5 min

Kemiskinan Bahasa dan puisi lain (2016) | Puisi Aan Mansyur Siniar Kata

    • Performing Arts

“Puisi tidak menyelamatkan apa pun, namun jari-jarinya menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca. Sepasang lengannya memeluk kegelisahanku…” 

(“Puisi Tidak Menyelamatkan Apa Pun”) 



Selain dikenal oleh publik lewat puisi berjudul “Tidak Ada New York Hari Ini”, penyair Aan Mansyur hadir dalam jagat kesusastraan melalui puluhan puisi lain. Sebagian di antaranya bersuasana sendu, sunyi, tapi sekaligus bernuansa gelap dan renung. 

Tema puisinya merentang dari cinta sepasang insan, isu sosial, hingga menyentuh jantung puisi itu sendiri: bahasa dalam rangkaian kata dan aksara. Dalam kesempatan kali ini, kami menawarkan pembacaan tiga puisi Aan Mansyur yang menghantarkan makna mengenai puisi, bahasa, juga mengapa kita perlu mengenali dan menggumuli karya indah puisi. 

Berurutan, “Kemiskinan Bahasa”, “Kesedihan Puisi”, dan “Puisi Tidak Menyelamatkan Apa Pun”, tiga puisi ini hendak mengantar pendengaran Anda dalam ruang khusyuk bernama “terminal puisi”.

Untuk pengalaman terbaik, sebaiknya Anda mendengarkan lewat alat pelantang suara telinga (earphone atau headphone). 

Dibacakan oleh Aditya Diveranta.

Diarahkan oleh Robertus Rony Setiawan.

Dicuplik dari buku puisi Tidak Ada New York Hari Ini (2016)

Dirilis di Jakarta, Jumat, 13 November 2020.

Diolah-rekam oleh Aditya Diveranta bersama Studio Lokasiniar.

“Puisi tidak menyelamatkan apa pun, namun jari-jarinya menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca. Sepasang lengannya memeluk kegelisahanku…” 

(“Puisi Tidak Menyelamatkan Apa Pun”) 



Selain dikenal oleh publik lewat puisi berjudul “Tidak Ada New York Hari Ini”, penyair Aan Mansyur hadir dalam jagat kesusastraan melalui puluhan puisi lain. Sebagian di antaranya bersuasana sendu, sunyi, tapi sekaligus bernuansa gelap dan renung. 

Tema puisinya merentang dari cinta sepasang insan, isu sosial, hingga menyentuh jantung puisi itu sendiri: bahasa dalam rangkaian kata dan aksara. Dalam kesempatan kali ini, kami menawarkan pembacaan tiga puisi Aan Mansyur yang menghantarkan makna mengenai puisi, bahasa, juga mengapa kita perlu mengenali dan menggumuli karya indah puisi. 

Berurutan, “Kemiskinan Bahasa”, “Kesedihan Puisi”, dan “Puisi Tidak Menyelamatkan Apa Pun”, tiga puisi ini hendak mengantar pendengaran Anda dalam ruang khusyuk bernama “terminal puisi”.

Untuk pengalaman terbaik, sebaiknya Anda mendengarkan lewat alat pelantang suara telinga (earphone atau headphone). 

Dibacakan oleh Aditya Diveranta.

Diarahkan oleh Robertus Rony Setiawan.

Dicuplik dari buku puisi Tidak Ada New York Hari Ini (2016)

Dirilis di Jakarta, Jumat, 13 November 2020.

Diolah-rekam oleh Aditya Diveranta bersama Studio Lokasiniar.

5 min