Выпусков: 10

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM

    • Религия и духовность

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

    Shalat Khauf

    Shalat Khauf

    Shalat Khauf ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 19 Dzulqa’dah 1445 H / 27 Mei 2024 M.















    Download kajian sebelumnya: Sebab-Sebab Lain yang Membolehkan Menjamak Shalat







    Kajian Tentang Shalat Khauf







    Shalat khauf atau shalat dalam keadaan genting karena peperangan atau yang semisalnya. Pembahasan shalat khauf ini biasanya adalah tentang shalat berjamaahnya atau shalat wajibnya. Walaupun sebenarnya ada sisi-sisi shalat khauf yang juga merupakan shalat sunnah, akan tetapi biasanya tidak dibahas dalam pembahasan shalat khauf karena shalat sunnah selain khauf pun sudah longgar dan memang ada pembahasan-pembahasan khusus tentang shalat wajib yang dilakukan ketika sedang dalam keadaan genting karena peperangan.







    Shalat khauf ini caranya sangat berbeda dengan shalat fardhu secara berjamaah dalam keadaan biasa. Karena keadaan genting ketika peperangan, kita membutuhkan penjagaan. Kalau shalat dilakukan seperti cara biasa, maka bisa jadi dalam keadaan-keadaan tertentu, kaum muslimin tidak terselamatkan atau tidak bisa terjaga dengan baik. Makanya, shalat khauf ada cara tersendiri untuk meningkatkan penjagaan dan keselamatan bagi kaum muslimin yang sedang shalat wajib secara berjamaah.







    Mayoritas ulama mengatakan bahwa syariat shalat khauf belum dinasakh (dihapus), masih berlaku sampai hari kiamat. Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa syariat tersebut sudah dinasakh. Di antara yang memilih pendapat ini adalah Al-Muzani, yaitu murid seniornya Imam Syafi’i. Begitu pula ada ulama lain seperti Abu Yusuf Al-Qadhi, sahabatnya Imam Abu Hanifah. Dua ulama ini mengatakan bahwa shalat khauf sudah dihapus, itu hanya disyariatkan di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.







    Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat mayoritas ulama yang mengatakan bahwa shalat khauf ini masih disyariatkan. Banyak dalil yang mendasari pendapat jumhurul ulama ini, di antaranya adalah hukum asal dari hukum yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tetap berlaku selama tidak ada dalil kuat yang menjelaskan bahwa itu dinasakh. Maka kita harus berpegang teguh kepada hukum asal ini bahwa syariat tersebut masih berlaku, dan memang tidak ada dalil yang kuat yang menjelaskan bahwa syariat ini telah dinasakh.







    Kemudian, para sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sepakat bahwa syariat shalat khauf ini masih berlaku, belum dinasakh. Banyak para sahabat yang melakukan syariat shalat khauf ini. Di antaranya sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, beliau pernah melakukan shalat khauf ini ketika perang Shiffin. Ada lagi sahabat Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau melakukan shalat khauf dengan para pengikutnya ketika di Asbahan. Begitu pula Hudzaifah bin Yaman pernah melakukan shalat ini, bahkan ketika itu ada sahabat lain, Sa’ad bin Abi Waqqas. Mereka melakukan shalat khauf ini di Thabaristan dan tidak ada pengingkaran dari sahabat yang lain tentang shalat khauf ini. Ini menunjukkan bahwa para sahabat sepakat bahwa shalat khauf ini masih disyariatkan, bukan telah dihapus.







    Cara Shalat khauf







    Disebutkan oleh para ulama bahwa di sana ada enam cara. Enam cara ini semuanya boleh dilakukan karena telah diriwayatkan...

    • 51 мин.
    Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat

    Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat

    Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Sabtu, 18 Dzulqa’dah 1445 H / 26 Mei 2024 M.















    Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat







    Kita masih di Bab Dihapusnya Berbicara dalam Shalat, artinya tadinya boleh berbicara dalam shalat kemudian dihapus menjadi dilarang.







    Hadits 333:







    Dari Muawiyah bin Al-Hakam Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Ketika aku sedang shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tiba-tiba ada orang yang bersin, maka aku pun membalasnya, ‘Yarhamukallah.’ Maka orang-orang pun kemudian melotot kepadaku. ‘Aduh, kenapa kalian kok melihatku seperti itu?’ Maka mereka pun kemudian memukul paha-paha mereka dengan tangan mereka, maksudnya menyuruhku diam. Ketika aku melihat mereka menyuruhku diam, lalu aku pun diam.”







    Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah selesai shalat, demi ayah dan ibuku-maksudnya sebagai tebusannya-aku belum pernah melihat seorang guru yang paling bagus tata cara mengajarnya sebelum beliau, tidak pula setelah beliau. Demi Allah, beliau tidak menghardikku, tidak pula memukulku, tidak pula mencaciku. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak boleh dimasuki ucapan manusia. Shalat ini hanyalah tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur’an.” Atau seperti itu yang diucapkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.







    Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku baru saja meninggalkan masa jahiliah dan Allah telah mendatangkan kepadaku Islam. Di antara kami ada yang suka mendatangi dukun.”







    Maka Rasulullah bersabda, “Jangan kamu datangi mereka.”







    Aku berkata lagi, “Di antara kami ada orang yang suka tathayyur (menganggap sial dengan suara burung atau angka tertentu, hari tertentu).” Maka Rasulullah bersabda, “Itu sesuatu yang mereka temukan di hati mereka, maka janganlah tathayyur itu menghalangi mereka (artinya, jangan sampai perasaan yang tidak benar itu membuat mereka tidak jadi safar).” Berkata Ibnu Shihab, “Janganlah itu mencegah kalian.”







    Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada orang-orang yang menggaris (maksudnya meramal).” Maka Rasulullah bersabda, “Dahulu ada seorang nabi dari para nabi yang juga menggaris. Siapa yang sesuai dengan garisnya para nabi maka silahkan saja (maksudnya celaan, artinya tidak mungkin bisa melakukan seperti yang dilakukan oleh nabi, karena nabi berdasarkan wahyu. Kalau mereka berdasarkan ramalan yang tidak ada sama sekali dasarnya. Ini batil.).







    Aku memiliki seorang hamba sahaya wanita, wahai Rasulullah. Dia suka menggembalakan kambing-kambingku di sebelah Gunung Uhud, yaitu di Jawwaniyyah (sebuah tempat di bagian utara Kota Madinah dekat Uhud). Suatu hari, aku menengok kambing-kambingku, ternyata serigala telah pergi membawa seekor kambingku. Sebagai manusia, aku marah, maka aku pun menamparnya sekali.







    Maka aku [pun mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah menganggap perbuatanku yang menempeleng hamba sahaya itu sebagai sesuatu yang berat, karena itu termasuk kezaliman. Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah aku merdekakan saja budak itu?” Kata Rasulullah, “Coba bawa dia kepadaku.

    • 55 мин.
    Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir

    Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir

    Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir adalah kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada Ahad, 17 Dzulqa’dah 1445 H / 25 Mei 2024 M.







    Kajian Tentang Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir







    Beriman kepada takdir adalah rukun iman yang keenam. Dimana iman kepada takdir memiliki banyak manfaat. Di antaranya adalah menambah keyakinan bahwa ilmu Allah itu sempurna dan luas. Ketika kita meyakini bahwa takdir telah ditentukan dan seluruh makhluk telah ditentukan ketentuannya, itu menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas dan sempurna. Allah tahu apa yang akan terjadi sampai hari kiamat.







    Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Debatlah orang-orang qadariyah dengan ilmu Allah.” Tanya kepada orang qadariyah (kelompok yang menolak adanya takdir), apakah Allah mengetahui apa yang akan terjadi sampai hari kiamat? Jika mereka menjawab Allah tahu, maka mereka telah membatalkan keyakinan mereka, karena orang qadariyah menolak adanya takdir. Jika mereka mengatakan Allah tidak tahu, maka mereka kafir karena meniadakan ilmu Allah.







    Karena ilmu Allah sangat sempurna, maka ketentuan Allah pun tidak akan berubah-ubah, berbeda dengan manusia. Aturan manusia bisa berubah-ubah mengikuti zaman, tempat, dan lainnya karena ilmu manusia kurang dan sedikit. Oleh karena itu, aturan sering berubah-ubah. Sedangkan Allah, aturanNya tidak mungkin berubah-ubah karena Allah tahu apa yang akan terjadi sampai masa depan. Maka takdir Allah tidak berubah.







    Adapun hadits yang menyebutkan bahwa, لا يرد القدر إلا الدعاء (Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa), apakah artinya takdir akan berubah dengan doa?







