21 min

Srimenanti (2019) | Novel Joko Pinurbo Siniar Kata

    • Performing Arts

Secara bersahutan, beginilah potongan dialog antara si penyair dan Srimenanti, perempuan pelukis.


“Kamu merasa nggak, waktu wawancara aneh itu aku pura-pura bingung dan bego?”

 “Enggak.”

”Rugilah aku kalau begitu.” 

”Aku juga tidak untung.”

“Terus ngapain kamu mewawancaraiku? Itu hanya akal-akalan kan? Mau kenalan saja ribet.”

“Aku cuma disuruh.”

“Siapa yang nyuruh? Pasti Hanafi dan Dinda.”

“Bukan.”

“Siapa?”

“Puisi.”

“Puisi? Puisi siapa?”

“Sapardi.”

”Puisinya yang mana?”

“Pada Suatu Pagi Hari.”

“Anjrit.”

Novel perdana Joko Pinurbo ini seperti sebuah gong yang meringkus pun membungkus cengkerama kita dengan karya-karya Jokpin. Dalam episode ini, Jokpin mengetengahkan percakapan yang hampir tak berjuntrung. Namun tenang, kata “hampir” sungguh membuat kami—semoga Anda pula—terbawa pada ruang bermain cerita yang mengasyikkan.

Dalam novel ini, Jokpin memasukkan nama-nama seniman juga sastrawan yang akan dengan cepat dapat ditemukan di kehidupan sosial nyata. Tapi itu pun bila kita dengan sadar memisahkan antara “realitas” dalam teks dan realitas di luarnya.

Tiga bagian dari novel yang kami perdengarkan ini memiliki referensi kental dengan cerita di beberapa puisi dan cerpen Jokpin. Kami pilihkan tiga bab yang kami rasa menjadi pokok cerita novel ini. Episode ini akan jauh lebih berkesan bila Anda telah mendengarkan episode sebelumnya, “Sebotol Hujan untuk Sapardi”.

(Ah, ya, silakan saja Anda “membungkus” makna dan pesan mana saja dari buah pikir Jokpin lalu membawanya pulang.)

 Dibacakan oleh Robertus Rony Setiawan dari novel Srimenanti (April 2019)

Dirilis di Jakarta, Sabtu 24 Oktober 2020.

Diolah-rekam oleh Aditya Diveranta bersama Studio Lokasiniar.

Secara bersahutan, beginilah potongan dialog antara si penyair dan Srimenanti, perempuan pelukis.


“Kamu merasa nggak, waktu wawancara aneh itu aku pura-pura bingung dan bego?”

 “Enggak.”

”Rugilah aku kalau begitu.” 

”Aku juga tidak untung.”

“Terus ngapain kamu mewawancaraiku? Itu hanya akal-akalan kan? Mau kenalan saja ribet.”

“Aku cuma disuruh.”

“Siapa yang nyuruh? Pasti Hanafi dan Dinda.”

“Bukan.”

“Siapa?”

“Puisi.”

“Puisi? Puisi siapa?”

“Sapardi.”

”Puisinya yang mana?”

“Pada Suatu Pagi Hari.”

“Anjrit.”

Novel perdana Joko Pinurbo ini seperti sebuah gong yang meringkus pun membungkus cengkerama kita dengan karya-karya Jokpin. Dalam episode ini, Jokpin mengetengahkan percakapan yang hampir tak berjuntrung. Namun tenang, kata “hampir” sungguh membuat kami—semoga Anda pula—terbawa pada ruang bermain cerita yang mengasyikkan.

Dalam novel ini, Jokpin memasukkan nama-nama seniman juga sastrawan yang akan dengan cepat dapat ditemukan di kehidupan sosial nyata. Tapi itu pun bila kita dengan sadar memisahkan antara “realitas” dalam teks dan realitas di luarnya.

Tiga bagian dari novel yang kami perdengarkan ini memiliki referensi kental dengan cerita di beberapa puisi dan cerpen Jokpin. Kami pilihkan tiga bab yang kami rasa menjadi pokok cerita novel ini. Episode ini akan jauh lebih berkesan bila Anda telah mendengarkan episode sebelumnya, “Sebotol Hujan untuk Sapardi”.

(Ah, ya, silakan saja Anda “membungkus” makna dan pesan mana saja dari buah pikir Jokpin lalu membawanya pulang.)

 Dibacakan oleh Robertus Rony Setiawan dari novel Srimenanti (April 2019)

Dirilis di Jakarta, Sabtu 24 Oktober 2020.

Diolah-rekam oleh Aditya Diveranta bersama Studio Lokasiniar.

21 min