rasul.







    Kemudian, penduduk kota Madyan adalah kaum yang kafir karena mereka menyembah Aikah. Makanya mereka disebut Ashabul Aikah. Aikah adalah sebuah pohon yang besar, banyak rantingnya, banyak daunnya, dan rindang. Mereka menyembah pohon tersebut. Penyembahan terhadap pohon itu sudah ada sejak zaman dahulu. Maka kalau ada zaman sekarang yang menyembah pohon, berarti mereka mengikuti kaum Nabi Syuaib yang membangkang kepada Nabi Syuaib.







    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak dan download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.







    Download MP3 Kajian























    Mari turut membagikan link download kajian “Kisah Nabi Syuaib ‘Alaihis Salam” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

    Jujur kepada Allah ‘Azza wa Jalla

    Jujur kepada Allah ‘Azza wa Jalla

    Jujur kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 3 Dzulhijjah 1445 H / 10 Juni 2024 M.















    Kajian Islam Ilmiah Tentang Jujur kepada Allah ‘Azza wa Jalla







    Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا







    “Wajib bagi kalian untuk jujur, karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Dan seseorang terus-menerus jujur dan berusaha untuk jujur sampai ditulis di sisi Allah sebagai orang yang benar-benar jujur. Dan jauhilah kebohongan dan kedustaan, karena sesungguhnya kedustaan menunjukkan dan mengajak serta menghantarkan kepada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan menghantarkan kepada neraka. Seorang terus berdusta dan sengaja berdusta sampai dituliskan di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari dan Muslim).







    Juga dari sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat Muadz bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhu berada di atas satu kendaraan. Kemudian Nabi berkata, “Wahai Muadz bin Jabal.” Muadz menjawab, “Aku menjawab panggilanmu Ya Rasulullah.” Nabi memanggil lagi, “Wahai Muadz.” Muadz menjawab, “Aku menjawab panggilanmu Ya Rasulullah.” Hal ini dilakukan tiga kali oleh Rasulullah. Kemudian Nabi bersabda,







    مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ







    “Tidak seorang pun yang bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah jujur dari hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka atasnya.”







    Muadz berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku mengabarkan kepada manusia sehingga mereka bahagia?” Nabi menjawab, “Kalau begitu mereka akan bersantai-santai.” Muadz tetap mengabarkan hadits ini karena takut berdosa (jika menyembunyikan ilmu). (HR. Bukhari).







    Sesungguhnya di antara tingkatan yang tinggi dalam agama adalah jujur kepada Allah ‘Azza wa Jalla, baik dalam ucapan, perbuatan, dan dalam semua kondisi, untuk mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,







    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ







    “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama dengan orang-orang yang jujur.” (QS. At-Taubah[9]: 119)







    Kejujuran adalah cara terbaik untuk memperbaiki hati. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memotivasi dan menganjurkan untuk selalu jujur kepada Al...

    Syariat Mengembalikan Manusia Kepada Fitrahnya

    Syariat Mengembalikan Manusia Kepada Fitrahnya

    Syariat Mengembalikan Manusia Kepada Fitrahnya ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 3 Dzulhijjah 1445 H / 10 Juni 2024 M.















    Kajian tentang Syariat Mengembalikan Manusia Kepada Fitrahnya







    Sesungguhnya, salah satu di antara tujuan syariat adalah mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Ini adalah salah satu tujuan Allah menurunkan Islam kepada manusia, yaitu agar manusia bisa kembali kepada fitrah mereka.







    Dalam hadits Qudsi, Nabi berkata bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,







    إني خلقتُ عبادي حنفاءَ فاجتالتْهم الشياطينُ







    “Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-hambaKu hanif (di atas fitrah mereka), namun datanglah setan-setan menyesatkan mereka.”







    Salah satu talbis iblis terhadap manusia adalah mengeluarkan mereka dari fitrah, sehingga mereka berjalan tidak di atas fitrah mereka sebagai manusia. Itu pula yang dilakukan iblis terhadap kaum sufi, yaitu mengeluarkan mereka dari fitrah dan melanggar fitrah itu sendiri. Di antaranya adalah banyak sekali riwayat yang dinukil kepada kita dari mereka tentang kebiasaan mereka untuk tidak tidur, tidak memberikan hak bagi tubuh, dan menyiksa diri dengan berbagai amal yang mereka pandang ibadah. Tapi sebenarnya itu bukan ibadah karena ibadah adalah sesuatu yang harus ada tuntunannya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jika tidak, maka itu tidak tergolong ibadah, walaupun pelakunya merasa itu ibadah.







    Lebih tepatnya, ini adalah amal-amal yang mereka kerjakan dengan anggapan bahwa amal itu mendekatkan mereka kepada Allah, tapi ternyata tidak. Amal itu tidak mendekatkan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.







