10 episodes

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM

    • Religion & Spirituality
    • 4.0 • 8 Ratings

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

    Bacaan Ketika Akan Tidur

    Bacaan Ketika Akan Tidur

    Bacaan Ketika Akan Tidur adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 3 Dzulqa’dah 1444 H / 23 Mei 2023 M.

    Kajian sebelumnya: Adab Duduk di Majelis Ilmu

    Bacaan Ketika Akan Tidur

    Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala membawakan dalil dari Al-Qur’an, di antaranya adalah:

    إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ

    “Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang memiliki akal pikiran yang sehat.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 190)

    Siapa mereka yang disebut dengan Ulul Albab (orang-orang yang mempunyai akal pikiran yang sehat)? Yaitu:

    الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ…

    “(yaitu) orang-orang yang senantiasa mengingat Allah baik ketika dalam keadaan berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka senantiasa memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi…” (QS. Ali ‘Imran[3]: 191)

    Kaitannya ayat ini dengan bab tentang bacaan yang seyogyanya diucapkan oleh seorang muslim ketika akan tidur adalah firman Allah: “Yaitu orang-orang yang senantiasa berdzikir baik dalam keadaan berdiri atau duduk atau berbaring.”

    Adapun di antara dalil dari hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Imam An-Nawawi membawakan hadits:

    Dari Hudzaifah dan Abu Dzar Radhiyallahu ‘Anhum, mereka berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila beliau hendak tidur dan telah berada di atas tempat tidurnya, maka beliau mengucapkan:

    بِاسْمِكَ اللَّهُمَّ أَحْيَا وَأموتُ

    ‘Hanya dengan namaMu Ya Allah aku hidup dan aku mati.'” (HR. Bukhari)

    Ini menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita tentang dzikir ketika akan tidur. Yang mana seorang mukmin senantiasa bersandar kepada Allah. Karena Allah yang menguasai ubun-ubunnya dan ubun-ubun semua makhluk. Allah yang menghidupkan dan mematikan. Maka seorang hamba hanya memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara adab yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika beliau akan tidur adalah membaca doa ini.

    Lihat juga: Doa sebelum tidur

    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.

    Download MP3 Kajian



    Radio Rodja 756AM · Bacaan Ketika Akan Tidur

    Mari turut membagikan link download kajian tentang “Bacaan Ketika Akan Tidur” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda. Jazakumullahu Khairan.

    • 1 hr 20 min
    Kisah Ashabul Fiil

    Kisah Ashabul Fiil

    Kisah Ashabul Fiil adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Furqan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 2 Dzulqa’dah 1444 H / 22 Mei 2023 M.

    Kajian sebelumnya: Hari Kiamat Pasti Datang



    Kajian Tentang Kisah Ashabul Fiil

    Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada kita di surah Al-Fil:

    أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ ‎﴿١﴾‏ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ ‎﴿٢﴾‏ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ ‎﴿٣﴾‏ تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ ‎﴿٤﴾‏ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍ ‎﴿٥﴾‏

    “Tidakkah kau perhatikan bagaimana Rabbmu bertindak terhadap pasukan bergajah? Bukankah Allah telah menjadikan makar mereka dalam sia-sia? dan Allah utus kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang menghujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar, dan Allah menjadikan mereka seperti daun yang dimakan oleh ulat.” (QS. Al-Fil[105]: 1-5)

    Kisah ini adalah kisah yang mutawatir (disaksikan oleh banyak orang). Pembahasan yang akan dibahas oleh penulis Rahimahullah ada 4 unsur:



    * Ka’bah adalah rumahnya Allah yang suci.

    * Ka’bah dimiliki oleh Rabb yang menjaganya.

    * Makar orang-orang kafir itu dalam kesia-siaan.

    * Allah yang memperkenankan doanya orang-orang yang susah apabila dia berdoa kepadaNya.



    Kisah ini terjadi pada tahun gajah. Dan di tahun ini pula, 50 hari setelahnya lahirlah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu Ibnu Abbas berkata: “Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan di tahun gajah.”

