9 episodes

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM

    • Religion & Spirituality
    • 4.8 • 334 Ratings

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

    Iman Kepada Allah

    Iman Kepada Allah

    Iman Kepada Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Syarh Hadits Jibril fi Ta’limiddiin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Iqbal Gunawan, M.A pada Rabu, 23 Ramadhan 1445 H / 03 April 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Rukun Islam Kedua: Shalat















    Kajian Islam Tentang Iman Kepada Allah







    Kita sampai kepada bagian hadits yang berbunyi bahwa lelaki yang dia adalah malaikat Jibril yang menjelma sebagai manusia sempurna. Beliau bertanya kepada Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam, “Jelaskan kepadaku, apa itu iman?” Maka Nabi ‘Alaihish Shalatu was Salam menjawab,







    أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ.







    “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rasul-rasulNya, kepada hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir baik dan takdir buruk.”







    Kemudian orang tersebut mengatakan, “Engkau benar.” Kemudian dia melanjutkan pertanyaannya lagi, “Beritahukan kepadaku, apa itu ihsan?” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,







     أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.







    “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Jika engkau tidak mampu melakukan hal tersebut, maka yakinlah bahwa Allah senantiasa melihatmu.”







    Lihat juga: Hadits Arbain Ke 2 – Pengertian Islam, Iman dan Ihsan







    Pada jawaban Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang iman tentu banyak sekali faedah yang bisa kita petik. Yang pertama, yaitu bahwa rukun iman yang pertama adalah iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah pondasi/asas dari rukun-rukun iman yang lain. Makanya, rukun-rukun iman yang lain disandarkan kepada iman kepada Allah, bahwa engkau beriman kepada Allah, kemudian malaikatNya, rasul-rasulNya, dan kitab-kitabNya.







    Jadi, rukun iman yang lain adalah cabang dari iman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tidaklah seorang dikatakan beriman kepada rukun-rukun yang lain kecuali dia beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena selainnya disandarkan kepada Allah; malaikat-malaikat Allah, Utusan-Utusan Allah, kitab-kitab yang Allah turunkan. Maka, siapa yang tidak beriman kepada Allah, maka tidak mungkin dia beriman kepada rukun-rukun iman yang lain.







    Tentunya iman kepada Allah juga mempunyai beberapa rukun, yaitu beriman kepada wujud Allah ‘Azza wa Jalla. Kita harus beriman bahwa Allah itu ada, dan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak didahului dengan ketidakadaan, Allah tidak dikatakan dulu tidak ada kemudian ada, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga tidak akan binasa.







    Jadi, di antara nama-nama Allah adalah Al-Awwal (tidak ada sebelumnya sesuatu), dan Al-Akhir (tidak ada setelahnya sesuatu).







    Adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala ini secara fitrah tentu diakui oleh seluruh manusia, karena tidak ada seorang manusia pun kecuali lahir di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi,

    • 1 hr 22 min
    Beban Ibu Ketika Mengandung – Tafsir Surah Ali Imran 36

    Beban Ibu Ketika Mengandung – Tafsir Surah Ali Imran 36

    Beban Ibu Ketika Mengandung – Tafsir Surah Ali Imran 36 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 21 Syawal 1445 H / 30 April 2024 M.















    Download kajian sebelumnya: Keistimewaan Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran – Tafsir Surah Ali Imran 33







    Beban Ibu Ketika Mengandung – Tafsir Surah Ali Imran 36







    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,







    فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنثَىٰ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنثَىٰ ۖ وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ‎﴿٣٦﴾‏







    “Ketika istrinya Imran itu telah melahirkan, maka ia berkata, ‘Ya Rabb, sesungguhnya aku telah melahirkan anak wanita,’ dan Allah lebih tahu tentang anak yang ia lahirkan itu, dan anak laki-laki tidaklah sama dengan anak wanita. Dan sesungguhnya aku menamai ia Maryam, dan aku memperlindungkan ia kepadamu dan keturunannya dari setan yang terkutuk.'” (QS. Ali ‘Imran[3]: 36)







    Kata Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin Rahimahullah, bahwa di antara faedah ayat ini:







    Beban ibu ketika mengandung







    Bahwasanya seorang ibu lelah dalam mengandung anaknya. Itu ditunjukkan oleh firman Allah وَضَعْتُهَا. Kata وَضَعَ – يَضَع dalam bahasa Arab artinya meletakkan, seakan memberikan makna bahwa itu berat ketika melahirkan, seakan-akan ia telah meletakkan beban yang berat. Maka Ini menunjukkan betapa perjuangan ibu mengandung anak. Oleh karena itulah hak ibu lebih agung daripada hak ayah.







