Bersikap Sopan Truth Daily Enlightenment

    • Christianity

Sopan bisa berarti bersikap hormat atau pantas terhadap seseorang yang patut diperlakukan terhormat atau dianggap mulia. Menjadi kehendak Tuhan agar kita bersikap sopan terhadap Tuhan. Bersikap sopan berarti menghormati Tuhan dengan benar atau secara pantas. Ketika Tuhan Yesus berkata bahwa kita harus menyembah Tuhan Allah itu berarti kita harus bersikap sopan terhadap Tuhan (Luk. 4:8). Menyembah dari teks aslinya proskuneo (προσκυνέω), artinya memberi nilai tinggi. Kata ini juga berarti to kiss the hand to (towards) one (mencium tangan kepada seseorang). Mencium tangan menunjuk sikap hormat kepada seseorang. 

Itulah sopan santun pada zaman itu bila seseorang menghormati orang yang derajatnya lebih tinggi dan yang patut dihormati. Kepada Tuhan pun kita harus melakukan penghormatan yang pantas sebagai sopan santun abadi. Orang yang gagal menghormati Tuhan tidak akan diperkenan masuk Kerajaan Surga. Perhatikan dalam Lukas 4:8, “Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’” Bukan suatu perintah yang boleh dan bisa dihindari. Lebih baik seseorang tidak pernah menjadi manusia daripada menjadi manusia yang tidak mengenal sopan terhadap Tuhan, sebab mereka tidak akan pernah diterima di kemah abadi. 

Seberapa seseorang bersikap pantas terhadap Tuhan sangat ditentukan atau dipengaruhi oleh seberapa dalam seseorang mengenal Tuhan. Pengenalan tersebut menyangkut dua aspek, pertama pengenalan secara pengetahuan atau bisa dipahami sebagai pengalaman kognitif atau segala sesuatu yang menyangkut aktivitas pikiran. Kognitif berarti kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Hal ini menjadi landasan untuk mengalami Tuhan. 

Pengenalan kedua adalah pengenalan melalui pengalaman riil mengalami Tuhan dalam kehidupan konkret. Dengan demikian kesopanan seseorang di hadapan Tuhan bersifat progresif, yaitu seiring dengan pengenalan secara kognitif yang dimiliki seseorang dan pengalaman riil bersama dengan Tuhan. Semua ini merupakan harta abadi, sebab hal ini menentukan keadaan kekal seseorang. Seiring dengan perjalanan waktu seseorang harus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah, maka seiring pula pertumbuhan hormatnya kepada Tuhan. Orang yang tidak memiliki pengenalan akan Allah tidak mungkin memiliki kebenaran dalam tindakannya, mereka pasti tidak bersikap sopan terhadap Truhan. 

Pemazmur berkata, “Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah. Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik” (Mzm. 14:1). Salah satu penyebab mengapa seseorang tidak bersikap sopan terhadap Tuhan selain tidak mengenal Tuhan juga karena tidak mampu menyentuh hadirat Tuhan. Mereka tidak mampu percaya dan menghayati bahwa Allah itu eksis sebab mereka tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan.  Orang-orang seperti ini hanya menghayati Tuhan secara paksa di gereja atau dalam pertemuan agama khususnya, tetapi tidak belajar menghayati kehadiran Tuhan setiap hari. 

Tidak heran, walaupun mereka bergereja tetapi mereka belum menemukan Tuhan. Seharusnya, walaupun jemaat tidak mampu mengerti dan tidak mampu menghayati kehadiran Tuhan, tetapi gereja menampilkan sebuah kebaktian atau liturgi yang sungguh-sungguh menampilkan atau merasakan kehadiran Tuhan secara penuh. Kalau worship leader tidak mampu menyentuh hadirat Tuhan, bagaimana jemaat dapat menyentuh hadirat Tuhan? 

Banyak orang yang berkata ada Allah, sebenarnya dalam hati mereka ada suara “tidak ada Allah.” Mereka menyatakan percaya kepada Allah hanya di mulut dan ada di dalam gereja khususnya. Sebenarnya mereka tidak percaya dengan sungguh-sungguh bahwa Allah itu ada. Hal ini dapat dibuktikan atau nampak dari cara hidup sembarangan yang mereka miliki. Mereka memuaskan diri dengan berbagai kesenangan dan tindakan, tetapi mereka tidak memedulikan perasaan Tuhan. Inilah sebenarnya orang-orang ateis praktis.

