20 episodes

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Truth Daily Enlightenment Erastus Sabdono

    • Religion & Spirituality

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

    Kegentaran

    Kegentaran

    Allah harus dinalar. Tetapi kalau kita hanya menalar Allah tanpa perjumpaan dengan Tuhan, emosi kita tidak akan tersentuh, dan kalau emosi tidak tersentuh, karakter kita tidak akan terbentuk. Kalau karakter tidak terbentuk, maka kita tidak bisa menyerap Tuhan karena Tuhan mau mengimpartasi perasaan-Nya. Kita tidak mungkin bisa menangisi jiwa-jiwa. Allah tidak menghendaki seorang pun binasa, tapi kita tidak bisa merasa bagaimana beban itu. Pada akhirnya, kita akan “menuntut” hidup wajar seperti manusia pada umumnya; mesti punya rumah, jodoh, anak, dan lainnya. 

    Padahal, kalau seseorang berjumpa dengan Tuhan, itu pasti akan nampak dari dinamika hidupnya. Tuhan mau membawa kita pada hubungan interaksi yang benar dengan Dia. Maka, alami perjumpaan dengan-Nya secara pribadi. Kita jadi bisa mengerti perasaan Tuhan, bahwa tidak boleh ada dusta di antara kita dengan-Nya. Artinya, kita tidak boleh mencurigai Tuhan, sekecil apa pun. Lihat bagaimana Daniel dibawa ke gua singa, Sadrakh, Mesakh, Abednego mengalami perapian, Musa ada di tepi laut Kolsom itu. Bagaimana Daud yang diurapi jadi seperti orang gila, pura-pura gila. Yusuf yang mendapat mimpi akan jadi orang besar harus masuk sumur, jadi budak, masuk penjara. Murid-murid Yesus yang dibawa Tuhan menyeberang Galilea, tapi di tengah danau ada ombak, sampai mereka berkata, “Tuhan, kita akan binasa.” Semua itu luar biasa.

    Jadi, tidak boleh ada kecurigaan untuk mencapai hubungan yang begitu rupa dengan Allah, dan Allah memandang kita sebagai sahabat-Nya. Dan itu perlu waktu panjang, tapi dimulai dari perjumpaan setiap hari. Setelah itu, baru Tuhan akan memercayakan perkara besar untuk rencana-Nya. Dan tentu di level itu kita sudah sangat dipercayai Tuhan. Sama sekali tidak terpikir untuk kenyamanan pribadi, tapi bagaimana kita bisa membawa diri kita berkenan di hadapan Allah, menyenangkan hati-Nya, dan bagaimana kita menggandeng sebanyak mungkin orang untuk menjadi berkenan dan menyenangkan hati-Nya.

    Hidup menjadi begitu simpel, tapi tidak sesimpel kelihatannya, sebab kompleks dalam implikasi atau penerapannya. Banyak orang kurang berani menaruh hidup untuk Tuhan. Mereka takut miskin atau takut kurang bahagia. Padahal mereka keliru. Ketika kita membentengi diri dengan segala usaha supaya ekonomi, rumah tangga, keluarga baik-baik, namun semua tidak akan baik karena kita adalah anak-anak Allah yang akan digoncang Tuhan terus agar kita sempurna. Kecuali kita memikirkan bagaimana menjadi manusia yang berkenan kepada Allah dan betul-betul menjuruskan diri ke langit baru bumi baru, yang lain Tuhan akan selesaikan.

     

    Kita harus selesai dengan diri sendiri dan dunia, tapi belum selesai dalam berurusan dengan Tuhan. Ini harus menjadi tantangan kita semua. 

     

    Kalau kita berjumpa dengan Tuhan kita akan ‘meleleh,’ karena kehadiran Tuhan itu akan mengalir. Kalau kita bergaul dengan Tuhan di wilayah-wilayah persekutuan dengan Tuhan, maka setan pun takut bertemu kita. Maka kita harus berani punya komitmen, “Lebih baik aku mati daripada aku tidak menyenangkan Tuhan, lebih baik aku tidak pernah hidup kalau aku tidak melayani perasaan-Nya.” Jadi, kita pun tidak takut berkata, “Terkutuklah aku kalau aku tidak mencintai Tuhan.” Kita harus berani berjanji untuk hidup suci, karena tanpa kesucian tidak seorang pun melihat Allah. Sangat sedikit orang yang sungguh-sungguh mau berurusan dengan Tuhan, tapi kita mau mengambil keputusan berurusan dengan Tuhan, salah satu yang kita harus lakukan adalah seakan-akan kita sedang berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, sampai kita punya kegentaran. 

