10 episodi

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM

    • Religione e spiritualità

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

    Belajar Memahami Manusia dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

    Belajar Memahami Manusia dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

    Belajar Memahami Manusia dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 28 Syawal 1445 H / 07 Mei 2024 M.















    Kajian Tentang Belajar Memahami Manusia dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam







    Pada kajian kali ini kita belajar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai teladan. Beliau adalah guru yang baik, beliau adalah pendidik yang sukses. Maka kita wajib menjadikan beliau sebagai panutan dalam mendidik. Demikian pula, di dalam hal keterampilan meyakinkan lawan bicara atau objek pendidikan kita.







    Nabi adalah orang yang bisa memahami bahwa manusia itu tidak sama. Kadang-kadang kita harus melihat manusia dari sisi lain yang mungkin tidak orang lain lihat. Dan ini tentunya husnudzan yang harus di kedepankan, positive thinking. Karena untuk mencari sisi buruk manusia itu mudah, tidak semudah mencari sisi positifnya. Maka dari itu, perlu kita kedepankan asas praduga tidak bersalah, atau husnudzan di dalam berhadapan dengan siapapun. Itu yang kita ambil dan petik pelajarannya dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.







    Ada sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah nomor 370. Bahwa ada seorang pemuda yang datang kepada nabi. Lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah aku berzina.”







    Bagaimana respon kita kalau ada orang datang dan berkata seperti itu? Mungkin kita akan mengatakan, “Kamu gila,” atau akan mengusirnya. Seluruh sahabat yang hadir spontan menoleh dan mencelanya. Padahal nabi belum bereaksi, tapi orang-orang yang ada di sekitar sahabat-sahabat nabi langsung memprotes dan mengingkari pemuda tersebut.







    Maka, mendengar ucapan pemuda itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Sini, mendekatlah.” Nabi justru memanggilnya ketika para sahabat ingin mengusirnya, tapi nabi justru menyuruhnya mendekat. Maka pemuda itu pun mendekat kepada nabi, lalu ia duduk.







    Selanjutnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, “Apakah engkau suka bila perbuatan zina itu menimpa ibumu?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, sungguh, demi Allah, aku tidak suka.” Maka Rasul berkata, “Demikian juga orang-orang lain tidak suka bila perzinaan itu menimpa ibu-ibu mereka.”







    Kita harus menghadirkan rasa empati gitu terhadap orang, bahwa orang juga tidak suka hal itu terjadi pada mereka, sebagaimana kamu juga tidak suka hal itu menimpa dirimu. Ini sering dibangkitkan nabi di dalam banyak momen. Kadang-kadang orang lupa empati.







    Ini seperti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika menjelaskan kepada seorang yang datang bertanya tentang perkara yang bisa masukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari adzab neraka. Maka nabi menjelaskan kepadanya tentang enam perkara, lima di antaranya adalah rukun Islam, yaitu tauhid Laa Ilaaha Illallah, shalat, puasa, zakat, haji. Tapi ada satu poin lagi yang nabi jelaskan kepadanya, menjawab pertanyaannya, “Apa yang bisa membuatku masuk surga dan menyelamatkanku dari adzab neraka?” Poin keenam ini nabi mengatakan, “Perhatikan apa yang kamu suka orang-orang melakukannya kepadamu, maka lakukanlah itu kepada mereka juga. Dan apa yang kamu tidak suka mereka melakukannya terhadapmu,

    • 50 min
    Haramnya Mencela Nasab-Nasab Keturunan

    Haramnya Mencela Nasab-Nasab Keturunan

    Haramnya Mencela Nasab-Nasab Keturunan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 28 Syawal 1445 H / 07 Mei 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Diharamkannya Merendahkan Seorang Muslim















    Kajian Tentang Haramnya Mencela Nasab-Nasab Keturunan







    Pembahasan kita pada kesempatan yang baik ini masih berkaitan dengan sejumlah hal yang dilarang di dalam Islam. Kita membahas bab yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi, باب تحريم الطعن في الأنساب الثابتة في ظاهر الشرع yaitu bab tentang haramnya mencela nasab-nasab keturunan yang sudah tetap menurut hukum syariat.







