Tidak Pernah Cukup Truth Daily Enlightenment

    • Christianity

Semua orang, termasuk kita, ingin memiliki hidup senikmat-nikmatnya, senyaman-nyamannya, seindah-indahnya, setenang-tenangnya. Karenanya, kita memilih tempat tinggal yang baik, membangun rumah dengan fasilitas sarana yang baik, melakukan berbagai usaha untuk memiliki hidup senyaman-nyamannya. Sejujurnya, pernahkah kita menemukan orang yang hidupnya nyaman sekali, sangat damai, sejahtera sekali, benar-benar ideal? Sehingga hidup orang itu bisa menjadi model atau prototipe dari hidup yang kita usahakan untuk kita capai. Pernahkah kita menemukan itu?

Sejatinya, sulit menemukan model hidup yang ideal tersebut. Sehingga kita berjalan tanpa tujuan. Karena kita merasa bahwa bila kita mencapai apa yang kita target, maka kita akan memiliki sebuah hidup yang ideal. Tapi, setelah kita capai, ternyata belum ideal juga. Contoh sederhana, waktu masih muda berpikir kalau sudah lulus studi, bisa melamar pekerjaan lalu bisa mendapatkan nafkah, sampai di situ dulu. Tapi setelah bisa bekerja dan mendapat gaji, mulai berpikir bagaimana punya mobil. Karena selama ini naik motor. Setelah beli mobil, berpikir bagaimana punya rumah. Dan seterusnya. Sampai ujungnya mati dan tidak pernah mendapatkan hidup yang ideal itu. Ini bukan pesimis, tetapi realistis.

Mengutip ucapan Tuhan Yesus di Yohanes 4 dengan perempuan Samaria dikatakan, “Kalau kamu minum air ini, kamu haus lagi. Tapi, kalau kamu minum air yang Kuberikan, daripadamu akan memancar air kehidupan.” Karena Tuhan memberikan air kehidupan yang akan memancar dalam diri orang itu. Kita tidak akan pernah cukup tanpa Tuhan. Kita harus berani memercayai bahwa dengan Tuhan itu, cukup. Jangan ragukan, sebab segala kuasa di tangan Tuhan. Tuhan pasti akan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya. Hanya orang-orang yang bisa berkata, “Engkau, cukup bagiku, Tuhan” baru bisa menjadi kekasih Tuhan. 

Kita harus sungguh-sungguh merasakan bahwa hanya Tuhan yang menjadi kebutuhan kita, seperti rusa merindukan sungai yang berair. Kehidupan seekor rusa tidak bisa hidup tanpa air. Tuhan harus menjadi kehidupan kita. Sehingga kita bisa berkata, seperti pemazmur, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Pertanyaan yang kita harus bangkitkan dalam diri kita: “Bagaimana bisa menjadi manusia seperti ini?” Pernahkah kita memperkatakan atau mempersoalkannya? Sebab kalau kita membaca di dalam Mazmur 73, orang-orang yang tidak takut akan Allah, hidupnya nyaman; seperti keberkatan, sehat dan gemuk, senang selamanya. Senang selamanya tentu bukan selama-lamanya, melainkan selama waktu di bumi. 

Rupanya, ini adalah kehidupan yang ideal menurut mata manusia; kaya, sehat, gemuk, banyak pengaruh, orang banyak mengikuti dia. Tentu hidup seperti inilah yang dicari rata-rata semua kita dulu; jangan-jangan sekarang masih. Jadi, mari kita buang semua konsep idealnya hidup yang kita bangun sejak kita kanak-kanak. Harus jujur kita akui, memang ada manusia seperti ini, walaupun hanya 1% atau 0,5%. Tetapi, yang dalam sekejap bisa dijatuhkan hingga hancur dan binasa, sungguh mengerikan. Namun di satu sisi, Tuhan bisa memojokkan, menyudutkan kita pada satu situasi di mana kita bisa mengatakan, “Hanya Engkau yang kuingini.” Jadi bersyukur kalau kita dibawa kepada keadaan-keadaan sulit ternyata keadaan itu membawa kita ke dalam kemuliaan. 

Bukankah faktanya kita telah teracuni oleh dunia? Pasti di antara kita ada yang merasa hidupnya sedang invalid; artinya cacat, tidak utuh, ada kekurangan, ada ketidaklengkapan. Entah, karena belum menikah atau menikah belum punya anak atau mungkin sedang menganggur atau usaha sedang berat, masalah utang piutang, masalah sakit penyakit dan lainnya. Kiranya melalui renungan hari ini, pikiran kita terbuka. Hidup yang ideal adalah jika kita berjalan dengan Tuhan. Maka, kita harus mengalami berjalan dengan Tuhan. Kita harus merasakan dalam genggaman Tuhan. Kita harus merasakan dalam persekutuan dengan Tuhan. 