    Ka’bah adalah rumahnya Allah

    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, berkata kepada Nabi Ibrahim:

    … وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ

    “Sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang melakukan ketaatan dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” (QS. Al-Hajj[22]: 26)

    Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

    جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ…

    “Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Ka’bah ini rumah yang suci tempat manusia berkumpul…” (QS. Al-Ma’idah[5]: 97)

    Download MP3 Kajian



    Radio Rodja 756AM · Kisah Ashabul Fiil

    Mari turut membagikan link download kajian “Kisah Ashabul Fiil” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.

    • 47 min
    Perintah Salaf untuk Bekerja Keras

    Perintah Salaf untuk Bekerja Keras

    Perintah Salaf untuk Bekerja Keras ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 2 Dzulqa’dah 1444 H / 22 Mei 2023 M.



    Kajian Tentang Perintah Salaf untuk Bekerja Keras

    Sebelumnya, kami telah menyampaikan beberapa pandangan dari para Salaf yang mencari rezeki melalui berbagai jenis pekerjaan dan usaha, baik itu menjual jasa, berdagang, berkebun, menjadi tukang kayu, tukang kain, atau bahkan tukang bekam. Mereka memahami arti sebenarnya dari tawakal, bahwa tawakal tidak akan sempurna tanpa usaha. Para Salaf juga bekerja dalam berbagai profesi yang berbeda-beda untuk meraih suatu tujuan. Dalam meraih manfaat itu mereka menempuh sebabnya. Karena tidak ada akibat kalau tidak dijalani sebabnya.

    Sekarang, mari kita lanjutkan dengan apa yang ditulis oleh Ibnu Jauzi. Dalam tulisannya, Ibnu Jauzi mengutip perkataan Ibnu Aqil: “Berusaha tidak mengurangi nilai tawakal. Karena upaya untuk menggapai kedudukan para Nabi itu termasuk kekurangan dalam agama.” Perkataan ini harus digaris atasi. Bahwa bagaimanapun ibadah kita tidak mungkin bisa menyamai amal dan ibadah para Nabi. Karena mereka memiliki kedudukan yang istimewa di sisi Allah. Mereka adalah hamba yang maksum, diberikan ilmu dan keistiqamahan, serta dijaga dari dosa dan keburukan.

    Oleh karena itu, mustahil bagi kita untuk melebihi atau menyamai kedudukan mereka. Jika ada orang yang berusaha mencapai kedudukan yang melebihi atau menyamai para Nabi, maka kata Ibnu Aqil itu adalah kekurangan dalam agama. Artinya, dia bukan orang yang baik agamanya, karena nyatanya ada juga orang yang berusaha menyaingi ibadah para Nabi.

    Sebagai contoh, ada tiga orang yang datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan bertanya kepada Aisyah tentang amal yang dilakukan oleh Nabi. Mereka merasa amal mereka sedikit dan ingin menyamai amal Nabi. Salah satu dari mereka berkata bahwa dia akan terus-menerus melakukan shalat tidak tidur, yang lain berkata akan berpuasa terus-menerus tanpa berbuka, dan yang lainnya berkata tidak akan menikah sepanjang hidupnya. Mereka ingin mencapai kedudukan yang sama atau bahkan lebih tinggi daripada Nabi.

    Maka ketika Nabi mendengar perkataan itu, beliau berkata:

    أَنْتُمُ الَّذِيْنَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ؟ أَمَا وَاللهِ إِنِّيْ لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ، لَكِنِّيْ أَصُوْمُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ

    “Mengapa ada orang yang berkata begini dan begitu? Demi Allah! Sesungguhnya aku ini adalah orang yang paling takut kepada Allah dan yang paling takwa kepada Allah. Namun aku berpuasa dan aku juga berbuka, aku shalat (malam) tapi juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan yang lainnya)

    Selanjutnya, ketika ada seseorang yang mengatakan kepada Nabi Musa bahwa orang-orang sedang merencanakan untuk membunuhnya, Nabi Musa tidak hanya bergantung pada tawakal. Meskipun dia memiliki alasan kuat untuk tetap tinggal di Mesir, dia memutuskan untuk pergi meninggalkan negeri tersebut. Nabi Musa menyadari pentingnya melakukan ikhtiar (sebab) dan berusaha untuk menjaga keselamatannya. Bukan mengandalkan iman, kemudian tawakal, kemudian terjadi nanti apa yang tidak diinginkan.