    Dan jika masih ada dosa, kesalahan, atau sikap hati yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, betapa mengerikannya. Maka, kita mendesak untuk menghampiri Tuhan dan berkata, “Apa yang masih salah dalam hidupku, Tuhan?” Ini salah satu hal yang kita harus lakukan, yang Alkitab katakan, “Berjaga-jagalah kamu;” maksudnya seakan-akan kita sudah tid...

    • 11 min
    Menjadi Sahabat Tuhan 

    Menjadi Sahabat Tuhan 

    Tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mengalami Tuhan, walaupun mereka ada di lingkungan pelayanan. Sebab kalau seseorang benar-benar mengalami Tuhan, ia pasti memiliki kegentaran yang benar-benar mewarnai hidup orang tersebut. Kalau Tuhan hanya menjadi bahan renungan, pemikiran, pengetahuan, atau teologi, bahkan menjadi fantasi, pasti kualitas hidup orang itu rendah. Tetapi berhubung sedikit orang yang benar-benar mengalami Tuhan, maka orang-orang yang kualitas hidup bertuhannya rendah ini bisa tidak dikenali. Sebab standar yang dimiliki oleh banyak orang Kristen adalah standar orang beragama pada umumnya, yang mana Tuhan menjadi pengetahuan, dan Tuhan ‘dipermainkan’ dalam liturgi. 

    Pengakuan dan pernyataan kita kepada Tuhan sering tidak sinkron dengan hidup kita setiap hari. Dan kita menganggap itu sebagai hal biasa, karena memang liturgi begitu. Kita menyanyi lagu ‘Laskar Kristus,’ tapi dalam keseharian hidup, kita menjadi laskar setan; tidak sinkron. Memang, ada yang menyatakan ini sebagai satu kesediaan, walaupun belum memenuhinya, tapi ada kecintaan untuk memenuhinya. Masalahnya, ada yang menyanyi tanpa perasaan, tanpa komitmen, tanpa tekad, dan itu sebenarnya sikap mempermainkan Tuhan. Tetapi dia tidak akan sanggup serius, karena memang hari-hari hidupnya tidak pernah serius.

    Lagu yang kita nyanyikan, pernyataan yang kita sampaikan seharusnya mendesak dan mengondisi kita untuk berurusan dengan Tuhan secara benar. Walau kita belum memenuhinya secara penuh, tetapi ada tekad, kerinduan, dan kesediaan. Masalahnya, kalau orang tidak punya tekad, kesediaan, dan komitmen, itu artinya mempermainkan Tuhan di dalam liturgi gereja. Untuk itu, kita harus mengalami Tuhan. Jadi kita bersyukur Tuhan membawa kita di kondisi-kondisi di mana kita dipaksa untuk mencari Tuhan. Kondisi di mana tidak ada orang yang bisa menolong. Dan Tuhan juga marah kalau kita bergantung kepada manusia. Sedikit memperhitungkan manusia dapat menolong, Tuhan tersinggung, karena itu melecehkan Tuhan. 

    Itu kondisi yang luar biasa untuk bisa mengalami Tuhan. Bahkan bagi kita pada level tertentu, ketika menghadapi situasi sulit, kita tidak boleh susah apalagi putus asa. Jika kita susah berarti kita melecehkan atau meremehkan Tuhan, seakan-akan Tuhan tidak berdaya, tidak setia, mengingkari janji bahwa Dia akan menyertai. Memang ini tingkat yang paling berat dan sulit, tetapi kita harus sampai tingkat itu. Ketika kita ada di satu keadaan yang sulit, Tuhan tidak suka wajah kita bersungut-sungut. Hal ini Tuhan ajarkan dengan mengingat Markus 4:35-41. Sebab orang besar di mata Tuhan adalah mereka yang dibawa Tuhan ke pantai Laut Kolsom, perapian yang menyala, gua singa; dibawa ke situasi sulit yang rasanya tidak mungkin ada jalan keluar. 