Sopan bisa berarti bersikap hormat atau pantas terhadap seseorang yang patut diperlakukan terhormat atau dianggap mulia. Menjadi kehendak Tuhan agar kita bersikap sopan terhadap Tuhan. Bersikap sopan berarti menghormati Tuhan dengan benar atau secara pantas. Ketika Tuhan Yesus berkata bahwa kita harus menyembah Tuhan Allah itu berarti kita harus bersikap sopan terhadap Tuhan (Luk. 4:8). Menyembah dari teks aslinya proskuneo (προσκυνέω), artinya memberi nilai tinggi. Kata ini juga berarti to kiss the hand to (towards) one (mencium tangan kepada seseorang). Mencium tangan menunjuk sikap hormat kepada seseorang. 

Itulah sopan santun pada zaman itu bila seseorang menghormati orang yang derajatnya lebih tinggi dan yang patut dihormati. Kepada Tuhan pun kita harus melakukan penghormatan yang pantas sebagai sopan santun abadi. Orang yang gagal menghormati Tuhan tidak akan diperkenan masuk Kerajaan Surga. Perhatikan dalam Lukas 4:8, “Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’” Bukan suatu perintah yang boleh dan bisa dihindari. Lebih baik seseorang tidak pernah menjadi manusia daripada menjadi manusia yang tidak mengenal sopan terhadap Tuhan, sebab mereka tidak akan pernah diterima di kemah abadi. 

Seberapa seseorang bersikap pantas terhadap Tuhan sangat ditentukan atau dipengaruhi oleh seberapa dalam seseorang mengenal Tuhan. Pengenalan tersebut menyangkut dua aspek, pertama pengenalan secara pengetahuan atau bisa dipahami sebagai pengalaman kognitif atau segala sesuatu yang menyangkut aktivitas pikiran. Kognitif berarti kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Hal ini menjadi landasan untuk mengalami Tuhan. 

Pengenalan kedua adalah pengenalan melalui pengalaman riil mengalami Tuhan dalam kehidupan konkret. Dengan demikian kesopanan seseorang di hadapan Tuhan bersifat progresif, yaitu seiring dengan pengenalan secara kognitif yang dimiliki seseorang dan pengalaman riil bersama dengan Tuhan. Semua ini merupakan harta abadi, sebab hal ini menentukan keadaan kekal seseorang. Seiring dengan perjalanan waktu seseorang harus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah, maka seiring pula pertumbuhan hormatnya kepada Tuhan. Orang yang tidak memiliki pengenalan akan Allah tidak mungkin memiliki kebenaran dalam tindakannya, mereka pasti tidak bersikap sopan terhadap Truhan. 

Pemazmur berkata, “Orang bebal berkata dalam hatinya: Tidak ada Allah. Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik” (Mzm. 14:1). Salah satu penyebab mengapa seseorang tidak bersikap sopan terhadap Tuhan selain tidak mengenal Tuhan juga karena tidak mampu menyentuh hadirat Tuhan. Mereka tidak mampu percaya dan menghayati bahwa Allah itu eksis sebab mereka tidak sungguh-sungguh mencari Tuhan.  Orang-orang seperti ini hanya menghayati Tuhan secara paksa di gereja atau dalam pertemuan agama khususnya, tetapi tidak belajar menghayati kehadiran Tuhan setiap hari. 

Tidak heran, walaupun mereka bergereja tetapi mereka belum menemukan Tuhan. Seharusnya, walaupun jemaat tidak mampu mengerti dan tidak mampu menghayati kehadiran Tuhan, tetapi gereja menampilkan sebuah kebaktian atau liturgi yang sungguh-sungguh menampilkan atau merasakan kehadiran Tuhan secara penuh. Kalau worship leader tidak mampu menyentuh hadirat Tuhan, bagaimana jemaat dapat menyentuh hadirat Tuhan? 

Banyak orang yang berkata ada Allah, sebenarnya dalam hati mereka ada suara “tidak ada Allah.” Mereka menyatakan percaya kepada Allah hanya di mulut dan ada di dalam gereja khususnya. Sebenarnya mereka tidak percaya dengan sungguh-sungguh bahwa Allah itu ada. Hal ini dapat dibuktikan atau nampak dari cara hidup sembarangan yang mereka miliki. Mereka memuaskan diri dengan berbagai kesenangan dan tindakan, tetapi mereka tidak memedulikan perasaan Tuhan. Inilah sebenarnya orang-orang ateis praktis.