    Lihatlah bahwa Nabi Musa saja mengambil sebab, tidak mengandalkan imannya. Pada saat beliau lapar dan perlu menjaga keselamatan diri setelah keluar dari Mesir,

    • 37 min
    Kedekatan dan Momen yang Tepat dalam Menasihati

    Kedekatan dan Momen yang Tepat dalam Menasihati

    Kedekatan dan Momen yang Tepat dalam Menasihati ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Fiqih Pendidikan Anak yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah Zaen, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 2 Dzulqa’dah 1444 H / 22 Mei 2023 M.



    Kajian Tentang Kedekatan dan Momen yang Tepat dalam Menasehati

    Banyak orang tua mengeluh bahwa sulit menasihati anak mereka. Ada orang tua yang bahkan berbicara sampai berbusa-busa, tetapi sepertinya tidak ada perubahan sama sekali. Masalah semakin rumit jika melibatkan ponsel. Yaitu ketika anak lebih memilih bermain HP daripada belajar atau istirahat. Inilah fenomena yang perlu kita perhatikan dan introspeksi. Kita berusaha mengoreksi diri kita terlebih dahulu. Apa sebabnya anak tidak mau menerima nasihat?

    Pelu dipahami bahwa nasihat tidak bisa disampaikan secara sembarangan. Ada cara yang tepat untuk menyampaikan nasihat. Jika cara penyampaian diabaikan, maka nasihat akan ditolak. Misalnya, semakin dekat hubungan antara orang tua dan anak, maka semakin mudah nasihat diterima oleh anak. Begitu pula jika ada momen/waktu yang tepat dalam menyampaikan nasihat, maka nasihat akan lebih mudah diterima. Ini contoh memperhatikan cara.

    Membangun kedekatan

    Untuk membangun kedekatan dengan anak, kita harus memperhatikan contoh dari sejarah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam kesehariannya. Beliau sering mengajak anak-anak seperti Anas bin Malik, Ja’far bin Abi Thalib, Abdullah Ibnu Abbas, Hasan, dan Husein. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan anak-anak. Dan kedekatan hubungan itu betul-betul beliau manfaatkan untuk menularkan kebaikan kepada mereka.

    Salah satu contoh adalah kisahnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma.

    كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا، فَقَالَ: «يَا غُلَامُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ، احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ الأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ، وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ»

    Suatu hari aku pernah dibonceng Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menaiki tunggangannya. Saat itu beliau bersabda, “Nak, aku akan mengajarimu beberapa prinsip. Jagalah Allah; niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah; niscaya Engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Bila engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Ketahuilah bila seluruh manusia bersatu padu untuk memberimu suatu manfaat, maka mereka tidak akan mampu memberikannya, kecuali bila telah ditakdirkan Allah. Sebaliknya bila mereka semua bersatu padu untuk mencelakaimu, maka mereka tidak akan mampu melakukannya, kecuali bila telah ditakdirkan Allah. Pena takdir telah diangkat dan kitab takdir telah selesai dituliskan”. (HR. Tirmidzi dan beliau mengatakan hadits ini hasan sahih)

    Lihatlah, ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah begitu dekatnya dengan Ibnu Abbas, maka beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memanfaatkan kedekatan itu untuk menyampaikan nasihat. Dan itu momennya sangat pas. Karena suasana hati anak sedang nyaman. Jadi kalau ada orang tua memberikan nasihat kepada anak

    • 49 min
    Bab Berwudhu dari Sesuatu yang Disentuh oleh Api

    Bab Berwudhu dari Sesuatu yang Disentuh oleh Api

    Bab Berwudhu dari Sesuatu yang Disentuh oleh Api merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 30 Syawal 1444 H / 21 Mei 2023 M.

