6 min

"Pengaruh Anime Naruto Terhadap Tindak Kekerasan Remaja‪"‬ Lagi Pengen Bacot

    • Animation & Manga

Naruto merupakan serial mangga karya Masashi Kishimoto, yang muncul pada Agustus 1997

pada komik one shot yang diterbitkan dalam edisi Akamaru Jump dan berkembang menjadi

Naruto yang kita kenal saat ini pada tahun 1999. Manga Naruto pertama kali diterbitkan

di Jepang oleh Shuesha dalam edisi ke-43 majalan Shonen Jump. Sedangkan di Indonesia

sendiri, Naruto diterbitkan oleh Elex Media Komputindo.



Karena kepopuleran Naruto menyaingi Dragon Ball karya Akira Toriyama. Naruto pun 

dibuatkan anime nya oleh studio Pierrot dan Aniplex dan disiarkan perdana di 

Jepang oleh TV Tokyo pada 3 Oktober 2002. Anime Naruto kemudian disiarkan di 

Indonesia melalui Trans TV, yang kemudian ditayangkan lebih lanjut oleh Global TV. 



Hanya saja, saat ini kita sudah tidak bisa menemukan film Naruto lagi di siaran

tv Indonesia karena masuk dalam katagori anime yang dilarang oleh KPI untuk

ditayangkan di Indonesia. Menurut KPI, berdasarkan survei yang dilakukan dari 

tahun 2012 hingga maret 2013 menurut komisioner KPI, Nina Armando, ada beberapa

film yang masuk dalam katagori pelanggaran terhadap anak yaitu jika tayangan

memunculkan adegan kekerasan, mistik, supranatural serta seks (Detik News, Kamis 25 

Aprl 2013). Karena Naruto memunculkan adegan kekerasan shingga penanyangannya pun

dilarang di Indonesia.



Dari peristiwa ini muncul lah sebuah pertanyaan, apakah benar pengaruh anime

Naruto berdampak terhadap tindak kekerasan remaja?



Sebenarnya lebih berhak menjawab pertanyaan ini adalah pakar anime Naruto 

itu sendiri tapi karena saat ini saya belum menemukan artikel, skripsi 

atau disertasi mengenai ini saya mencoba untuk menjawab dengan melakukan

riset kecil kecilan. 



Membahas Anime Naruto seperti kita menelaah sebuah video atau artikel. Jika

kita tidak membaca atau menonton sampai habis maka kesimpulan yang akan kita

dapat akan keliru dan hal inilah yang menyebabkan miss understanding. Menurut

saya, tindakan KPI dalam menggolongkan Naruto kedalam katagori kekerasan itu

tidak salah. Karena hampir semua chapter dalam Naruto tidak luput dari aksi

baku hantam. Hanya saja, jika dikaitkan dengan mempengaruhi terhadap tindak

kekerasan remaja saya kurang setuju.



Menurut disertasi Brent Allison dari Universitas Gorgia

dengan judul "Autenticity From Cartoons : U.S Japannese Animation Fandom 

Agency of Informal Cultural Education" mengatakan "penggemar anime lebih 

menyukai kekerasan yang memiliki alasan" dengan kata lain para Otaku hanya 

sebagai penikmat bukan pelaku. 



Hal ini saya definisikan sederhana sebagai berikut :



Film Rambo, menceritakan tentang perang antara Amerika dengan Vietnam dan Rusia. 

Pengemar film ini banyak, bahkan filmnya selalu masuk Box Office. Pertanyaanya 

apakah para pengemar film Rambo jadi suka cari keributan dan perang? jawabannya 

pasti tidak.



Begitu juga dengan para Otaku Naruto. Walaupun banyak adegan baku hantam, para otaku

Naruto lebih cenderung "menjauhi perkelahian" bahkan sangat jauh dari sebutan "abang

Jago". Mengacu kepada perkataan Mizuko Ito, kata "Otaku" juga bisa dipakai

kepada orang diluar Jepang (Gai jin) yang menyukai tentang Japan Pop Culture

terutama Anime dan Mangga. Hanya saja, makna nya lebih mendekati kepada

"Nerd / Geek" (orang aneh / kutu buku ). Lagi pula, nilai moral yang ingin 

disampaikan oleh Masashi Kishimoto bukan "baku hantamnya" tapi nilai kerja keras,

rela berkorban, setia kawan, dan tolong menolong.