    Bagi Daud, Ziklag. Ketika seluruh keluarga hulubalang dan keluarganya sendiri ditawan bangsa Amalek. Mereka menangis, dan tidak bisa menangis lagi karena suaranya habis. Itu pahit sekali. Dan para tentara Daud berbalik mau memberontak kepada Daud. Daud tidak punya siapa-siapa, raja tanpa takhta, wilayah, hulubalang, perwira-perwira, harta, juga tanpa keluarga. Bagi Yusuf, dia dibawa bukan hanya di lubang sumur yang dalam, tapi sampai penjara. Situasi itu membuat mereka mengalami Tuhan. Abraham, seperempat abad menunggu anaknya lahir. Namun, kemudian Allah perintahkan untuk disembelih. Abraham berurusan dengan Tuhan bukan dalam fantasi, alam maya, namun dalam fakta kehidupan. Semua kita harus mengalami itu. 

    Sebab orang beragama belum tentu bertuhan. Tetapi kekristenan menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Sehingga kita harus memiliki interaksi dengan Tuhan, apalagi di dalam kekristenan itu hukumnya Tuhan sendiri—harus mengerti pikiran dan perasaan Tuhan, bersentuhan dengan pikiran dan perasaan Tuhan. Tidak bisa diwakili oleh buku, doktrin. Oleh sebab itu, kekristenan tidak bisa menjadi sambilan, tapi harus menyita seluruh hidup kita. Maka fokus kita setiap hari adalah bagaimana kita mengalami Tuh...

    • 10 min
    Kecanduan

    Kecanduan

    Kita harus sengaja dan sadar membuat diri kita kecanduan terhadap Pribadi Tuhan, walau Dia tidak kelihatan. Kita terus meraba-raba, mencari wajah-Nya, mencari hadirat-Nya, sampai kita menemukan. Namun jangan anggap remeh, hal ini tidak sederhana. Kalau ada kerinduan terhadap sesuatu lebih besar dari kerinduan kita terhadap Tuhan, itu gejala pengkhianatan, perselingkuhan, itu langkah-langkah ketidaksetiaan. Kita harus berani memaksa diri kita untuk kecanduan dengan-Nya, untuk hanya bisa menikmati Tuhan. Kalau tidak, tidak bisa, karena kita sudah terlalu rusak, dunia telah merusak cita rasa jiwa kita. 

    Cinta itu bisa dibangun. Makanya kalau orang tidak berusaha melihat kualitas relasi dengan Tuhan, dia pasti juga tidak berusaha merawat hubungan, dia tidak sungguh-sungguh merasa membutuhkan Tuhan, dan dia tidak mencintai Tuhan. Padahal, terkutuklah orang yang tidak mencintai Tuhan. Kita bisa memberi apa pun yang kelihatan dan juga pikiran dan tenaga, tapi semua terbatas. Namun ada satu yang bisa tidak terbatas, yaitu hati kita, cinta kita. Dan Tuhan mau hati kita yang dipersembahkan.

    Kita akan menyesal dan meratap kalau kita tidak melakukannya. Jangan sombong. Hanya Tuhan yang kita butuhkan, maka kita harus memaksa diri kita. Memang, kita pasti merasa kehilangan kalau kita melepaskan sesuatu—apa pun itu. Tapi hidup harus memilih dan kita memilih Tuhan. Perbarui pilihan itu sekarang. Jadi ibarat parabola, arahkan parabola hati kita ke Tuhan. Tuhan pasti menolong kita untuk kita bisa mencintai Dia. Dalam doa kita berkata, “Buatlah aku bisa menghormati Engkau sebagaimana seharusnya aku menghormati-Mu. Buatlah aku mengasihi Engkau, sebagaimana seharusnya aku mengasihi-Mu.” 

    Betapa beratnya hal ini, tapi kalau kita bisa melakukannya, tidak terbayangkan kekayaan, keagungan, kemuliaan yang kita miliki, ketika kita bisa menjadi kekasih Tuhan. Kita harus merawat hubungan ini. Dan di dalam merawat hubungan ini, kita harus tahu bahwa hubungan ini harus meningkat, tidak statis, tapi progresif. Dalam 2 Korintus 5:20, firman Tuhan mengatakan, “Berilah dirimu diperdamaikan dengan Allah.” Pertanyaannya, apakah kita belum didamaikan?  Kita harus mengerti bahwa perdamaian dengan Allah adalah sebuah proses yang progresif. Kita diperdamaikan oleh darah Yesus, kita yang berdosa dianggap tidak berdosa (justificatio atau justification), dianggap benar, walaupun kita belum benar. Sejak itu, kita harus bertumbuh untuk menyinkronkan diri kita dengan Tuhan. 

