Coffee With Hing Hingdranata Nikolay

Takut gagal sering jadi momok untuk banyak orang. Karena ada nasihat bahwa 'takut gagal' itu penyebab banyak ketidaksuksesan.
Di podcast kali ini saya ingin perjelas, bahwa takut gagal alias takut tidak mencapai hidup yang Anda inginkan itu malah BAGUS! 

Nah yang menghambat Anda itu, bukan takut gagal atau takut tidak sukses, tapi takut 'CARA' tertentu atau takut 'PELUANG' tertentu tidak membawa Anda ke kesuksesan Anda. Dan kalau yang Anda takutkan, YES, saya setuju itu menghambat.

Karena itu ketakutan Anda tidak mencapai kehidupan yang Anda inginkan, harus lebih besar dari ketakutan Anda untuk mencoba cara tertentu. Simak obrolan saya di podcast ini, dan pahami kenapa banyak salah kaprah mengenai takut gagal.

Sudah sering happy? Dan mau happy mu DOUBLE?

Sebenarnya kalau kita paham 'mirror neuron' dalam otak manusia, kita juga dengan mudah tahu bagaimana cara memberi happy dua kali lipat kepada orang lain dan diri sendiri. HOW?

Dengan melakukan terbaik, atau bahkan lebih dari yang diharapkan diri kita atau orang lain, entah di konteks pekerjaan atau penjualan atau layanan publik. 

Pertama, kalau kita mendapatkan layanan bagus, atau bahkan bagus sekali, ekspresikan emosi bahagianya! Berikan kredit kepada mereka. Ingat, orang-orang yang berjualan atau melayani, punya hidup yang juga keras. Kalau mereka sudah memberi ekstra kepada Anda, berikan apresiasi dan pujian itu! Itu akan beri mereka DOUBLE HAPPINESS! 

Kedua, kalau Anda yang beri layanan, entah di konteks pekerjaan atau bisnis penjualan, berikan terbaik bahkan berikan lebih! Melihat ekspresi mereka dan mendengar feedback mereka, juga beri Anda DOUBLE HAPPINESS!! 

Yang mana duluan sebenarnya? Motivasi atau kerjakan sesuatu?
Kekeliruan orang umum adalah mereka tunda melakukan pekerjaan penting mereka karena feeling bad, atau tidak mood. Lalu? Mereka malah mencari hiburan sementara karena merasa tidak pas untuk kerjakan sesuatu. Akhirnya mereka habiskan 1-2 jam nonton film, main games, browsing internet, sosmed, dll. Dan setelah selesai, berbagai perasaan buruk malah menyusul - perasaan bersalah karena belum tuntasnya tugas, perasaan tertekan karena waktu semakin sempit, dll.
Padahal, resep FEELING GOOD, justru adalah melakukan sesuatu yang produktif. Ingat perasaan setelah selesai mengerjakan pekerjaan berat? GOOD khan?

So, resepnya sederhana. Yang saya lakukan adalah kerjakan sesuatu yang produktif! That's it! Kalau Anda lakukan sesuatu yang penting untuk sukses dan bahagia Anda, sekecil apapun, akan ada FEELING GOOD! Malah ada dorongan besar untuk lakukan yang lebih besar lagi!
Bukan hanya pagi hari atau jam kantor, tapi juga sore atau malam, juga hari libur. Saya tidak bicara soal pekerjaan bisnis atau kantor saja. Banyak juga khan pekerjaan di rumah yang penting.

Nah, buat yang merasa diri sebagai pekerja keras, pasti pernah mendengar komentar dari orang sekitar bahwa Anda bekerja terlalu keras, waktu kerja untuk keluarga tidak ada, Anda tidak bisa bagi waktu, dll.

Kalau Anda galau dengan komentar itu, besar kemungkinan Anda, seperti saya, suka banget dengan pekerjaan atau bisnis Anda. Anda senang bekerja, Anda senang bertemu pelanggan, bahkan di hari libur atau weekend. Tapi, bagaimana agar diri tetap kongruen, terutama mengatasi kegalauan apakah saya memang mengabaikan orang lain? Dan bagaimana agar orang lain apalagi keluarga tidak merasa disisihkan?

Kuncinya di 'mindful'! Atensi penuh di apapun yang Anda putuskan untuk lakukan! Entah bekerja, atau liburan. Jadi bukan soal 4 jam kerja, 8 jam kerja, atau bahkan 12 jam kerja, tapi soal fokus dan atensi penuh di apapun yang Anda putuskan lakukan. 

1 jam bersama keluarga dengan atensi penuh, lebih berharga dan membuat mereka merasa dihargai, dibanding 10 jam bersama keluarga, tapi mengerjakan pekerjaan atau hal lain. Yuk, dengarkan ulasan lengkap saya di podcast ini!

Seberapapun nyebelin sikap orang di sekitar kita, itu lambang standar sikap mereka. Sayang sekali kalau gara-gara itu, kita ikut turunkan standar diri kita. Ingat, para sahabat: sikap, kinerja, dan hasil kita, itu adalah lambang diri kita.

Tetap pertahankan kelas dan standar kita, seperti apapun situasi, atau sikap orang di sekitar kita. Kalaupun kita merasa kesal karena hasil atau output kerja kita akan dinikmati oleh orang-orang tersebut, itu tetap membawa manfaat terbesar untuk kita. Terutama dalam nilai-nilai integritas dan profesionalisme kita.

Terinspirasi sebuah dongeng mengenai celotehan antara seorang pria dan singa tentang siapa yang lebih kuat, saya teringat betapa kita sering terganggu saat ada yang membandingkan dirinya dengan kita. Kita lupa fokus pada membangun diri untuk jadi lebih baik.. Dan juga lupa bahwa kadang ada orang tertentu yang ingin memberi diri rasa aman dengan perbandingan tersebut. Dan semua perbandingan subyektif.