    Kajian sebelumnya: Ucapan Setelah Wudhu



    Kajian Hadits Tentang Berwudhu dari Sesuatu yang Disentuh oleh Api

    Hadits 147:

    عن عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ إِبْرَاهِيمَ بْنِ قَارِظٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ وَجَدَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَوَضَّأُ عَلَى الْمَسْجِدِ فَقَالَ إِنَّمَا أَتَوَضَّأُ مِنْ أَثْوَارِ أَقِطٍ أَكَلْتُهَا لِأَنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُولُ تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتْ النَّارُ.

    Dari Umar bin Abdul Aziz, bahwasannya Abdullah bin Ibrahim bin Qaridz, mengabarkannya bahwa ia mendapatkan Abu Hurairah sedang berwudhu di atas masjid. Lalu Abu Hurairah berkata: “Sesungguhnya aku berwudhu karena makan sebagian susu yang dikeraskan. Karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Berwudhulah kalian dari memakan sesuatu yang disentuh oleh api.'” (HR. Muslim)

    Hadits ini menunjukkan perintah untuk berwudhu dari memakan sesuatu yang tersentuh oleh api. Baik itu daging atau makanan lainnya yang memasaknya dengan api.

    Namun, banyak ulama mengatakan bahwa hadits ini sudah mansukh (dihapus). Makanya bab selanjutnya adalah: نسخ الوضوء مما مست النار (wudhu dari memakan sesuatu yang disentuh oleh api itu sudah dihapus).

    Hadits 148:

    عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَمْرِو بْنِ أُمَيَّةَ الضَّمْرِيِّ عَنْ أَبِيهِ أنه رأى رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْتَزُّ مِنْ كَتِفِ شَاةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَدُعِيَ إِلَى الصَّلَاةِ فَقَامَ وَطَرَحَ السِّكِّينَ وَصَلَّى وَلَمْ يَتَوَضَّأْ

    Dari Ja’far bin Amr bin Umayyh Adh-Dhamri, dari ayahnya, bahwasannya ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memotong daging dengan pisau dari bagian pundak kambing. Lalu beliau pun memakan darinya, lalu dikumandangkanlah shalat. Maka beliau pun langsung berdiri dan membuang pisau, dan beliau pun shalat tanpa berwudhu lagi. (HR. Muslim)

    Di hadits ini Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memakan daging kambing yang dibakar. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam langsung shalat tanpa berwudhu. Sehingga Imam Nawawi Rahimahullah dan banyak ulama beristinbat bahwasannya perintah untuk berwudhu dari memakan sesuatu yang disentuh oleh api itu sudah dimansukh.

    Sebetulnya ini adalah masalah khilaf para ulama. Apakah perintah untuk berwudhu ini dimansukh atau tidak? Sebagian ulama mengatakan dimansukh. Sebagian lagi seperti Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan tidak. Menurut beliau yang dimansukh adalah hukum wajibnya saja. Artinya yang tadinya hukumnya wajib berubah menjadi sunnah. Alasannya adalah kalau ada dua hadits yang saling bertabrakan, selalam masih bisa dikompromikan, maka lebih baik dikompromikan. Karena mengkompromikan dua hadits artinya mengamalkan dua-duanya.

    Kedua  hadits diatas masih bisa dikompromikan. Yaitu dengan membawa perintah untuk berwudhu tersebut kepada sunnah dan membawa perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak berwudhu kepada mubah (boleh). InsyaAllah pendapat inilah yang paling kuat.

    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

    Download mp3 Kajian



    a style="color: #cccccc; text-decoration: none;" title="Radio Rodja 756AM" href="https://soundcloud.

    • 51 min
    Khutbah Jumat: Menjaga Hati

    Khutbah Jumat: Menjaga Hati

    Khutbah Jumat: Menjaga Hati ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 9 Ramadhan 1444 H / 31 Maret 2023 M.



    Khutbah Jumat: Menjaga Hati

    Organ tubuh kita yang wajib kita jaga adalah hati kita, setiap mukmin wajib menjaga hatinya karena keselamatan ia di akhirat nanti tergantung kepada hatinya.

    Allah Ta’ala berfirman:

    يَوۡمَ لَا يَنفَعُ مَالٞ وَلَا بَنُونَ ۞ إِلَّا مَنۡ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلۡبٖ سَلِيمٖ

    “Pada hari tidak bermanfaat harta dan anak-anak kecuali orang yang datang kepada Allah membawa hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 88-89)

    Selamat dari syahawat, selamat dari syubuhat, penyakit-penyakit yang bisa menjerumuskan seseorang ke dalam api Neraka.