    Seperti seorang anak pada waktu masih kecil yang belum bisa berbuat banyak, atau belum bisa berbuat apa-apa. Orang tua yang menyesuaikan diri terhadap anak. Seiring bertambahnya usia, sang anak harus dewasa dan ia harus mulai menyesuaikan diri. Makanya kalau Alkitab berkata, “Berjalanlah dalam roh,” artinya berjalan seirama. Kita yang harus menyesuaikan diri dengan Tuhan. Merawat hubungan dengan Allah merupakan tanggung jawab kita untuk menumbuhkan kedewasaan rohani. Kita harus bertumbuh memiliki sifat-sifat Allah agar kita bisa berjalan seiring. Merawat hubungan dengan Allah itu bukan sesuatu yang sederhana, karena Allah Kudus. 1 Petrus 1:16 mengatakan, “Kuduslah kamu, sebab Aku Kudus.”

    Mengapa Allah menghubungkan kesucian-Nya dengan kita? Karena kita harus mengenakan kesucian sesuai standar Dia. Tidak ada agama seperti kekristenan ini, yang tidak diatur oleh hukum yang tertulis, tapi diatur oleh Roh Kudus agar dalam segala hal yang kita lakukan sinkron dengan Tuhan. Karakter kita yang buruk, mudah tersinggung, marah, pelit, egois, masih ada pikiran najis, tentu tidak bisa berjalan seiring dengan Tuhan. Tuhan sedang melatih kita untuk memiliki iman yang tidak berdasarkan perasaan. Tuhan mau melatih kita untuk menembus batas dan memercayai Allah yang ada di alam yang tidak kelihatan; invisible realm.

    Jadi, merawat hubungan dengan Tuhan itu artinya membangun kehidupan untuk bisa menyinkronkan diri kita dengan Allah.

    Merawat Hubungan

    Merawat Hubungan

    Lebih dari semua yang kita harus rawat, merawat hubungan dengan Tuhan itu harus menjadi segalanya bagi kita. Artinya, apa pun kita korbankan demi hubungan kita dengan Allah Bapa, hubungan kita dengan Tuhan Yesus. Namun, sangat sedikit orang yang serius memperkarakan hubungannya dengan Tuhan. Banyak orang tidak peduli apakah hubungan dirinya dengan Tuhan itu baik-baik atau tidak, harmoni atau tidak. Dan sikap seperti ini sebenarnya menunjukkan bahwa, yang pertama, ia tidak sungguh-sungguh membutuhkan Tuhan, tidak sungguh-sungguh merasa memerlukan Tuhan. Yang kedua, ia tidak mengasihi Tuhan. Padahal, kalau orang tidak merasa sungguh-sungguh membutuhkan Tuhan, itu adalah orang sombong. Kesombongan itu berakar dan berangkat dari sikap tidak merasa membutuhkan Tuhan. Jadi, apakah hubungannya dengan Tuhan itu harmoni atau tidak, dia tidak peduli. 

     

    Biasanya orang-orang seperti ini, kalau di lingkungan gereja, licik. Kalau sedang ada dalam masalah berat, baru ia mencari Tuhan. Sebenarnya, orang-orang ini tidak mencari Tuhan, tapi ia mencari berkat Tuhan, kuasa Tuhan dan pertolongan Tuhan, bukan Tuhan sendiri. Licik di situ artinya manipulatif dan oportunis. Sikap manipulatif, oportunis terhadap manusia saja tidak patut, apalagi terhadap Tuhan. Tapi herannya, banyak orang yang benar-benar oportunis, manipulatif, memanfaatkan Tuhan, mencari keuntungan tanpa melihat kepentingan orang lain. Sungguh hal yang mengerikan bersikap demikian terhadap Tuhan. Sebab Tuhan adalah pokok kehidupan kita. Mestinya, kita hidup bagi Dia. Seorang Kristen yang dewasa adalah seorang yang tidak akan memperdaya Tuhan, melainkan rela diberdayakan oleh Tuhan.