    Hak ibu atas anaknya







    Betapa agungnya hak seorang ibu atas anaknya, karena orang yang berbuat ihsan kepada kamu dan kamu membuat dia lelah, tentu itu yang paling berhak untuk kamu berbuat baik kepadanya. Maka ketika Nabi ditanya oleh seorang sahabat,







    يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ







    “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling paling berhak untuk mendapatkan bagusnya pergaulanku?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Lalu siapa lagi? Nabi menjawab, “Ibumu” Lalu siapa lagi? Nabi menjawab, “Ibumu.” Lalu siapa lagi? Nabi menjawab, “Ayahmu.” (HR. Bukhari).







    Meminta udzur kepada Allah







    Seorang insan meminta udzur kepada Rabbnya apabila ternyata perkara itu terjadi tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Karena istrinya Imran bernadzar bahwa kalau punya anak lelaki, dia ingin agar anaknya dibebaskan dari berbakti kepada orang tua sehingga khusus ibadah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Ternyata tidak seperti yang diharapkan, dia mengharapkan supaya punya anak laki-laki ternyata lahirnya wanita. Karena wanita di zaman itu tidak berkhidmat di masjid, sedangkan yang berkhidmat di masjid adalah laki-laki saja.







    Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.







    Download MP3 Kajian Tentang Beban Ibu Ketika Mengandung – Tafsir Surah Ali Imran 36

    • 43 min
    Setiap Muslim Memiliki Kehormatan

    Setiap Muslim Memiliki Kehormatan

    Setiap Muslim Memiliki Kehormatan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 21 Syawal 1445 H / 30 April 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Diharamkannya Merendahkan Seorang Muslim















    Kajian Tentang Setiap Muslim Memiliki Kehormatan







    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ







    “Cukuplah sebuah kejahatan bagi seseorang tatkala dia menghinakan saudaranya seorang muslim.” (HR. Muslim)







    Ini menunjukkan betapa besar kehormatan seorang muslim. Maka kita tidak dibenarkan untuk menghinakannya.







    Kaum muslimin bermacam-macam. Ada di antara mereka orang-orang yang shalih, taat dan takut kepada Allah. Dan juga ada di antara mereka kaum muslimin yang mungkin melakukan kemaksiatan, atau bid’ah, atau yang menyimpang dari tuntunan Allah dan RasulNya. Mereka para pelaku perbuatan dosa tersebut pun bertingkat-tingkat. Ada di antara pelaku maksiat yang mereka sembunyikan kemaksiatannya, tapi ada di antara mereka yang dengan terang-terangan melakukan kemaksiatan dan bid’ah bahkan mungkin menyeru manusia kepada bid’ahnya. Maka untuk golongan yang kedua ini memang harus diingatkan dan disebutkan.







    Apalagi kalau perbuatan maksiatnya, kejahilan, dan bid’ahnya itu disebarkan, maka tugas seorang muslim yang taat pada Allah, yang berada di atas jalan yang hak, adalah untuk mengingatkan kaum muslimin dari orang-orang seperti ini. Karena kalau tidak diingatkan, maka akan berbahaya, kemungkaran-kemungkaran mereka akan menyebar, kemaksiatan-kemaksiatan yang mereka seru akan tersebar, dan bid’ah-bid’ah yang mereka lakukan serta seruan mereka kepada bid’ah juga akan tersebar.







    Di sinilah para ulama meletakkan prinsip-prinsip dasar dalam mengingatkan manusia dari perbuatan pelaku-pelaku maksiat dan bid’ah tersebut.







