Podcast #JalanBarengDewi Dewi Rachmanita Syiam

Keseringan solo traveling bikin mau nggak mau harus banyak kenal sama orang. Harus SKSD dulu biar punya teman baru selama perjalanan. Nyarinya bisa dari mana aja dan bisa berujung dapat macam-macam informasi. Cerita dari orang-orang di perjalanan pun jadi salah satu aspek paling menarik dan seru sebagai pengalaman.

Podcast kali ini bahas sedikit cerita how to make friends while travelling yang gue rekam saat diundang sharing dalam webinar bersama Find Your Trip Buddy. Masih part 1 yaas~

Beberapa bulan gue lalu main-main ke Jogja. Bagi gua sendiri, Jogja ya udah kayak rumah aja. Ke sana juga bukan lagi ke destinasi yang biasa rame dikunjungin wisatawan. Gue malah makin banyak luangin waktu buat makan, terutama yang memang biasa disantap masyarakat lokal.

Biar lebih afdol dan valid, gue akhirnya ngobrol sama salah satu Foodgramer yang akunnya udah hits di Instagram buat tahu rekomendasi kuliner kota pelajar itu. Ada Mas Dadad Sea dari Javafoodie yang ceritain kuliner di Jogja. Mulai dari gimana Javafoodie itu sendiri berdiri, ayam geprek pertama di dunia, sampai perkopian di Jogja, dan seluk beluk per-burjo-an.

Yang pasti, ngedit dan dengerin ulang ini bikin gue laper dan pengen cepet buru-buru balik ke Jogja selepas virus COVID-19 ini kelar.

#JalanBarengDewi

Beberapa bulan lalu gue ke Jogja dan bertemu sama teman-teman Women in Tourism Indonesia. Kami ngobrol santai tentang pejalan perempuan, maupun pekerja perempuan di sektor pariwisata selama ini. Semisal stereotip, tips buat perempuan yang mau coba traveling, sampai masih minimnya posisi top level bagi perempuan dalam industri pariwisata.



Di sebuah restoran daerah Kota Gede, gue dan Mbak Laksmi dari Women in Tourism Indonesia berbagi kisah buat lo. Spesial gue upload hari ini yang diperingati sebagai International Women's Day.

Tentu nggak asing dong sama wisata selfie yang serba warna-warni. Mulai dari rumah-rumah warga di berbagai kampung, jembatan, sampai batu dicat warna-warni. Penampakannya pun lumrah viral di medsos. Risih nggak sih? Atau lo ngerasa fine aja sama tempat wisata model kayak gitu? Kalau dari thread di Twitter yg sempat viral bulan lalu, wisata kampung warna-warni yg katanya “ala2” itu terkadang dgn tanpa referensi oke dan berujung kenorakan. Orientasinya “instagrammable” semata dan bikin substansi daerah dilupakan. Tapi, gimana ya menurut kaca mata Sarani Pitor, peneliti pariwisata lulusan Wegeningen University? Apa emang itu beneran unfaedah walau masyarakat lokal senang-senang aja? Meluncur langsung ke Spotify, Anchor, dll. untuk kulik lebih jauh soal ini. Tautan di bio~ Pssst sorry agak brisik dan ke mana2. Maklum ngobrolnya sambil makan sushi! Hihiiii🍣🍣🍣 Gambar ciamik selfie dengan iphone boba ini hasil kolaborasi bersama @farhaidar. Sedangkan sound dimixing mantap sama @chfdzm 🌈🌈🌈

Akhirnya gue menyelam!

Pertama kali menyelam alias try scuba langsung di Wakatobi. Taman Nasional di Sulawesi Tenggara yang merupakan segitiga karang dunia. Tentu menarik karena bisa lihat berbagai terumbu karang dan biota laut. Tapi, yang menarik juga karena ini pertama kalinya gue menyelam dan banyak nggak tahunya. Sampai-sampai jadi bahan ketawa teman satu tim.

Nggak cuma menyelam pertama, di Wakatobi seumur hidup gue baru merasakan mimisan. Dan itu di bawah laut. Muka udah darah semua saat naik ke permukaan. Untungnya sih nggak panik, malah menyelam bikin nagih sob.

Anak kelas 3 SD yang umurnya belum genap 8 tahun naik kereta sendiri dari Jakarta ke Cilacap. Kok bisa? 

Teman gue Chafidz ceritain pengalamannya di kereta saat itu. Lengkap saat dia mesti duduk di kolong antarkursi dan makan pecel pemberian teman perjalanan.

Gue pun nggak kalah kasih beberapa cerita selama naik moda transportasi favorit, yakni kereta, khususnya ekonomi. Juga obrolan yang biasanya gue dapat saat mesti duduk di kursi 90 derajat. Ya nggak jauh-jauh dari petuah soal jodoh sih.

Kalau lo gimana? Apa aja cerita-cerita lo di kereta?