     

    Tetapi kita bisa mengerti kalau mereka masih oportunis karena mereka pasti tidak memahami apa tujuan dan arti hidupnya. Kita membutuhkan Tuhan, karena memang Tuhan itulah kehidupan kita. Hanya orang sampai tingkat ini, jarang sekali. Mazmur 73, merupakan pergumulan pemazmur sampai tingkat ini, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau, selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Jadi, kita membutuhkan Tuhan bukan karena kita melirik dompet kuasa-Nya, atau berkat-berkat-Nya, tapi karena pribadi Tuhan sendiri. Sudah menjadi standar umum orang beragama bahwa terhadap dewa dan ilahnya mereka bersikap manipulatif agar dilindungi, dijaga, diuntungkan, dan ditolong.

     

    Berbeda dengan kita, Allah yang menciptakan langit dan bumi yang menjadi Bapa kita, tidak boleh sedikit pun kita meragukan pertolongan-Nya pada waktu kita dalam kesulitan. Dia menyediakan roti bagi orang yang dikasihi-Nya pada waktu tidur, artinya di luar sepengetahuan kita Allah menyediakan berkat yang kita butuhkan. Ketika firman Tuhan mengatakan, “… itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,” artinya kita tidak perlu memusingkan, memikirkan hal itu, namun bukan berarti lalu kita tidak bertanggung jawab. Kita harus bekerja, sungguh-sungguh memaksimalkan potensi—apa yang kita tabur, kita tuai—tanpa kekhawatiran, tanpa takut. 

     

    Sejatinya, bicara ini mudah, namun praktiknya sulit, apalagi pada waktu kita ada dalam kondisi kritis, krisis, dan Tuhan seakan-akan tidak tampak kehadiran-Nya. Tapi percayalah, masalah berkat sudah tidak perlu dipersoalkan—asalkan kita hidup bertanggung jawab—sebab Dia akan memenuhi bagian-Nya. Kita membutuhkan Tuhan karena Tuhan sendiri yang menjadi kehidupan kita. Jadi hidup kita selama 70-80 tahun, kalau bisa sampai 100 tahun, itu hanya pengembaraan untuk menemukan Kekasih Abadi. Karenanya, kita harus melepaskan semua ikatan kedagingan dan kesenangan dosa yang memang dibangun oleh orang tua, lingkungan, tradisi, budaya, dan pengaruh dunia sekitar. Dan kita sudah terbiasa diracuni dengan berbagai kesenangan itu. 

     

    Tapi setelah kita mengenal Tuhan, kita harus mulai membangun roh kita. Sekarang kalau kita sadar bahwa Tuhanlah kehidupan kita, kita harus mencari Tuhan; memburu Tuhan.

    Masih Ada yang Kurang

    Masih Ada yang Kurang

    Allah yang Maha Besar layak mendapatkan yang terbaik, terbanyak, segenap hidup kita. Itulah cara kita menghormati Allah secara patut. Kita harus selalu berpikir bahwa masih ada yang kurang yang belum kita persembahkan kepada-Nya. Jadi kita merasa masih ada sesuatu yang kurang yang belum kita persembahkan kepada-Nya. Jadi bukan berpikir, masih kurang yang Allah berikan untuk kita, masih harus lebih banyak yang Allah berikan kepada kita untuk memenuhi selera, keinginan kita. Tetapi sebaliknya, yaitu masih kurang dari pihak kita untuk mempersembahkan hidup ini kepada Tuhan. Kita percaya Allah yang Maha Bijaksana, Allah yang baik tahu apa yang menjadi kebutuhan kita. Seandainya kita tidak minta pun, Allah mencukupinya. Sesuai dengan firman yang dikatakan di dalam Matius 6:32-34, “Bapamu yang di surga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.” Jadi kita tidak meragukan Allah yang pasti bijaksana memenuhi kebutuhan kita. 

    Sekarang dari pihak kita, kita harus merasa selalu ada yang kurang yang kita harus persembahkan bagi Allah. Masih ada yang kurang yang harus kita lakukan untuk menyenangkan hati Allah. Dan jika kita bersikap demikian, apa yang terjadi? Ini yang terjadi ketika kita berkata, “Tuhan, kurang apa lagi? Apa yang harus aku persembahkan kepada-Mu? Apa yang masih aku sisakan untuk diriku sendiri?” Yang pertama, Tuhan akan menunjukkan kepada kita kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan kita. Hal-hal yang masih kita lakukan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, Tuhan bukakan, Tuhan singkapkan, agar kita berhenti melakukan hal itu. Sehingga kita bisa berkata, “Tuhan, jangan sampai aku berbuat dosa kepada-Mu, sekecil atau sehalus apa pun kesalahan itu. Ya Tuhan, tolonglah aku agar tidak berbuat salah lagi.” 