Naruto merupakan serial mangga karya Masashi Kishimoto, yang muncul pada Agustus 1997

pada komik one shot yang diterbitkan dalam edisi Akamaru Jump dan berkembang menjadi

Naruto yang kita kenal saat ini pada tahun 1999. Manga Naruto pertama kali diterbitkan

di Jepang oleh Shuesha dalam edisi ke-43 majalan Shonen Jump. Sedangkan di Indonesia

sendiri, Naruto diterbitkan oleh Elex Media Komputindo.



Karena kepopuleran Naruto menyaingi Dragon Ball karya Akira Toriyama. Naruto pun 

dibuatkan anime nya oleh studio Pierrot dan Aniplex dan disiarkan perdana di 

Jepang oleh TV Tokyo pada 3 Oktober 2002. Anime Naruto kemudian disiarkan di 

Indonesia melalui Trans TV, yang kemudian ditayangkan lebih lanjut oleh Global TV. 



Hanya saja, saat ini kita sudah tidak bisa menemukan film Naruto lagi di siaran

tv Indonesia karena masuk dalam katagori anime yang dilarang oleh KPI untuk

ditayangkan di Indonesia. Menurut KPI, berdasarkan survei yang dilakukan dari 

tahun 2012 hingga maret 2013 menurut komisioner KPI, Nina Armando, ada beberapa

film yang masuk dalam katagori pelanggaran terhadap anak yaitu jika tayangan

memunculkan adegan kekerasan, mistik, supranatural serta seks (Detik News, Kamis 25 

Aprl 2013). Karena Naruto memunculkan adegan kekerasan shingga penanyangannya pun

dilarang di Indonesia.



Dari peristiwa ini muncul lah sebuah pertanyaan, apakah benar pengaruh anime

Naruto berdampak terhadap tindak kekerasan remaja?



Sebenarnya lebih berhak menjawab pertanyaan ini adalah pakar anime Naruto 

itu sendiri tapi karena saat ini saya belum menemukan artikel, skripsi 

atau disertasi mengenai ini saya mencoba untuk menjawab dengan melakukan

riset kecil kecilan. 



Membahas Anime Naruto seperti kita menelaah sebuah video atau artikel. Jika

kita tidak membaca atau menonton sampai habis maka kesimpulan yang akan kita

dapat akan keliru dan hal inilah yang menyebabkan miss understanding. Menurut

saya, tindakan KPI dalam menggolongkan Naruto kedalam katagori kekerasan itu

tidak salah. Karena hampir semua chapter dalam Naruto tidak luput dari aksi

baku hantam. Hanya saja, jika dikaitkan dengan mempengaruhi terhadap tindak

kekerasan remaja saya kurang setuju.



Menurut disertasi Brent Allison dari Universitas Gorgia

dengan judul "Autenticity From Cartoons : U.S Japannese Animation Fandom 

Agency of Informal Cultural Education" mengatakan "penggemar anime lebih 

menyukai kekerasan yang memiliki alasan" dengan kata lain para Otaku hanya 

sebagai penikmat bukan pelaku. 



Hal ini saya definisikan sederhana sebagai berikut :



Film Rambo, menceritakan tentang perang antara Amerika dengan Vietnam dan Rusia. 

Pengemar film ini banyak, bahkan filmnya selalu masuk Box Office. Pertanyaanya 

apakah para pengemar film Rambo jadi suka cari keributan dan perang? jawabannya 

pasti tidak.



Begitu juga dengan para Otaku Naruto. Walaupun banyak adegan baku hantam, para otaku

Naruto lebih cenderung "menjauhi perkelahian" bahkan sangat jauh dari sebutan "abang

Jago". Mengacu kepada perkataan Mizuko Ito, kata "Otaku" juga bisa dipakai

kepada orang diluar Jepang (Gai jin) yang menyukai tentang Japan Pop Culture

terutama Anime dan Mangga. Hanya saja, makna nya lebih mendekati kepada

"Nerd / Geek" (orang aneh / kutu buku ). Lagi pula, nilai moral yang ingin 

disampaikan oleh Masashi Kishimoto bukan "baku hantamnya" tapi nilai kerja keras,

rela berkorban, setia kawan, dan tolong menolong.

6 min