5 min.

Semua Diberikan Kepada Kita Tetapi Bukan Untuk Kita (2‪)‬ Renungan Pagi

    • Christendom

SEMUA DIBERIKAN KEPADA KITA TETAPI BUKAN UNTUK KITA (Bag.2)



Kemarin kita telah mendengar pernyataan Salomo di dalam Pengkhotbah 2:11,  “Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.



Pernyataan di atas adalah kesimpulan dari Salomo setelah dia berusaha dengan segala jerih lelah untuk mengejar kesenangan indrawi. Semua sia-sia dan hanya usaha menjaring angin yang berakhir dengan kehampaan. Dia menandaskannya dengan kalimat, ”memang tak ada keuntungan di bawah matahari.”



Perkataan “di bawah matahari” menunjuk kepada hal-hal duniawi yang berkaitan dengan bumi, kekayaan, kehormatan, dan kesenangan masa kini. Juga menunjukkan semua keadaan dan aktivitas kehidupan yang dilakukan di bumi tanpa adanya hubungan dengan Allah. 



Setelah pengakuan tersebut, Salomo masih berusaha untuk meninjau kembali hikmat, kebodohan dan kebebalan. Namun ia kembali mendapati, sekalipun seseorang itu berhikmat, yang jauh lebih berguna dari kebodohan, tetapi nasibnya di dunia ini sama saja dengan orang bodoh. Orang yang berhikmat mati juga seperti orang bodoh. Dan tidak ada kenang-kenangan yang kekal tentang mereka. 



Hal-hal ini menyebabkan Salomo merasakan tiga hal,



1. DIA MEMBENCI HIDUP



Pengkhotbah 2:17 Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.



2. DIA MEMBENCI SEGALA USAHA YANG DILAKUKANNYA



Pengkhotbah 2:18 Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku.



Dari ayat ini kita melihat bahwa apa yang dimiliki oleh Salomo sebagai hasil jerih payahnya akan ditinggalkannya kepada orang sesudah dia, atau yang akan menggantikannya sebagai raja. Dia menerima semua, tetapi semua  yang dimilikinya itu pada akhirnya bukan lagi menjadi miliknya, bahkan juga bukan untuk dia.



3. DIA MULAI PUTUS ASA TERHADAP SEGALA YANG DILAKUKANNYA.



Pengkhotbah 2:20, Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari.



Saudaraku, semua yang kita usahakan, semua yang kita miliki, semua yang kita nikmati di bawah matahari ini dibatasi oleh waktu. Ada waktunya di mana kita tidak bisa mengusahakan apa-apa lagi, ada waktunya kita tidak bisa memiliki apa yang ada pada kita, dan ada waktunya semua yang ada pada kita tidak lagi berarti apa-apa karena semua itu akhirnya bukan untuk kita.



Inilah yang saya maksudkan, jika hidup ini hanya untuk mencari apa yang kita ingini, untuk apa yang kita senangi, untuk apa yang mendatangkan kemuliaan dan kehormatan kita sendiri,  maka kita akan mengalami seperti yang di alami oleh Salomo. Kesia-siaan dan usaha menjaring angin. 



Inilah juga yang saya maksudkan, apa yang dilakukan Salomo bukanlah tujuan hidup yang Tuhan rancang, baik bagi Salomo maupun kita. Jadi, betapa kita perlu mengerti apa sesungguhnya tujuan hidup kita, supaya kita tidak terjebak pada kesia-siaan seperti yang dilihat dan dialami oleh Salomo. 



Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.

SEMUA DIBERIKAN KEPADA KITA TETAPI BUKAN UNTUK KITA (Bag.2)



Kemarin kita telah mendengar pernyataan Salomo di dalam Pengkhotbah 2:11,  “Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.



Pernyataan di atas adalah kesimpulan dari Salomo setelah dia berusaha dengan segala jerih lelah untuk mengejar kesenangan indrawi. Semua sia-sia dan hanya usaha menjaring angin yang berakhir dengan kehampaan. Dia menandaskannya dengan kalimat, ”memang tak ada keuntungan di bawah matahari.”



Perkataan “di bawah matahari” menunjuk kepada hal-hal duniawi yang berkaitan dengan bumi, kekayaan, kehormatan, dan kesenangan masa kini. Juga menunjukkan semua keadaan dan aktivitas kehidupan yang dilakukan di bumi tanpa adanya hubungan dengan Allah. 



Setelah pengakuan tersebut, Salomo masih berusaha untuk meninjau kembali hikmat, kebodohan dan kebebalan. Namun ia kembali mendapati, sekalipun seseorang itu berhikmat, yang jauh lebih berguna dari kebodohan, tetapi nasibnya di dunia ini sama saja dengan orang bodoh. Orang yang berhikmat mati juga seperti orang bodoh. Dan tidak ada kenang-kenangan yang kekal tentang mereka. 



Hal-hal ini menyebabkan Salomo merasakan tiga hal,



1. DIA MEMBENCI HIDUP



Pengkhotbah 2:17 Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.



2. DIA MEMBENCI SEGALA USAHA YANG DILAKUKANNYA



Pengkhotbah 2:18 Aku membenci segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari, sebab aku harus meninggalkannya kepada orang yang datang sesudah aku.



Dari ayat ini kita melihat bahwa apa yang dimiliki oleh Salomo sebagai hasil jerih payahnya akan ditinggalkannya kepada orang sesudah dia, atau yang akan menggantikannya sebagai raja. Dia menerima semua, tetapi semua  yang dimilikinya itu pada akhirnya bukan lagi menjadi miliknya, bahkan juga bukan untuk dia.



3. DIA MULAI PUTUS ASA TERHADAP SEGALA YANG DILAKUKANNYA.



Pengkhotbah 2:20, Dengan demikian aku mulai putus asa terhadap segala usaha yang kulakukan dengan jerih payah di bawah matahari.



Saudaraku, semua yang kita usahakan, semua yang kita miliki, semua yang kita nikmati di bawah matahari ini dibatasi oleh waktu. Ada waktunya di mana kita tidak bisa mengusahakan apa-apa lagi, ada waktunya kita tidak bisa memiliki apa yang ada pada kita, dan ada waktunya semua yang ada pada kita tidak lagi berarti apa-apa karena semua itu akhirnya bukan untuk kita.



Inilah yang saya maksudkan, jika hidup ini hanya untuk mencari apa yang kita ingini, untuk apa yang kita senangi, untuk apa yang mendatangkan kemuliaan dan kehormatan kita sendiri,  maka kita akan mengalami seperti yang di alami oleh Salomo. Kesia-siaan dan usaha menjaring angin. 



Inilah juga yang saya maksudkan, apa yang dilakukan Salomo bukanlah tujuan hidup yang Tuhan rancang, baik bagi Salomo maupun kita. Jadi, betapa kita perlu mengerti apa sesungguhnya tujuan hidup kita, supaya kita tidak terjebak pada kesia-siaan seperti yang dilihat dan dialami oleh Salomo. 



Saya Theo Barahama, mari pancarkan Kerajaan Sorga mulai dari rumah kita.

5 min.