15 episodios

Sebuah podcast yang ingin mendengar cerita benda-benda dan apa maknanya buat kehidupan kita.
Cerita tentang pasar dan kuasa; reruntuhan tua dan kota-kota; patung, gunung dan drama-drama dari museum kita. Ikhtiar menggali dan mengakrabkan mengakrabkan pengetahuan (dan kearifan) masa lalu dengan tantangan masa kini. Podcast yang menjelajahi tema arkeologi, museum, dan kebudayaan materi dalam perbincangan (yang mudah-mudahan) santai bersama para ahli dan akademisi.

KATA BENDA PPKB - FIB UI

    • Cultura y sociedad

Sebuah podcast yang ingin mendengar cerita benda-benda dan apa maknanya buat kehidupan kita.
Cerita tentang pasar dan kuasa; reruntuhan tua dan kota-kota; patung, gunung dan drama-drama dari museum kita. Ikhtiar menggali dan mengakrabkan mengakrabkan pengetahuan (dan kearifan) masa lalu dengan tantangan masa kini. Podcast yang menjelajahi tema arkeologi, museum, dan kebudayaan materi dalam perbincangan (yang mudah-mudahan) santai bersama para ahli dan akademisi.

    Kata kota (tentang) kita

    Kata kota (tentang) kita

    Enrique Penalosa, Walikota Bogota (yang system transportasi bus cepatnya, kita adaptasi menjadi Busway TransJakarta pernah bilang perbedaan kota maju dan kota terbelakang itu bisa dilihat dari trotoarnya. Kota yang maju adalah kota yang trotoarnya berkualitas dan manusiawi. Di mana yang miskin dan yang kaya bertemu dan menikmati kota bersama-sama. Ada kesetaraan di sana. Dari kutipan ini, kita jadi bisa membaca bagaimana peradaban sebuah kota. Dari trotoar, dari aspal, dari taman. Dari bagaimana sebuah kota ditata. Ini bukan praktik baru sebab nenek moyang kita yang telah dipengaruhi kosmologi Hindu Buddha juga menata permukiman kotanya berdasarkan kepercayaannya itu. Pusat kota di tengah, sementara yang lain-lainnya terletak mengelilinginya. Nah bagaimanakah sebuah kota menjadi bentuk ekspresi budaya manusianya? Dan bagaimana juga kota mempengaruhi eskpresi budaya manusia-manusianya? Edisi kali ini menghadirkan arsitek, ahli tata kota, ketua Dewan Kesenian Jakarta 2006-2009 Marco Kusumawijaya. 

    • 35 min
    Fitur geografis dan identitas nusantara

    Fitur geografis dan identitas nusantara

    Bagaimana ceritanya kalau tuhan menaruh orang Melayu di gurun pasir, mungkin akan berbeda ceritanya dengan sekarang. Atau kepulauan nusantara terdiri dari pulau-pulau es, mungkin ini akan menghasilkan kebudayaan yang berbeda. Mungkin kita akan mengenal belasan kata untuk jenis-jenis es. Seperti halnya kita saat ini mengenal kata padi, gabah, menir, beras, nasi untuk sebuah kata yang sama dalam bahasa Inggris: Rice. Ini untuk menekankan betapa alam juga menentukan budaya dan bahasa kita.

    Perbicangan ini menghadirkan guru besar arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prof. Agus Aris Munandar. Dia akan mengajak kita  menelusur sejarah nusantara lewat kesaksian bentang alamnya, fitur geografisnya. Bagaimanakah laut, sungai, gunung, lembah yang ada di nusantara mendefinisikan kita, budaya kita? 

    • 58 min
    Perempuan, pasar, dan kekuasaan

    Perempuan, pasar, dan kekuasaan

    Pasar dan perempuan adalah tempat peradaban bermula. Tanpa pasar takkan ada interaksi antar-kebudayaan, pertukaran barang, dan ini yang lebih penting: takkan ada pertukaran ilmu, pengetahuan, gagasan, agama, dll. Anthony Reid bahkan menyebut revolusi agama, baik Islam dan Kristen di nusantara berawal dari pasar. Pasarlah yang akhirnya membentuk jaringan kota, kekuasaan, dll. Nah ada siapakah di pasar? Konon di banyak tempat di Asia Tenggara, pasar adalah medannya perempuan. Perempuan di pasar-pasar internasional duduk sebagai penukar uang, menjadi saudagar, mengangkut dan menjual barang dagangannya, sendiri dll. Situasi ini tampaknya tidak banyak berubah. Sampai awal abad ke-19 saat Inggris menguasai sebagian nusantara, Raffles bahkan menulis perempuan-perempuan pergi beraktivitas di pasar dan berkuasa mengatur keuangan. Jadi perempuan tak cuma melahirkan manusia-manusia belaka, tapi menggerakkan peradaban dari pasar yang dikelolanya. Perbincangan ini menghadirkan peneliti dari Pusat Arkeologi Nasional DR Titi Surti Nastiti. Dua karyanya, Pasar di Jawa: pada masa Mataram Kuno abad VIII-XI Masehi dan Perempuan Jawa: kedudukan dan peranannya dalam masyarakat abad VIII-XV adalah karya yang tak mungkin dilewatkan jika kita mau meneliti dua topik tadi.