    Di sini pula pentingnya seorang berbicara dengan ilmu, karena di dalam membantah dan menyanggah, tentu dengan cara yang baik. Kemudian, kita ingatkan perilaku-perilaku yang menyimpang itu kepada kaum muslimin lainnya supaya berhati-hati.







    Kita hidup di dunia yang sudah berbeda jika dibandingkan dengan sekian puluh tahun yang lalu. Hari ini, seorang berbicara, pembicaraannya menyebar seluruh dunia melalui medsos. Maka, kalau dia berbuat yang baik, mengatakan yang baik, mengajak yang kepada kebaikan, maka insyaAllah itu pahala baginya. Tetapi, tatkala dia menyebarkan keburukan, menyebarkan perbuatan kemaksiatan, atau menyebarkan kejahilannya, maka di sini pentingnya kita mengingatkan kepada kaum muslimin, agar berhati-hati kepada orang ini, waspada terhadap pemikiran dan kemaksiatan yang dia sebarkan di tengah-tengah umat.







    Ingat setiap orang akan bertanggung jawab di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang apa yang dia bicarakan, sebarkan, dan ajarkan kepada manusia. Orang yang berjiwa besar dan takut kepada Allah, dia akan mengakui kesalahannya. Jika dia sebarkan di medsos, maka dia akan meminta maaf kepada kaum muslimin juga dimedsos untuk menekan ...

    • 1 hr 10 min
    Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam

    Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam

    Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 20 Syawal 1445 H / 29 April 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Taubat dan Istighfar Sebab Kebahagiaan Hamba di Dunia dan Akhirat















    Kajian Tentang Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam







    Nabi Shalih ‘Alaihissalam merupakan seorang rasul yang Allah utus ke kabilah Tsamud. Dalilnya Al-Qur’anul Karim Surah Asy-Syuara,







    كَذَّبَتْ ثَمُودُ الْمُرْسَلِينَ ‎﴿١٤١﴾‏ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ صَالِحٌ أَلَا تَتَّقُونَ ‎﴿١٤٢﴾‏ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ ‎﴿١٤٣﴾‏ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ ‎﴿١٤٤﴾‏ وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّ الْعَالَمِينَ ‎﴿١٤٥﴾







    “Kaum Tsamud telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka, Shalih, berkata kepada mereka: ‘Tidakkah kalian bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul yang terpercaya (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas dakwah ini, upahku tidak lain hanyalah dari Rabb semesta alam.'” (QS. Asy-Syu’ara'[26]: 141-145)







    Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,







    كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا ‎﴿١١﴾‏ إِذِ انبَعَثَ أَشْقَاهَا ‎﴿١٢﴾‏ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا ‎﴿١٣﴾‏







    “(Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas, ketika orang yang paling celaka di antara mereka itu bangkit, lalu Rasul Allah (Shalih) berkata kepada mereka: (‘Biarkanlah) unta betina Allah ini dan minumannya’.” (QS. Asy-Syams[91]: 11-13)







    Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,







    قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ آمَنَ مِنْهُمْ أَتَعْلَمُونَ أَنَّ صَالِحًا مُرْسَلٌ مِنْ رَبِّهِ ۚ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلَ بِهِ مُؤْمِنُونَ







    “Berkata pemuka-pemuka orang yang sombong dari kaumnya itu kepada orang-orang yang dianggap lemah yang dari orang-orang yang beriman kepada Nabi Shalih: ‘Apakah kamu mengetahui bahwa Shaleh itu utusan dari Rabbnya?’. Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya’.” (QS. Al-A’raf[7]: 75)







    Kabilah Tsamud adalah kaum Nabi Shalih yang Allah utus di tengah-tengah mereka. Dan kaum Tsamud ini masuk dalam kelompok Arab al-‘Aribah (Arab asli). Ini adalah kaum yang sejak dulu berbicara dengan bahasa Arab.







    Kabilah Tsamud ini tinggal di daerah Hijr (antara Hijaz dan Tabuk). Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah ketika mau Perang Tabuk lewat daerah ini.