    Para ulama mengatakan bahwa doa itu termasuk sebab. Sama halnya dengan orang yang lapar kemudian mencari makan. Ketika dia lapar, itu takdir. Lalu dia makan dan setelah makan kenyang, itu juga takdir. Semua tidak lepas dari ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula doa, doa adalah sebab untuk mendapatkan takdir yang telah Allah tentukan kepada kita.







    Beriman bahwa Allah telah menulis takdir







    Seluruh manusia sudah ditakdirkan 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Ingat, takdir itu rahasia Allah. Masalah takdir cukup kita beriman saja. Adapun jika kita terlalu dalam memikirkan takdir, khawatirnya lama-lama kita akan mendustakan takdir dan akhirnya menolak takdir.







    Munculnya Qadariyah akibat terlalu memikirkan takdir, dan Jabariyah pun demikian. Maka dari itu, tidak boleh kita masuk ke dalam lautan masalah takdir kecuali dengan ilmu dan iman. MasyaAllah, bahkan iblis pun berhujah dengan takdir dan berusaha untuk menyesatkan manusia dengan alasan takdir. Apa kata Iblis?







    فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ 







    “Karena Engkau telah sesatkan aku, aku akan menghalang-halangi mereka dari jalanMu yang lurus.” (QS. Al-A’raf[7]: 16)







    Lihat, dia berhujah dengan takdir. Ternyata takdir tidak menjadikan iblis bertaubat, malah semakin lari dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mau taubat.







    Orang musyrikin Quraisy juga beralasan dengan takdir terhadap kesyirikan yang mereka lakukan. Mereka berkata,







    …لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا…







    “Kalau Allah kehendaki, kami tidak akan berbuat syirik, tidak pula bapak-bapak kami.”







    Selalu mereka, orang-orang yang tersesat jalan, beralasan dengan takdir untuk membenarkan kemaksiatannya. Ini adalah mazhab Jabariah, seakan manusia tidak punya kemampuan.

    • 2 ч 3 мин.
    Mengejar Husnul Khatimah

    Mengejar Husnul Khatimah

    Mengejar Husnul Khatimah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah tematik oleh Ustadz Dr. Abu ‘Abdil Muhsin Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah pada Senin, 17 Dzulqa’dah 1445 H / 25 Mei 2024 M.















    Kajian Tentang Mengejar Husnul Khatimah







    Suatu hal yang menggelisahkan para Shalihin adalah ketidaktahuan mereka tentang akhir kehidupan mereka, apakah masuk surga ataukah masuk neraka? Oleh karenanya Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Sesungguhnya Sufan Rahimahullahu Ta’ala dahulu sangat gelisah tentang bagaimana amal-amal yang telah lalu dan bagaimana tentang penghujung amalannya. Dan dia menangis dan berkata, ‘Saya tidak tahu apa yang ditulis tentangku di Lauhil Mahfudz, apakah saya termasuk yang celaka atau tidak. Dan aku khawatir imanku dicabut ketika akan meninggal dunia.'”







    Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku mendapati 30 orang sahabat nabi (di antaranya sahabat-sahabat senior), semuanya takut ada kemunafikan pada diri mereka.” Mereka tidak tahu tentang bagaimana akhir dari kehidupan mereka. Sementara Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    إنما الأعمال بالخواتيم 







    “Sesungguhnya amalan tergantung dari penutupnya.” (HR. Bukhari)







    Penutup amalan seorang itulah kesimpulan dari amalan dia selama dalam hidupnya. Inilah yang menggelisakan para Shalihin. Sebagaimana kata Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala, “Sungguh rasa takut terhadap penghujung telah mematahkan punggung-punggung orang-orang yang shalih.” Mereka gelisah dengan akhir kehidupan mereka.







    Karenanya tidak kita dapati para Shalihin mereka PD masuk surga, bahkan para sahabat yang telah dijamin masuk surga, mereka tetap khawatir tentang akhir mereka.







    Lihatlah contoh nyata Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu yang memiliki segudang pujian dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antaranya nabi mengatakan, “Umar di surga.” Bahkan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain mengatakan, “Umar akan mati syahid.” Ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam naik di atas gunung bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka gunung Uhud bergetar. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Wahai Uhud, tenanglah engkau, sesungguhnya yang sedang berada di atasmu adalah seorang nabi, seorang siddiq , dan dua orang yang mati syahid.” Dan benar Umar akhirnya mati syahid.