    Yang kedua, Tuhan pasti akan tunjukkan kepada kita “Ishak-Ishak” yang kita cintai, yang mengikat hati kita lebih dari Tuhan. Seperti Abraham yang harus melepaskan Ishak kesayangannya, demikian pula Tuhan akan mengajar kita melepaskan kesayangan-kesayangan kita, yang itu dapat mengganggu hubungan harmonisasi kita dengan Allah. Luar biasa, Tuhan akan membukakan pengertian kita, pikiran kita. Sebab Tuhan menghendaki sebuah hubungan yang makin hari makin eksklusif dan untuk itu kita harus melepaskan kesayangan kita atau yang masih bisa berpotensi menjadi berhala kita. 

    Yang ketiga, Tuhan akan memberitahukan kepada kita rencana-rencana-Nya supaya kita lakukan. Dan ini merupakan kepercayaan dari Allah bagi kita. Semakin kita serius berurusan dengan Tuhan, rencana-rencana yang Allah sediakan bagi kita semakin dibukakan, sehingga hidup kita diarahkan untuk menggenapi rencana Allah itu. Jangan sampai ketika kita meninggal dunia, kita tidak pernah tahu rencana apa yang Allah sediakan bagi kita untuk kita penuhi. Sebab seiring dengan kelahiran kita di bumi, Allah mempersiapkan rencana-rencana besar-Nya untuk kita masing-masing. Kita bisa menjadi apa di hadapan Allah dan apa yang harus kita kerjakan bagi Tuhan. 

    Yang keempat, Tuhan mulai membukakan rahasia Pribadi-Nya, rahasia keberadaan Allah yang ajaib, pengetahuan kita akan Allah ditambahkan. Maksudnya, dengan pengetahuan mengenai Allah yang dibukakan tersebut, maka sikap kita kepada Tuhan makin tepat. Kita makin bisa menempatkan diri di hadapan Allah. Di situlah kita bisa menemukan tempat yang tepat di hadapan Tuhan dan menempatkan Allah secara benar di dalam hidup kita. Semua ini merupakan persiapan kekekalan. Sebab hanya orang yang memiliki tempat yang tepat dan benar di hadapan Allah yang akan masuk Kerajaan Surga. Kalau orang tidak menempatkan Allah secara tepat di dalam hidupnya, tidak mungkin dia layak masuk Kerajaan Surga. 

    Jadi mari kita selalu merasa masih ada yang kurang yang harus kita persembahkan kepada Tuhan. Kita harus merasa masih ada sesuatu yang kurang yang harus kita kembalikan kepada Tuhan. Untuk itu, burulah Dia selagi masih ada kesempatan!

     

    Kepastian Hidup

    Kepastian Hidup

    Hidup ini dipahami oleh banyak orang sebagai tidak ada kepastian. Dan memang, keadaan bisa berubah setiap saat. Tetapi kita bersyukur kita mengenal Allah yang bukan saja baik, tapi Allah yang Maha Kuat. Kalau hanya baik, tapi tidak kuat, percuma. Tapi kalau Maha Kuat, tapi tidak baik, bahaya! Allah kita bukan hanya baik, tapi juga Maha Kuasa. Dan Dialah kepastian itu. Ini adalah rahasia hidup. Tentu akan ada seribu pertanyaan, bagaimana nanti kalau keadaan ekonomi merosot, bagaimana nanti kalau aku sakit, bagaimana nanti kalau dunia perang, bagaimana nanti kalau saya meninggal dunia, karena itu semua adalah ketidakpastian. 