    Ibnu Umar menceritakan ketika tahun peperangan Tabuk, Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah singgah di daerah Hijr bersama para sahabat rasul kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Kemudian para sahabat mengambil air dari sumur-sumur yang dulu kaum Tsamud minum darinya. Kemudian mereka membuat adonan dan memasukkan daging-daging di pancinya. Ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tahu,

    • 53 min
    Jika Imam Terlambat, Orang Lain Maju

    Jika Imam Terlambat, Orang Lain Maju

    Jika Imam Terlambat, Orang Lain Maju merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Sabtu, 19 Syawal 1445 H / 28 April 2024 M.















    Jika Imam Terlambat, Orang Lain Maju







    Kita sampai pada باب: إذا تَخَلَّفَ الإِمامُ تقدَّم غيره (Bab apabila imam terlambat, maka yang lainnya maju menjadi imam).







    Mughirah bin Shu’bah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwa dia pernah berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di Tabuk. Mughirah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pergi untuk buang air, maka aku membawa bersamanya seember air sebelum shalat subuh. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah kembali kepadaku, maka aku pun menuangkan air kepada kedua tangannya dari ember itu. Beliau mencuci tangannya tiga kali, kemudian mencuci wajahnya. Lalu beliau ingin mengeluarkan tangan dari jubahnya, namun lubang tanganya sempit dan beliau merasa kesulitan melepaskannya dari lengan. Kemudian beliau memasukkan dua tangannya ke dalam jubah tersebut sehingga beliau mengeluarkan dua hastanya dari bawah jubah, lalu mencuci dua hastanya sampai siku-siku. Kemudian beliau berwudhu dengan mengusap kedua khufnya. Setelah itu beliau mendatangi masjid.” Mughirah berkata, “Aku pun juga mendatangi masjid bersama beliau hingga kami mendapati orang-orang telah menyuruh Abdurrahman bin Auf untuk menjadi imam. Beliau kemudian shalat bersama mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendapatkan salah satu dari dua rakaat, lalu beliau shalat bersama mereka dalam rakaat yang kedua. Ketika Abdurrahman bin Auf telah salam, ras Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri untuk menyempurnakan shalatnya. Hal ini membuat mereka terkejut, dan mereka memperbanyak tasbih. Setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyelesaikan shalatnya, beliau menghadap kepada para sahabat lalu berkata, ‘Kalian telah berbuat bagus atau kalian telah benar, karena kalian menunaikan shalat diawal waktunya.'” (HR. Muslim)







    Dari hadits ini, kita ambil faedah:







    Pertama, disyariatkan untuk mencari tempat yang tertutup saat buang air. Biasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika berada di padang pasir, beliau pergi menjauh hingga tidak terlihat. Biasanya beliau berusaha mencari tempat berupa gundukan tanah atau di balik pohon agar tidak terlihat oleh orang lain.







    Kedua, hadits ini menunjukkan semangat para sahabat dalam berkhidmat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al-Mughirah bin Syu’bah, ketika melihat Rasulullah pergi untuk buang air, segera mengambil seember air untuk ceboknya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Hal ini menunjukkan bahwa kita dianjurkan juga untuk berkhidmat kepada para ulama.







    Ketiga, membantu orang lain untuk berwudhu dengan cara menuangkan air ke tangannya. Di sini, Mughirah bin Syu’bah menuangkan air dari ember, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berwudhu. Karena Rasulullah terkadang menggunakan cara itu (kalau sekarang menggunakan kran). Seringnya, Rasulullah berwudhu dari ember. Beliau menuangkan air dulu ke telapak tangannya, lalu mencuci tiga kali, kemudian baru memasukkan tangannya ke dalam ember. Selanjutnya, beliau berkumur-kumur, istinsyaq, dan seterusnya sebagaimana dalam hadits Utsman.







    Keempat, hadits ini menunjukkan bahwa ketika safar,

    • 54 min
    Khutbah Jumat: Istiqamah diatas Amalan Shalih

    Khutbah Jumat: Istiqamah diatas Amalan Shalih

    Khutbah Jumat: Istiqamah diatas Amalan Shalih ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 16 Syawal 1445 H / 26 April 2024 M.