    • 43 min
    Apa daya patung-patung kita?

    Apa daya patung-patung kita?

    Membuat patung telah dilakukan oleh berbagai macam kebudayaan dunia jauh sebelum datangnya agama-agama besar saat ini. Mulai dari Mesir Kuno, China, India, sampai dengan Yunani yang jadi cikal bakal peradaban Eropa. Nenek moyang kita juga harus kita bayangkan membuat patung yang sketsa-sketsanya digambarkan di gua-gua prasejarah. Di masa ini juga kita jumpai patung megalitik yang mungkin punya aspek fungsi ritual. Di masa Mataram Kuno yang dipengaruhi tradisi Buddha, ada juga patung-patung Hindu zaman Singhasari yang halus nan indah. Hingga kini, dalam 20-30 tahun terakhir di mana patung-patung katakanlah patung tokoh wayang di Purwakarta dirusak. Atau Patung Tiga Mojang di karya I Nyoman Nuarta mengundang protes dan dipindahkan. 

    Dan ini bukan gejala di nusantara aja ya. Di Afghanistan misalkan patung Buddha dirobohkan. Dengan alas an menjadi symbol rasisme, patung-patung tokoh pendukung atau mereka yang menikmati perbudakan juga dirobohkan. Dari sini kita bisa semacam setengah menyimpulkan bahwa patung-patung itu, tak ubahnya seperit bahasa, menjadi semacam medan makna yang dipertarungkan, diperdebatkan. Dst. Karena itulah kita bikin episode ini. Dengan judul yang agak sedikit sok-sokan: Apa Daya Patung-patung kita? Perbincangan ini menghadirkan Ibu Dolorosa Sinaga pematung yang telah konsisten terjun di dunia kesenian selama empat puluh tahun. Dan awal tahun ini menerbitkan bukunya Tubuh, Bentuk, dan Substansi. Selain pematung, dia juga dosen pada Institut Kesenian Jakarta, dan aktivis sosial penuh waktu.

    • 1h
    Benda, drama, dan museum kita

    Benda, drama, dan museum kita

    Museum mestinya adalah gudangnya dongeng. Sebuah artefak sangat mungkin untuk memantik semesta cerita: mengenai siapa penggunanya, zaman di mana dia dipakai, teknologi yang mewujudkannya, atau kisah bagaimana dia ditemukan. Tapi sayangnya belum banyak museum yang mahir menuturkan cerita-cerita yang dikandung koleksinya. Bagaimanakah storytelling bisa membantu museum? Perbincangan ini menghadirkan Yudhi Soerjoatmodjo yang telah membawa semesta dan menciptakan cerita-cerita yang diekstraks dari benda-benda yang dikumpulkan museum, lewat program Akhir Pekan di Museum Nasional--yang sekarang telah menghadirkan tiga puluh lakon lebih dan program Mystery of Batavia--yang mengolah mural museum menjadi komik, game, pertunjukan teater, dan animasi. 

    • 1h 2 min
    Buat apa selamatkan rumah tua?

    Buat apa selamatkan rumah tua?

    Dari sudut pandang peneliti, ilmuwan, dan peminat sejarah, tentu saja kita ingin semua benda-benda historis—apa pun parameternya--untuk diselamatkan. Tapi kan ya, dunia tak berjalan seperti yang kita inginkan. Bekas pasar kuno--karena becek--buru-buru kepingin kita robohkan dan  upgrade dengan yang baru.  Gua karst yang menyimpan jejak peradaban prasejarah tak sebanding dengan nilai ekonominya: buat bahan baku semen. Atau buat apa menyelamatkan rumah-rumah tua, sementara dari lahannya kita bisa mendapatkan rupiah yang mampu menyumpal mulut-mulut yang lapar? Bagaimanakah etika pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya, misalkan untuk konser rock atau untuk dijadikan bagian dari lintasan balapan?  DR Wiwin Djuwita Ramelan, ketua Ikatan Ahli Arkeologi berbicara panjang lebar tentang kenapa dan apa itu etika pelestarian cagar budaya, sembari mewanti-wanti, "Kalau batu yang patah bisa kita sambung, tapi kalau semangat masyarakat yang patah, kita ribut," 

    • 50 min

Top podcasts de Cultura y sociedad

The Wild Project
Jordi Wild
Punzadas Sonoras
Radio Primavera Sound
A solas... con Vicky Martín Berrocal
Podium Podcast
LO QUE TÚ DIGAS con Alex Fidalgo
Alex Fidalgo
El lado oscuro
Danny McFly
Arsénico Caviar
Podium Podcast