    Adapun ayat yang dibawakan oleh Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu Ta’ala, yaitu firman Allah dalam Surah Al-Ahzab ayat yang ke-58,







    وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا







    “Dan orang-orang yang menyakiti kaum mukminin laki-laki dan wanita dengan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan, maka orang tersebut telah membawa sebuah fitnah dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab[33]: 58)







    Jadi, dari bab ini kita melihat betapa Islam ini memperhatikan masalah nasab, karena nasab keturunan ini penting. Oleh karena itu, Islam mengharamkan berzina dan selingkuh, karena ini akan menimbulkan anak-anak zina yang tidak sah dari sisi pernikahan. Islam memerintahkan untuk menikah dan memerintahkan untuk menjaga dan mengetahui garis keturunan kita.







    Orang-orang Arab dahulu, bahkan sampai sekarang, mereka sangat menjaga garis keturunan mereka, karena ini hal berkaitan dengan kejelasan garis keturunan tersebut. Oleh karena itu, kalau ada orang yang kemudian menisbahkan nasabnya bukan kepada ayahnya atau kakeknya, tapi kepada orang lain, ini hukumnya haram, tidak dibenarkan oleh Islam.







    Kemudian kita melihat juga dalam hal berkaitan dengan keturunan dan nasab ini, berkaitan dengan lima hal yang harus dijaga dalam Islam.







    Pertama, Islam menjaga agama Allah, Maka dari itu, ada perintah untuk berjihad di jalan Allah, ada perintah untuk amar makruf nahi munkar, benar-benar menjaga agama Allah, dan dilarang melecehkan agama Allah Ta’ala. Bahkan, seorang yang melecehkan agama Allah dan dia punya ilmu, ini bisa terjerumus dalam kekufuran.







    Kedua, Islam memelihara jiwa. Maka dari itu, Islam melarang seorang Muslim membunuh saudaranya, bahkan juga melarang membunuh orang-orang kafir yang berlindung di negeri Muslim. Islam menjaga kehormatan jiwa manusia.







    Ketiga, menjaga harta. Harta adalah sesuatu yang menjadi milik seseorang. Tidak boleh kita mengambil harta orang lain dengan cara yang batil. Islam melarang merampok, mencuri, menipu dalam hal berkaitan dengan harta. Ini karena harta adalah sesuatu yang harus dijaga bagi seorang Muslim. Oleh karena itu pula Islam mewajibkan seseorang membayar hutang. Jika tidak dibayar di dunia, maka akan dituntut di akhirat nanti.







    Keempat, menjaga kehormatan. Maka dari itu, Islam melarang menuduh seorang Muslim berzina tanpa mendatangkan bukti dan saksi. Dan ini semua menunjukkan bahwa Islam menjaga kehormatan seorang Muslim.

    • 1h 27 min
    Pelajaran dari Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya

    Pelajaran dari Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya

    Pelajaran dari Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 27 Syawal 1445 H / 06 Mei 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam















    Kajian Tentang Pelajaran dari Kisah Nabi Shalih dan Kaumnya







    Pada kesempatan ini, memasuki pelajaran-pelajaran atau ibrah yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Shalih. Ada lima pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah Nabi Shalih.







    Pelajaran yang pertama adalah kita mengambil nasihat dan pelajaran dari kebinasaan orang-orang yang dibinasakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,







    وَأَنذِرِ النَّاسَ يَوْمَ يَأْتِيهِمُ الْعَذَابُ فَيَقُولُ الَّذِينَ ظَلَمُوا رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ نُّجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ ۗ أَوَلَمْ تَكُونُوا أَقْسَمْتُم مِّن قَبْلُ مَا لَكُم مِّن زَوَالٍ ‎﴿٤٤﴾‏ وَسَكَنتُمْ فِي مَسَاكِنِ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ وَتَبَيَّنَ لَكُمْ كَيْفَ فَعَلْنَا بِهِمْ وَضَرَبْنَا لَكُمُ الْأَمْثَالَ ‎﴿٤٥﴾‏