    Setelah semua berita ini, apakah Umar kemudian PD? Ternyata tidak. Ketika beliau dalam kondisi akan meninggal dunia, beliau diletakkan di tempat tidur, maka orang-orang pun berdatangan. Ada seorang yang memuji Umar dengan pujian yang luar biasa. Umar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab, “Aku hanya berharap impas dengan pujian-pujian tersebut.” Beliau tidak PD dengan segudang pujian yang Nabi berikan kepadanya. Padahal sudah tampak di hadapan dia Husnul Khatimah. Tapi tetap tidak ada sombong bahwasanya beliau pasti masuk surga.







    Inilah seorang wali dari wali-wali Allah yang sesungguhnya, yang mengerti betul tentang keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahwasanya apa yang kita lakukan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.







    Dari sini kita tahu bahwasanya yang menggelisahkan orang-orang Shalih adalah mereka tidak tahu tentang kesudahan mereka.







    Lalu bagaimana kiat-kiat Mengejar Husnul Khatimah?

    • 1 ч. 11 мин.
    Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih

    Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih

    Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 16 Dzulqa’dah 1445 H / 24 Mei 2024 M.















    Khutbah Jumat Pertama: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih







    Sesungguhnya, amalan shalih adalah sebab kita masuk ke dalam surga. Allah berfirman kepada penduduk surga,







    … ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ







    “Masuklah kalian ke dalam surga disebabkan oleh amalan kalian.” (QS. An-Nahl[16]: 32)







    Betapa butuhnya kita kepada amalan shalih karena ia adalah kehidupan untuk hati kita. Amalan shalih menguatkan, bahkan menjadi nutrisi untuk keimanan kita. Orang yang senantiasa beramal shalih maka ia dekat dengan Allah, Rabbul Izzati wal Jalalah, dan orang yang jauh dari amalan shalih maka ia dekat kepada setan yang akan berusaha untuk menyesatkan dirinya.







    Saudaraku, amalan shalih tidak sempurna kecuali dengan tiga perkara: Yang pertama adalah melakukan segera dan tidak menunda-nundanya. Yang kedua adalah menyembunyikannya dan tidak memperlihatkan kepada orang lain. Yang ketiga adalah menganggapnya sedikit dan tidak banyak, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin.







    1. Melakukan segera dan tidak menunda-nundanya







    Yang pertama, saudaraku, menyegerakannya dan tidak menunda-nundanya, karena menunda-nunda amal itu tanda bahwa kita akan segera meninggalkan amal. Karena di antara talbis iblis adalah bagaimana supaya kita tidak beramal, yaitu di antaranya adalah kita diberikan penyakit taswif (selalu menunda, menunda, dan menununda). Oleh karena itu, Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Jauhilah oleh kamu menunda-nunda karena kamu sedang berada di hari ini, bukan di hari esok.







    2. Menyembunyikan amalan shalih







    Yang kedua adalah menyembunyikan amalan shalih. Karena memperlihatkan amal shalih sangat dekat dengan riya. Hati kita sangat lemah, untuk bisa ikhlas tidaklah mudah. Betapa sulitnya keikhlasan, sampai-sampai Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Aku tidak mengobati sesuatu yang paling sulit daripada niatku sendiri.”







    Banyak di antara kita yang memperlihatkan amal shalihnya di media sosial dengan dalih agar orang lain meniru kita. Itu niat yang baik, tapi apakah kita bisa meyakinkan diri akan selamat dari penyakit riya? Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan kita untuk menyembunyikan sedekah. Allah berfirman,







    إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ







    “Jika kalian memperlihatkan sedekah kalian, itu baik. Dan jika kalian menyembunyikan sedekah kalian, itu lebih baik buat kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 751)







    Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang tujuh orang yang akan Allah berikan naungan pada hari kiamat, di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan salah satunya adalah “orang yang bersedekah lalu ia sembunyikan sedekahnya sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.”







    Saudaraku, Salafush Shalih dahulu berusaha menyembunyikan amal shalih mereka. Ini dia Imam Ahmad yang mengkhatamkan Al-Qur’an tetapi istrinya tidak tahu. Mereka berlomba-lomba untuk menyembunyikan amal,

    • 9 мин.
    Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja

    Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja

    Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 13 Dzulqa’dah 1445 H / 21 Mei 2024 M.