    Khutbah Jumat: Istiqamah diatas Amalan Shalih







    Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kita, untuk senantiasa beribadah kepada Allah sampai datang kematian. Allah berfirman,







    وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ







    “Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepada kamu al-yaqin (kematian).” (QS. Al-Hijr[15]: 99)







    Karena memang demikianlah tujuan diciptakannya seorang hamba. Ibadah tidak terbatas pada bulan Ramadhan saja. Bulan Ramadhan hanyalah wasilah untuk menempa kita agar kita terbiasa di atas ibadah dan amalan shalih.







    Kini Ramadhan telah meninggalkan kita, namun amal ibadah yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, janganlah pergi pula meninggalkan kita. Shalat malam kita, puasa kita, bacaan Al-Qur’an kita, sedekah kita, dan semua amalan shalih yang kita biasakan di bulan Ramadhan, maka hendaklah tetap menemani hari-hari kita, waktu-waktu kita. Karena itulah seorang hamba yang benar-benar merealisasikan ubudiyahnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.







    Kita semua adalah hamba Allah; semua kita akan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah ciptakan kita tidak sia-sia. Allah berfirman,







    أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ ‎﴿١١٥﴾‏ فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ…







    “Apakah kalian mengira bahwa kalian Kami ciptakan sia-sia, dan bahwasanya kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” Maha Tinggi Allah, raja yang haq…” (QS. Al-Mu’minun[23]: 115-116)







    Tidak mungkin kita hidup di dunia hanya untuk main-main semata, akan tetapi tujuan yang sangat mulia dari kehidupan di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah Rabbul ‘Izzati wal Jalalah.







    Yang terpenting bukan sebatas kita melaksanakan ibadah, namun yang terpenting adalah senantiasa istiqamah di atas ibadah. Banyak orang mampu melakukan shalat malam, tapi untuk istiqamah shalat malam, banyak di antara kita yang sulit melakukannya. Banyak di antara kita yang mampu melakukan puasa, tapi istiqamah untuk senantiasa menjaga puasa-puasa sunnah, maka itu sesuatu yang tidak mudah, saudaraku seiman.







    Maka yang kita inginkan dan selalu minta kepada Allah adalah diistiqamahkan diri kita di atas amalan shalih, sampai kita meninggal dunia, sampai kita bertemu dengan Allah Rabbul ‘Izzati wal Jalalah, membawa ibadah dan amalan shalih yang Allah cintai. Karena seseorang akan meninggal di atas kebiasaannya. Maka kebiasaan-kebiasaan yang mulia itu jangan sampai kita tinggalkan. Sungguh tercela orang yang tadinya membiasakan kebaikan, dia biasa membaca Al-Qur’an, lalu ia tinggalkan, dan sekarang ia terbiasa membaca koran. Subhanallah.







    Memang setiap amal pasti ada masa-masa semangat, dan setiap masa semangat ada akan ada masa-masa lemah. Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    إِنَّ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَةً وَلِكُلِّ شِرَةٍ فَتْرَةً فَمَنْ كَانَتْ شِرَتُهُ إِلَى سُنَّتِى فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ







    “Setiap amal ada masa semangatnya, dan setiap masa semangat ada masa lemahnya,

    • 10 min

Customer Reviews

4.8 out of 5
334 Ratings

334 Ratings

Edi Ahmed68 ,

Pewaris para Nabi

Dakwah sesuai Alquran dan Hadist dan pemahaman salafus shalih
Buat yg diberi kelebihan harta oleh Allah mohon dibantu dakwah Sunnah ini.

Um.Aisyah ,

Barakallahu fiiikum

Barakallahu fiikum jami’an, semoga podcast nya selalu update ya, min.
Syukran

abu farros ,

Sangat bermanfaat

Baarokallohu fiikum

Top Podcasts In Religion & Spirituality

Hanan Attaki
Hanan Attaki
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Mishary Rashid Alafasy
Muslim Central
Nouman Ali Khan
Muslim Central
Saad al-Ghamdi
Muslim Central
Joel Osteen Podcast
Joel Osteen, SiriusXM

You Might Also Like

Podcast Dakwah Sunnah
podcastdakwahsunnah
Cerita Sejarah Islam
Cerita Sejarah Islam Podcast
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Mishary Rashid Alafasy
Muslim Central
Rumayshocom
Rumaysho.com
Radio Muhajir Project
Muhajir Project