Doa yang benar itu 24 jam setiap hari.

Semua orang, termasuk kita, ingin memiliki hidup senikmat-nikmatnya, senyaman-nyamannya, seindah-indahnya, setenang-tenangnya. Karenanya, kita memilih tempat tinggal yang baik, membangun rumah dengan fasilitas sarana yang baik, melakukan berbagai usaha untuk memiliki hidup senyaman-nyamannya. Sejujurnya, pernahkah kita menemukan orang yang hidupnya nyaman sekali, sangat damai, sejahtera sekali, benar-benar ideal? Sehingga hidup orang itu bisa menjadi model atau prototipe dari hidup yang kita usahakan untuk kita capai. Pernahkah kita menemukan itu?

Sejatinya, sulit menemukan model hidup yang ideal tersebut. Sehingga kita berjalan tanpa tujuan. Karena kita merasa bahwa bila kita mencapai apa yang kita target, maka kita akan memiliki sebuah hidup yang ideal. Tapi, setelah kita capai, ternyata belum ideal juga. Contoh sederhana, waktu masih muda berpikir kalau sudah lulus studi, bisa melamar pekerjaan lalu bisa mendapatkan nafkah, sampai di situ dulu. Tapi setelah bisa bekerja dan mendapat gaji, mulai berpikir bagaimana punya mobil. Karena selama ini naik motor. Setelah beli mobil, berpikir bagaimana punya rumah. Dan seterusnya. Sampai ujungnya mati dan tidak pernah mendapatkan hidup yang ideal itu. Ini bukan pesimis, tetapi realistis.

Mengutip ucapan Tuhan Yesus di Yohanes 4 dengan perempuan Samaria dikatakan, “Kalau kamu minum air ini, kamu haus lagi. Tapi, kalau kamu minum air yang Kuberikan, daripadamu akan memancar air kehidupan.” Karena Tuhan memberikan air kehidupan yang akan memancar dalam diri orang itu. Kita tidak akan pernah cukup tanpa Tuhan. Kita harus berani memercayai bahwa dengan Tuhan itu, cukup. Jangan ragukan, sebab segala kuasa di tangan Tuhan. Tuhan pasti akan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya. Hanya orang-orang yang bisa berkata, “Engkau, cukup bagiku, Tuhan” baru bisa menjadi kekasih Tuhan. 

Kita harus sungguh-sungguh merasakan bahwa hanya Tuhan yang menjadi kebutuhan kita, seperti rusa merindukan sungai yang berair. Kehidupan seekor rusa tidak bisa hidup tanpa air. Tuhan harus menjadi kehidupan kita. Sehingga kita bisa berkata, seperti pemazmur, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Pertanyaan yang kita harus bangkitkan dalam diri kita: “Bagaimana bisa menjadi manusia seperti ini?” Pernahkah kita memperkatakan atau mempersoalkannya? Sebab kalau kita membaca di dalam Mazmur 73, orang-orang yang tidak takut akan Allah, hidupnya nyaman; seperti keberkatan, sehat dan gemuk, senang selamanya. Senang selamanya tentu bukan selama-lamanya, melainkan selama waktu di bumi. 

Rupanya, ini adalah kehidupan yang ideal menurut mata manusia; kaya, sehat, gemuk, banyak pengaruh, orang banyak mengikuti dia. Tentu hidup seperti inilah yang dicari rata-rata semua kita dulu; jangan-jangan sekarang masih. Jadi, mari kita buang semua konsep idealnya hidup yang kita bangun sejak kita kanak-kanak. Harus jujur kita akui, memang ada manusia seperti ini, walaupun hanya 1% atau 0,5%. Tetapi, yang dalam sekejap bisa dijatuhkan hingga hancur dan binasa, sungguh mengerikan. Namun di satu sisi, Tuhan bisa memojokkan, menyudutkan kita pada satu situasi di mana kita bisa mengatakan, “Hanya Engkau yang kuingini.” Jadi bersyukur kalau kita dibawa kepada keadaan-keadaan sulit ternyata keadaan itu membawa kita ke dalam kemuliaan. 

Bukankah faktanya kita telah teracuni oleh dunia? Pasti di antara kita ada yang merasa hidupnya sedang invalid; artinya cacat, tidak utuh, ada kekurangan, ada ketidaklengkapan. Entah, karena belum menikah atau menikah belum punya anak atau mungkin sedang menganggur atau usaha sedang berat, masalah utang piutang, masalah sakit penyakit dan lainnya. Kiranya melalui renungan hari ini, pikiran kita terbuka. Hidup yang ideal adalah jika kita berjalan dengan Tuhan. Maka, kita harus mengalami berjalan dengan Tuhan. Kita harus merasakan dalam genggaman Tuhan. Kita harus merasakan dalam persekutuan dengan Tuhan. 

Doa yang benar itu 24 jam setiap hari.