    Terakhir, kita bahas penukilan dari Abul Hasan Yunus bin Abi Bakar Asy-Syibli. Dia berkata, suatu malam ayahku berdiri mengerjakan shalat dengan satu kaki berpijak di atas lantai, sedang kaki yang satunya lagi terjulur ke bawah. Aku mendengar ayahku berkata kepada matanya, “Jika kamu terpejam, aku akan lemparkan kamu ke bawah.” Ayahku terus dalam kondisi seperti itu hingga subuh tiba. Keesokannya, ayahku berkata kepadaku, “Anakku, semalam aku tidak mendengar ada makhluk yang berdzikir kepada Allah selain ayam jantan yang harganya sepertiga dirham.”







    Seperti itu dia mengerjakan shalat malam dengan berpijak di atas lantai dengan satu kaki, dan dia tidak memejamkan matanya sampai pagi. Artinya, dia tidak tidur. Ini adalah hal yang tidak sejalan dengan ibadah yang dikerjakan Nabi. Nabi tidur dan Nabi juga mengerjakan shalat, seperti yang dinukil kepada kita tentang tiga orang yang mendatangi Aisyah bertanya tentang ibadah Nabi dan mereka merasa itu sedikit. Maka mereka berkata, salah satunya adalah, “Adapun aku, aku akan mengerjakan shalat malam dan aku tidak akan tidur.” Maka ketika berita itu sampai kepada Nabi, Nabi berkata, “Mengapa ada orang-orang yang mengatakan begini dan begitu? Adapun aku, aku berpuasa, aku juga berbuka, aku shalat, aku juga tidur, dan aku juga menikahi wanita,” yaitu aku juga berumah tangga, tidak menghindari kaum wanita. Fitrahnya seperti itu.







    Manusia perlu tidur karena memang fitrah mereka tidur. Maka Allah menyuruh kita untuk tidur pada waktunya, seperti malam hari. Bahkan, Nabi menganjurkan kita untuk tidur siang walaupun sekejap.

    Doa Masuk Masjid

    Doa Masuk Masjid

    Doa Masuk Masjid ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Doa dan Dzikir yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 3 Zulhijjah 1445 H / 10 Juni 2024 M.















    Kajian Tentang Doa Masuk Masjid







    Kali ini kita membahas tempat yang istimewa, yaitu masjid. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan adab sebelum masuk masjid, seperti membaca doa.







    Ada beberapa redaksi doa yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antara doa yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebelum masuk masjid adalah,







    بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ







    Yang lebih familiar adalah, “اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ” adapun yang awalnya mungkin baru terdengar oleh beberapa dari kita hari ini.







    Apa dalil yang melandasi doa tersebut? Dalilnya ada dua:







    Pertama, hadits yang dituturkan oleh Putri Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, yaitu Fatimah Radhiyallahu ‘Anha. Beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila masuk masjid, Rasulullah biasa membaca doa, بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ (Dengan menyebut nama Allah, semoga keselamatan terlimpahkan kepada Rasulullah).” (HR. Ahmad dan dinilai Shahih Lighairihi oleh al-Arnaut.)







    Kedua, Hadits yang familiar bagi kita adalah hadits yang disampaikan oleh seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dikenal dengan julukan Abu Usaid Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    إذا دخلَ أحدُكُمُ المسجِدَ فليقُلْ اللَّهُمَّ افتَح لي أبوابَ رحمتِكَ







    “Seandainya kalian masuk masjid, hendaklah membaca: ‘Allahummaftahli abwaba rahmatik (Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmatMu.)'” (HR. Muslim.)







    Jadi, dua hadits di atas kita gabungkan menjadi satu doa,







    بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ







    Doa ini diawali dengan basmalah, yaitu ucapan “Bismillah.” Bismillah biasa diterjemahkan dengan “menyebut nama Allah.” Kata para ulama, maksudnya adalah saat kita menyebutkan nama Allah, intinya kita minta pertolongan dari Allah. Maka dari itu, ketika kita akan melakukan macam-macam aktivitas, disunnahkan membaca “Bismillah.”







    Bagaimana kandungan doa ini? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.







    Download mp3 Kajian























    Mari turut membagikan link download kajian “Doa Pergi ke Masjid” ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

Top podcast nella categoria Religione e spiritualità

Anima Ribelle Podcast con Ellis De Bona
Ellis De Bona
Cerco il Tuo volto
Cerco il Tuo volto
I MISTERI dell'OCCULTO di Paola Borrescio
Paola Borrescio
Hearing Jesus: Bible Study, Daily Devotional, Scripture, Faith, Hear from God, Bible
Hearing Jesus
Il Tempo del Risveglio
Jano
Tara Brach
Tara Brach

Potrebbero piacerti anche…

Podcast Dakwah Sunnah
podcastdakwahsunnah
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Cerita Sejarah Islam
Cerita Sejarah Islam Podcast
Radio Muhajir Project
Muhajir Project
Muhammad Nuzul Dzikri Podcast
Zilzal Ananta
Kajian Ustadz Khalid Basalamah
Kajian Islam