    “Dan berikanlah peringatan kepada manusia pada hari mereka ditimpa adzab, kemudian berkatalah orang-orang yang dzalim: ‘Wahai Rabb kami, berilah kesempatan kepada kami (untuk kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul’. (Kepada mereka dikatakan): ‘Bukankah dahulu kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? dan kamu telah tinggal di tempat-tempat orang-orang yang mendzalimi diri mereka sendiri, dan telah jelas bagimu bagaimana Kami telah memperbuat terhadap mereka dan Kami telah membuat perumpamaan.” (QS. Ibrahim[14]: 44-54)







    Di sini Allah mengabarkan kepada kita tentang orang-orang yang dzalim, yang diadzab oleh Allah, berharap mereka diberi kesempatan untuk hidup di dunia walaupun sebentar saja, untuk menerima seruan dan ajakan Allah, taat kepada para rasul, tapi tidak bisa. Dan orang-orang yang dzalim, yang diadzab oleh Allah, akan menyesal, seperti mereka menyesal.







    Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu pernah berkata, “Orang yang bahagia itu orang yang bisa mengambil pelajaran dari orang lain.”







    Jadi, ketika hidup di atas muka bumi ini, kita harus bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi sebelum kita dan dari apa yang terjadi di saat-saat ini. Allah kabarkan dalam Al-Qur’an, dari orang-orang yang dibinasakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang-orang yang melakukan kesyirikan, tidak taat kepada Allah, tidak taat kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, atau para rasul sebelumnya. Itu dibinasakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.







    Kita lihat di sini, Nabi Shalih ketika mendakwahi mereka agar mentauhidkan, taat kepada Allah dan taat kepada rasul. Mereka malah menolak ajakan Nabi Shalih dan membunuh untanya, kemudian Allah binasakan.







    Penulis mengatakan bahwa kalau kita melewati tempat-tempat dibinasakannya orang-orang yang diadzab, kita harus memperhatikan adab-adab berikut ini;







    Yang pertama, kita mengambil ibrah akan kebinasaan mereka. Allah Taala berfirman,

    • 56 min
    Bisikan Malaikat dan Bisikan Setan

    Bisikan Malaikat dan Bisikan Setan

    Bisikan Malaikat dan Bisikan Setan adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 27 Syawal 1445 H / 06 Mei 2024 M.















    Kajian Islam Ilmiah Tentang Bisikan Malaikat dan Bisikan Setan







    Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata,







    ما منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الجن وقرينه من الملائكة…







    “Tidak seorang pun di antara kalian kecuali telah ditugaskan temannya dari jin dan dari malaikat.” Mereka bertanya, “Meskipun engkau, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Juga kepadaku, akan tetapi Allah ‘Azza wa Jalla menolongku atasnya, maka ia masuk Islam dan tidak menyuruhku kecuali kebaikan.” (HR. Muslim)







    Juga dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar dari kamarnya pada suatu malam. Kemudian, ia berkata, “Aku pun cemburu.” Maka beliau melihat apa yang aku kerjakan, dan bertanya, “Wahai Aisyah, apa yang engkau lakukan, apakah engkau cemburu?” Maka aku menjawab, “Bagaimana tidak cemburu, wanita sepertiku memiliki suami sepertimu.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Apakah telah datang kepadamu setanmu, Aisyah?” Maka Aisyah menjawab, “Ya Rasulullah, apakah bersamaku ada setan?” Nabi mengatakan, “Iya.” Aisyah bertanya, “Dan bersama setiap orang?” Beliau menjawab, “Iya.” “Dan bersamamu juga ada, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, Aisyah bertanya, “Iya, tetapi Tuhanku telah menolongku sehingga masuk Islam.” (HR. Muslim)







    Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    إِنَّ لِلشَّيْطَانِ لَمَّةً بِابْنِ آدَمَ وَلِلْمَلَكِ لَمَّةً فَأَمَّا لَمَّةُ…







    “Sungguhnya setan itu mempunyai bisikan kepada anak Adam, juga malaikat punya bisikan, adapun bisikan setan maka ajakan melakukan keburukan dan mendustakan kebenaran, adapun bisikan malaikat maka ia adalah ajakan melakukan kebaikan dan membenarkan yang haq, maka barangsiapa yang mendapatkan bisikan tersebut, hendaklah ia memuji kepada Allah. Dan barangsiapa yang mendapati selainnya, maka hendaklah ia meminta perlindungan dari setan yang terkutuk.” Kemudian, beliau membaca, ‘Setan menjajikan kepada kalian kefakiran, dan mengajak kalian melakukan perbuatan keji.'” (HR. Tirmidzi)