    Namun, ada kepastian di dalam Tuhan. Artinya, selama kita benar-benar memiliki hubungan yang benar dan baik dengan Tuhan, tidak ada masalah. Mau nanti ada masalah ekonomi, sakit, perang, meninggal dunia; tidak masalah. Karena Dia bukan saja baik, tapi Maha Kuasa. Kenapa orang bisa khawatir? Karena dia tidak punya pegangan. Walau dia berkata bahwa Tuhan menjadi pegangannya, menjadi andalannya, tapi sejatinya, dia tidak memercayai Tuhan sepenuhnya. Memercayai Tuhan itu sesungguhnya bukan sesuatu yang mudah. Tuhan tidak kelihatan, sedangkan masalah kita di depan mata. Dan sering tindakan-tindakan Tuhan itu di luar skenario, harapan, dan keinginan kita.

    Kita harus belajar memercayai Pribadi-Nya bahwa Dia bijaksana, cerdas, tepat dalam segala hal yang Dia lakukan. Tuhan sering melatih kita untuk memercayai Pribadi-Nya. Kapan? Ketika kita punya masalah dan Tuhan tidak kunjung menolong, ketika Dia bawa kita ke banjir bandang dan kita tidak punya pegangan kecuali Tuhan. Dan kita bisa berpikir, “Sampai kapan tali ini bisa menopang atau menahanku dari banjir bandang ini? Sampai kapan banjir ini surut?” Pertanyaan yang tidak terjawab. Apalagi pada waktu kita menghadapi masalah, kita terkatung-katung dalam masalah dan Tuhan tidak kunjung menolong. 

    Lalu kita berkata, “Tuhan, kalau Engkau menolong aku, jiwaku tenang. Kalau keadaan seperti ini aku tidak tenang. Aku di tempat yang benar-benar kritis dan krisis. Kalau Engkau memberi aku jalan keluar, Tuhan, aku lebih tenang, aku tenang melayani, aku tenang menjalani hidup.”  Lalu Tuhan menjawab, “Mestinya ketenanganmu bukan karena masalah itu selesai. Tapi keyakinanmu terhadap Diri-Ku; Aku baik, Aku Maha Kuasa, Aku cerdas dan setiap hal yang Aku lakukan presisi.” Kita mau berurusan dengan Allah. Dan tidak banyak orang yang masuk sekolah kehidupan seperti ini. Kita dibawa kepada ‘banjir bandang’ supaya kita belajar memercayai Allah. 

    Sebab pada akhirnya, akan ada pertemuan antara hati kita dan hati Tuhan, dan tidak ada dusta; tidak ada keraguan terhadap Tuhan. Kalau kita banyak uang, maka ketika kita menghadapi masalah ekonomi, kita tidak cemas, sebab kita bisa mendapat jawaban. Tapi bagi orang yang punya uang, Tuhan kasih pencobaan lain, penyakit misalnya, yang mana uang pun tidak bisa menjawab. Di sini kita belajar bergantung kepada Tuhan. Suatu hari kita akan menghadapi persoalan berat, namun kalau kita sudah belajar bergaul dengan Tuhan, belajar berjalan dengan Tuhan, dan kita yakin bahwa di dalam Tuhan ada kepastian, maka kita akan tenang. Tuhan pasti mengontrol keadaan. Tidak ada keraguan sama sekali. Tuhan pasti memimpin. 

    Jagalah hati, perkataan, dan kelakuan kita setiap hari. Kalau setiap hari kita hidup di dalam kekudusan, kita tahu apa yang harus kita lakukan. Sehingga kita bisa jadi bejana Tuhan. Ada kepastian, karena Roh Kudus memimpin kita di sepanjang perjalanan hidup kita. Jangan sombong! Kita harus selalu berkata, “Kuperlu Engkau, Tuhan. Pegang tanganku.” Kita harus merendahkan diri di hadapan Tuhan. Jadi menghadapi hari esok, apa pun yang kita alami, harus kuat. Jadi, kalau ada masalah berat tidak tertanggulangi, satu kata rahasianya: “merem.” Supaya kita tidak memercayai apa yang kita lihat, tetapi kita melihat apa yang kita percayai. 

    Maka kita harus berjalan dengan Tuhan setiap hari, hidup dalam kekudusan,

Top Podcasts In Religion & Spirituality

Joel Osteen Podcast
Joel Osteen, SiriusXM
Phaneroo Ministries International
Apostle Grace Lubega
Joyce Meyer Enjoying Everyday Life® TV Audio Podcast
Joyce Meyer
Apostle Joshua Selman
Apostle Joshua Selman
Down & Up Podcast
Down & Up Podcast
Faith Boosters With Beatrice Bee3 Byemanzi
Beatrice Bee3 Byemanzi