    Ummatal Islam.

    Menyelamatkan hati tiada lain adalah dengan cara menjauhi hal-hal yang bisa merusak hati, di antara perkara yang bisa merusak hati adalah mata kita yang kita lepas kepada sesuatu yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Mata adalah jendela hati kita.

    Allah Ta’ala menyuruh kita untuk menundukkan pandangan.

    Allah berfirman:

    قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ

    “Katakan kepada kaum mukminin, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka.” (QS. An-Nur[24]: 30)

    Allah berfirman:

    وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَٰتِ يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ

    “Dan katakan kepada kaum mukminat, hendaklah mereka menundukkan pandangan-pandangan mereka dan menjaga kemaluan-kemaluan mereka.” (QS. An-Nur[24]: 31)

    Karena ketika seseorang melepaskan pandangannya kepada sesuatu yang diharamkan oleh Allah, sungguh itu akan berpengaruh kepada hatinya, hatinya menjadi keruh bahkan kemudian menjadi hitam dan kelam.

    Ketika seseorang tidak peduli dengan apa yang ia lihat, bahkan ia mengikuti syahawat dan hawa nafsunya untuk melihat sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka saat itu, Allah cabut cahaya di hatinya, sehingga kemudian ia pun tidak diberikan oleh Allah kemampuan untuk memahami Al-Qur’an dengan lurus, tidak pula ia memahami Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

    Sehingga ia pun dijadikan oleh Allah sulit untuk menghapal Al-Qur’an, menghapal Sunnah, menghapal Ilmu. Demikian pula untuk memahaminya, akibat daripada matanya yang tidak dijaga.

    Kalau pun ia hapal Al-Qur’an, Allah cabut kelezatan Al-Qur’an dari hatinya, kalau ia pun hapal Al-Qur’an, Allah jadikan ia pun tidak memahami dan tidak akan keinginan untuk memahaminya, karena hatinya telah kotor. Sedangkan Al-Qur’an cocok untuk hati yang bening dan bersih.

    Ummatal Islam.

    Menjaga mata adalah merupakan perkara penjagaan yang harus kita lakukan. Karena kata Ibnul Qayyim, ia merupakan jendela hati, dari mata itulah muncul pikiran. Ketika seseorang melihat sesuatu ia akan berpikir dan berpikir. Dan pikiran itulah yang akan menjadikan sesuatu itu berubah menjadi niat.

    Lihatlah! ketika kita melihat sesuatu yang menyebabkan kita ingat Allah.

    Kita akan muncul niat untuk bertaqarrub kepada Allah, tapi ketika kita melihat sesuatu yang memalingkan kita dari Allah, melihat yang diharamkan oleh Allah. Muncul niat-niat untuk berbuat keharaman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    Sehingga, orang yang ingin memelihara hati dan niatnya, penting sekali dia untuk memelihara matanya, sehingga dengan memelihara mata Allah berikan kepada dia kebeningan hati.

    Kebeningan hati itulah yang menyebabkan hati kita, iman kita terjaga di hati kita.

    • 12 min

Customer Reviews

4.0 out of 5
8 Ratings

8 Ratings

Abu Avicenna ,

Manfaat yang luar biasa

sambil kerja sambil denger tausiyah. Alhamdulillah… ^_^

Sip213ono ,

Subhanallah, sangat bagus

Assallamualikum WR. WB. Sangat bagus, ditunggu episode selanjutnya

Dr AbiSaffa ,

Jazakallah...

Salam..barakallah hu fikum

Sangat bermanfaat cuma harap dapat diupload fail2 secara lengkap seperti di website

Jazakallah
Abu sabrina

Top Podcasts In Religion & Spirituality

Ascension
D-Group
Ascension
Tim Keller
Sadie Robertson Huff
Joel Osteen

You Might Also Like

podcastdakwahsunnah
Rumaysho.com
Firanda Andirja
Dzulqarnainms
EL-GADDA
Muhammad Asharul Maali