    Sesungguhnya termasuk perkara yang penting untuk diperhatikan dalam memperbaiki hati, yaitu mengetahui perbedaan antara bisikan malaikat dan bisikan setan. Bisikan adalah sesuatu yang terbetik dalam hati. Sehingga orang yang menjaga dirinya, ia melihat apakah yang terbetik dalam hatinya itu adalah bisikan setan atau bisikan malaikat. Hendaklah ia benar-benar mengetahui perbedaan dengan ilmu dan cahaya ketakwaan, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla,







    إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ

    • 35 min
    Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta

    Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta

    Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 27 Syawal 1445 H / 06 Mei 2024 M.















    Kajian tentang Talbis Iblis Terhadap Sufi dalam Hal Fisik dan Harta







    Kita sampai pada poin penyimpangan kaum sufi atau talbis iblis terhadap mereka dalam hal fisik dan harta, yaitu beberapa riwayat-riwayat yang dinukil dari mereka tentang penyiksaan terhadap diri atau membebani diri, kadang-kadang di luar kemampuan, dan memusnahkan harta atau membuang-buang harta dengan alasan takut terkena fitnahnya. Ini banyak dinukil dari kaum sufi, beberapa riwayat-riwayat kisah-kisah tentang penyiksaan diri atau sengaja menyulitkan, bahkan mencelakakan diri sendiri. Seperti yang dinukil oleh Abu Hamid al-Ghazali di dalam Ihya Ulumuddin. Dia berkata, bahwa ada orang tua aksudnya yang sangat malas untuk shalat malam pada fase-fase awal keinginannya menjalani kehidupan sufi. Disebutkan di sini bahwa dia memaksa dirinya berdiri sepanjang malam, dengan kepala di bawah kaki di atas. Kondisi seperti ini tentunya menyiksa diri. Itu dilakukannya, supaya jiwanya mau mengerjakan shalat malam secara sukarela tanpa ada rasa terpaksa.







    Ini salah satu dari banyak kisah tentang bagaimana bentuk-bentuk penyiksaan terhadap diri, menyiksa fisik, atau melakukan hal-hal yang tidak wajar. Berdiri normal saja sepanjang malam itu tidak pernah dilakukan nabi. Ada waktu yang diberikan untuk tidur, sebagaimana kata nabi ketika ada seorang yang berkata, “Ya Rasulullah, aku akan shalat malam terus, tidak akan tidur selama-lamanya, sepanjang malam setiap hari.” Maka nabi mengatakan, “Aku shalat, dan juga aku tidur.”







    Jadi, nabi juga tidur. Harus ada waktu yang kita berikan untuk diri. Padahal ini berdiri normal. Sementara yang dilakukan oleh orang ini, seperti yang diceritakan oleh Abu Hamid al-Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin, dia berdiri dengan kepala di bawah kaki di atas. Ini tentunya boleh dikatakan tidak masuk akal.







    Kemudian, kalaulah benar-benar dilakukan, itu adalah bentuk penyiksaan diri. Ini mirip latihan bela diri, bukan untuk memotivasi diri untuk mengerjakan shalat malam.







    Demikian pula sikap mereka terhadap harta yang cenderung akhirnya menyia-nyiakan dan membuang-buangnya. Sementara di dalam Islam, kita tidak boleh membuang-buang harta.







    Disebutkan di sini oleh Ibnul Jauzi bahwa ada yang mengatasi rasa cintanya terhadap harta dengan menjual seluruh asetnya. Lalu hasil penjualannya itu dibuang ke laut. Ini adalah membuang-buang harta. Sedangkan kita tidak boleh membuang-buang harta.







    Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,







    وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ…







    “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…” (QS. Al-Baqarah[2]: 195)







    Makna “Janganlah lemparkan dirimu sendiri kepada kebinasaan” yaitu kita tidak boleh juga membuang harta lalu membinasakan atau memudaratkan diri sendiri. Tidak usahlah dibuang, bahkan jika disedekahkan saja, maka tidak boleh seluruhnya, sehingga kita meninggalkan anak dan istri dalam keadaan fakir, terpaksa harus meminta-minta kepada manusia. Itu tidak dibenarkan juga,

    • 33 min
    Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid

    Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid

    Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Minhaj Al-Firqah an-Najiyah wa ath-Tha’ifah Al-Manshurah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah Taslim, M.A. pada Sabtu, 25 Syawal 1445 H / 04 Mei 2024 M.







    Kajian sebelumnya: Golongan Yang Selamat Fanatik Kepada Al-Qur’an dan Hadits















    Senantiasa Mengajak Manusia Kepada Tauhid







    Makna kalimat Laa ilaaha illallah yaitu tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata. Inilah tauhid, inilah keyakinan yang ada di hati orang-orang yang beriman, dan inilah sebab yang menjadikan seorang hamba merasakan kebahagiaan dan ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan seorang menjadikan dirinya benar-benar sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dengan itulah dia menempatkan dirinya di tempat yang sesuai dengan tujuan penciptaannya. Tentu dengan itu, dia akan mendapatkan semua kebaikan-kebaikan dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala.







    Kita sampai di poin yang keempat. Beliau berkata Rahimahullahu Ta’ala, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menetap di Makkah selama 13 tahun, senantiasa beliau mengajak kepada orang-orang Arab.”







    Ingat, yang beliau ajak adalah orang-orang yang paham bahasa Arab, yang paham bahasa Al-Qur’an. Dan ajakan beliau yang utama adalah ajakan kepada Fitrah. Yakni, seharusnya kita berpikir Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak susah mengajak mereka, tapi kenapa sampai 13 tahun? Sementara yang paling utama beliau serukan adalah, “Ucapkanlah Laa ilaaha illallah , kalian akan beruntung.”







    Ini menunjukkan dakwah tauhid ini diulang-ulang, karena meskipun tauhid ini adalah pembahasan yang paling mudah, yang paling sesuai dengan fitrah manusia, sesuai dengan akal sehat manusia, tapi kita harus ingat godaan setan yang paling besar adalah berusaha untuk memalingkan manusia dari tauhid. Makanya Al-Qur’an diturunkan dengan petunjuknya yang sempurna, paling banyak membahas tentang masalah tauhid, paling banyak membantah tentang keburukan perbuatan syirik. Ini kitab yang diturunkan sebagai sebaik-baik petunjuk, isinya tentang itu.







    Perkara tauhid bukanlah perkara yang diremehkan. Seseorang butuh memahami tauhid dengan benar, dan tidak kalah pentingnya adalah dia butuh untuk mengamalkan dan istiqamah di atasnya, istiqamah di atas kalimat Laa ilaaha illallah, sampai menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan pentingnya, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama 13 tahun menyerukan kepada umatnya, orang-orang Arab yang mereka paham bahasa Arab, mereka paham isi Al-Qur’an. Beliau senantiasa menyerukan untuk mereka kembali kepada makna kalimat Laa ilaaha illallah (tidak ada sembahan yang benar selain Allah). Sebagaimana seruan dakwah para nabi yang lainnya ‘Alaihimush Shalatu was Salam,







    …يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ…







    “Wahai kaumku, sembahlah kalian kepada Allah semata-mata, karena tidak ada bagi kalian sembahan yang benar selain Dia.” (QS. Hud[11]: 84)

    • 55 min

Top podcast nella categoria Religione e spiritualità

Anima Ribelle Podcast con Ellis De Bona
Ellis De Bona
The Basement
The Basement
The Catholic Talk Show
Ryan Scheel, Ryan DellaCrosse, and Fr. Richard Pagano
Soli
storielibere.fm
Esoterismo e Mistero
Zio Giarly
Omar Suleiman
Muslim Central

Potrebbero piacerti anche…

Podcast Dakwah Sunnah
podcastdakwahsunnah
Cerita Sejarah Islam
Cerita Sejarah Islam Podcast
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Radio Muhajir Project
Muhajir Project
Tentang Rasa
Tentangrasa
Mishary Rashid Alafasy
Muslim Central