27 min

ASMR MEMBISIKAN PUISI "SEBELUM SENDIRI" KARYA M. AAN MANSYUR Jalan Sunyi - Sahlan Mujtaba

    • Performing Arts

ASMR membisikan puisi "Sebelum Sendiri" karya M. Aan Mansyur  
Pembacaan puisi “Sebelum Sendiri” karya M. Aan Mansyur ini sengaja dibacakan dengan berbisik, pelan, lambat, dan repetisi intonasi; tidak dimaksudkan untuk meningkatkan mode konsentrasi, melainkan justru merangsang mode mengantuk bagi pendengarnya. Melalui kantuk diharapkan dapat memunculkan perpaduan antara realitas dan fiksionalitas. Dalam keadaan mengantuk, alih-alih fokus, kemungkinan lain bisa meluas, realitas hadir samar-samar, tidak tertuju pada sesuatu yang khusus, berkeliaran terus-menerus.
Kantuk juga diharapkan dapat mencapai dimensi yang kritis, sebagai resistansi terhadap tekanan hidup kapitalistik yang seringkali menindas dengan mode produksi tanpa henti: lembur, target, deadline, dll.  
Melalui kantuk, diharapkan hal-hal lain dapat muncul dengan cahaya yang berbeda, bukan cahaya yang terang benderang, di mana sesuatu dapat mudah didefinisikan dan dimasukan ke dalam kategori yang ada, tetapi lebih dari bayangan yang memungkinkan kita melihat dan menghargai nuansa, ketidakjelasan, ketidaktuntasan, ketidaktentuan, keanehan, dan bentuk-bentuk lainnya. Pada konteks itu, puisi “Sebelum Tidur” saya pikir mendapat relevansinya: puisi itu bagi saya semacam petualangan diri yang gamang, goyah, tidak stabil, tidak final, dalam memandang, memikirkan, menilai, dan mempertanyakan diri dan semesta di sekitarnya.
Selamat mendengarkan! Semoga kalian mengantuk!

ASMR membisikan puisi "Sebelum Sendiri" karya M. Aan Mansyur  
Pembacaan puisi “Sebelum Sendiri” karya M. Aan Mansyur ini sengaja dibacakan dengan berbisik, pelan, lambat, dan repetisi intonasi; tidak dimaksudkan untuk meningkatkan mode konsentrasi, melainkan justru merangsang mode mengantuk bagi pendengarnya. Melalui kantuk diharapkan dapat memunculkan perpaduan antara realitas dan fiksionalitas. Dalam keadaan mengantuk, alih-alih fokus, kemungkinan lain bisa meluas, realitas hadir samar-samar, tidak tertuju pada sesuatu yang khusus, berkeliaran terus-menerus.
Kantuk juga diharapkan dapat mencapai dimensi yang kritis, sebagai resistansi terhadap tekanan hidup kapitalistik yang seringkali menindas dengan mode produksi tanpa henti: lembur, target, deadline, dll.  
Melalui kantuk, diharapkan hal-hal lain dapat muncul dengan cahaya yang berbeda, bukan cahaya yang terang benderang, di mana sesuatu dapat mudah didefinisikan dan dimasukan ke dalam kategori yang ada, tetapi lebih dari bayangan yang memungkinkan kita melihat dan menghargai nuansa, ketidakjelasan, ketidaktuntasan, ketidaktentuan, keanehan, dan bentuk-bentuk lainnya. Pada konteks itu, puisi “Sebelum Tidur” saya pikir mendapat relevansinya: puisi itu bagi saya semacam petualangan diri yang gamang, goyah, tidak stabil, tidak final, dalam memandang, memikirkan, menilai, dan mempertanyakan diri dan semesta di sekitarnya.
Selamat mendengarkan! Semoga kalian mengantuk!

27 min