    Kajian Tentang Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja







    Komunikasi yang hangat dan lancar antara orang tua dan remaja adalah kunci penting dalam mencapai kebaikan bersama. Sebagai pihak yang lebih dewasa, orang tua semestinya bersungguh-sungguh belajar dan memperbaiki diri. Tentunya, para orang tua memiliki pengalaman yang lebih daripada anak-anak remaja. Mereka tentunya lebih banyak tahu. Dan seiring dengan bertambahnya usia, biasanya menjadi lebih santun dan lebih bisa mengendalikan diri. Berbeda dengan anak remaja yang mungkin masih berapi-api, dengan gairah muda dan semangat darah muda yang biasanya memiliki sifat impulsif dan eksplosif.







    Maka, orang tua harus menjadi penyeimbang di sini, agar bisa menjadi pendamping sekaligus pembimbing yang mampu menyuguhkan suasana yang hangat dan perasaan yang nyaman, khususnya ketika berkomunikasi dan berdialog dengan mereka. Orang tua tidak boleh membuat remaja tambah stres, tidak nyaman, atau bingung karena komunikasinya tanpa arah dan tidak terarah, bukan membimbing tapi membingungkan. Tentunya, ini perlu kematangan ilmu dan kedewasaan untuk melihat suatu masalah tidak hanya dari satu sisi tapi dari banyak sisi. Ini akan memperkaya etika komunikasi kita, sehingga tidak picik dan seperti pepatah “seperti katak di bawah tempurung.”







    Kadang-kadang orang tua tidak nyambung dengan anak remajanya karena mereka berbicara tentang sesuatu yang tidak up-to-date. Sehingga remaja tidak mengerti, dan orang tua selalu membanding-bandingkan dengan masanya waktu dia remaja dulu. Ini tidak sama tentunya, dan ini juga tidak bisa dijadikan ukuran. “Dulu, ayah masih remaja begini,” ini beda, tidak bisa disamakan karena tantangannya berbeda. Jadi, itu kurang bijak juga kalau kita menyamakan kondisi remaja kita dulu dengan kondisi anak remaja sekarang. Mereka pasti kurang nyambung karena mereka tidak bisa membayangkan bagaimana orang tua mereka waktu remaja dulu. Kondisi dulu tidak masuk dalam kepala mereka, mereka tidak bisa menggambarkannya. Mereka hanya mendapat cerita dari orang tua.







    Maka, sebenarnya kita tidak perlu membandingkan masa remaja kita dengan masa remaja anak-anak zaman sekarang. Kadang-kadang pembicaraan itu tidak relate dan tidak menyentuh masalah mereka. Lebih parah lagi, kadang-kadang tidak memberikan solusi. Ini yang membingungkan, kalau kita berkomunikasi dan berbicara tentang masalah-masalah yang mereka hadapi tapi tanpa solusi, seolah-olah kita menyuruh mereka untuk mencari solusi sendiri. Maka dari itu, para orang tua sebelum menasihati, sebaiknya menata dan mengonsep lebih dulu nasihat yang akan disampaikan, materi yang akan dibicarakan, sehingga lebih terarah dan tidak membuat bingung orang yang diajak dialog atau bicara.







    Mau tidak mau, para orang tua juga harus menyelami dan mengetahui sedikit banyak tentang dunia remaja hari ini karena tantangan mereka sangat besar dan banyak. Mungkin tidak seperti masa remaja kita dulu yang lebih simpel dan sederhana, berbeda dengan sekarang. Contohnya, dari sisi informasi yang masuk dan sampai kepada mereka, hari ini manusia dicekoki dengan informasi yang luar biasa banyaknya. Hal ini mempengaruhi pola pikir, cara pandang, dan gaya hidup mereka.

    • 56 мин.

Топ подкастов в категории «Религия и духовность»

Жуть
Blitz and Chips
Аудиокнига "Бхагавад Гита"
bharati.ru
Апостольские чтения - Радио ВЕРА
Радио ВЕРА
umma.ru - достоверно об Исламе
Шамиль Аляутдинов
Религия и Общество - Religiolog
Максим Перов
Масонская лоджия
Саша и Таня, которые во всем разберутся

Вам может также понравиться

Podcast Dakwah Sunnah
podcastdakwahsunnah
Cerita Sejarah Islam
Cerita Sejarah Islam Podcast
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Radio Muhajir Project
Muhajir Project
Kumpulan Dakwah Sunnah
PodcastSunnah
Kumpulan Khutbah Jum'at Pilihan Dakwah Sunnah
Sahabat Muslim