10 episodes

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

Radio Rodja 756 AM Radio Rodja 756AM

    • Religion & Spirituality
    • 4.0 • 8 Ratings

Ilmu adalah cahaya yang menerangi kehidupan hamba sehingga dia tahu bagaimana beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan para hamba Allah dengan cara-cara yang benar.

    Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir

    Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir

    Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir adalah kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. pada Ahad, 17 Dzulqa’dah 1445 H / 25 Mei 2024 M.







    Kajian Tentang Beriman Bahwasannya Allah Telah Menulis Takdir







    Beriman kepada takdir adalah rukun iman yang keenam. Dimana iman kepada takdir memiliki banyak manfaat. Di antaranya adalah menambah keyakinan bahwa ilmu Allah itu sempurna dan luas. Ketika kita meyakini bahwa takdir telah ditentukan dan seluruh makhluk telah ditentukan ketentuannya, itu menunjukkan bahwa ilmu Allah sangat luas dan sempurna. Allah tahu apa yang akan terjadi sampai hari kiamat.







    Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Debatlah orang-orang qadariyah dengan ilmu Allah.” Tanya kepada orang qadariyah (kelompok yang menolak adanya takdir), apakah Allah mengetahui apa yang akan terjadi sampai hari kiamat? Jika mereka menjawab Allah tahu, maka mereka telah membatalkan keyakinan mereka, karena orang qadariyah menolak adanya takdir. Jika mereka mengatakan Allah tidak tahu, maka mereka kafir karena meniadakan ilmu Allah.







    Karena ilmu Allah sangat sempurna, maka ketentuan Allah pun tidak akan berubah-ubah, berbeda dengan manusia. Aturan manusia bisa berubah-ubah mengikuti zaman, tempat, dan lainnya karena ilmu manusia kurang dan sedikit. Oleh karena itu, aturan sering berubah-ubah. Sedangkan Allah, aturanNya tidak mungkin berubah-ubah karena Allah tahu apa yang akan terjadi sampai masa depan. Maka takdir Allah tidak berubah.







    Adapun hadits yang menyebutkan bahwa, لا يرد القدر إلا الدعاء (Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa), apakah artinya takdir akan berubah dengan doa?







    Para ulama mengatakan bahwa doa itu termasuk sebab. Sama halnya dengan orang yang lapar kemudian mencari makan. Ketika dia lapar, itu takdir. Lalu dia makan dan setelah makan kenyang, itu juga takdir. Semua tidak lepas dari ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demikian pula doa, doa adalah sebab untuk mendapatkan takdir yang telah Allah tentukan kepada kita.







    Beriman bahwa Allah telah menulis takdir







    Seluruh manusia sudah ditakdirkan 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Ingat, takdir itu rahasia Allah. Masalah takdir cukup kita beriman saja. Adapun jika kita terlalu dalam memikirkan takdir, khawatirnya lama-lama kita akan mendustakan takdir dan akhirnya menolak takdir.







    Munculnya Qadariyah akibat terlalu memikirkan takdir, dan Jabariyah pun demikian. Maka dari itu, tidak boleh kita masuk ke dalam lautan masalah takdir kecuali dengan ilmu dan iman. MasyaAllah, bahkan iblis pun berhujah dengan takdir dan berusaha untuk menyesatkan manusia dengan alasan takdir. Apa kata Iblis?







    فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ 







    “Karena Engkau telah sesatkan aku, aku akan menghalang-halangi mereka dari jalanMu yang lurus.” (QS. Al-A’raf[7]: 16)







    Lihat, dia berhujah dengan takdir. Ternyata takdir tidak menjadikan iblis bertaubat, malah semakin lari dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mau taubat.







    Orang musyrikin Quraisy juga beralasan dengan takdir terhadap kesyirikan yang mereka lakukan. Mereka berkata,







    …لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا…







    “Kalau Allah kehendaki, kami tidak akan berbuat syirik, tidak pula bapak-bapak kami.”







    Selalu mereka, orang-orang yang tersesat jalan, beralasan dengan takdir untuk membenarkan kemaksiatannya. Ini adalah mazhab Jabariah, seakan manusia tidak punya kemampuan.

    • 2 hr 3 min
    Mengejar Husnul Khatimah

    Mengejar Husnul Khatimah

    Mengejar Husnul Khatimah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah tematik oleh Ustadz Dr. Abu ‘Abdil Muhsin Firanda Andirja, M.A. Hafidzahullah pada Senin, 17 Dzulqa’dah 1445 H / 25 Mei 2024 M.















    Kajian Tentang Mengejar Husnul Khatimah







    Suatu hal yang menggelisahkan para Shalihin adalah ketidaktahuan mereka tentang akhir kehidupan mereka, apakah masuk surga ataukah masuk neraka? Oleh karenanya Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Sesungguhnya Sufan Rahimahullahu Ta’ala dahulu sangat gelisah tentang bagaimana amal-amal yang telah lalu dan bagaimana tentang penghujung amalannya. Dan dia menangis dan berkata, ‘Saya tidak tahu apa yang ditulis tentangku di Lauhil Mahfudz, apakah saya termasuk yang celaka atau tidak. Dan aku khawatir imanku dicabut ketika akan meninggal dunia.'”







    Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku mendapati 30 orang sahabat nabi (di antaranya sahabat-sahabat senior), semuanya takut ada kemunafikan pada diri mereka.” Mereka tidak tahu tentang bagaimana akhir dari kehidupan mereka. Sementara Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,







    إنما الأعمال بالخواتيم 







    “Sesungguhnya amalan tergantung dari penutupnya.” (HR. Bukhari)







    Penutup amalan seorang itulah kesimpulan dari amalan dia selama dalam hidupnya. Inilah yang menggelisakan para Shalihin. Sebagaimana kata Ibnul Qayyim Rahimahullahu Ta’ala, “Sungguh rasa takut terhadap penghujung telah mematahkan punggung-punggung orang-orang yang shalih.” Mereka gelisah dengan akhir kehidupan mereka.







    Karenanya tidak kita dapati para Shalihin mereka PD masuk surga, bahkan para sahabat yang telah dijamin masuk surga, mereka tetap khawatir tentang akhir mereka.







    Lihatlah contoh nyata Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu yang memiliki segudang pujian dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di antaranya nabi mengatakan, “Umar di surga.” Bahkan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits yang lain mengatakan, “Umar akan mati syahid.” Ketika Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam naik di atas gunung bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman, maka gunung Uhud bergetar. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Wahai Uhud, tenanglah engkau, sesungguhnya yang sedang berada di atasmu adalah seorang nabi, seorang siddiq , dan dua orang yang mati syahid.” Dan benar Umar akhirnya mati syahid.







    Setelah semua berita ini, apakah Umar kemudian PD? Ternyata tidak. Ketika beliau dalam kondisi akan meninggal dunia, beliau diletakkan di tempat tidur, maka orang-orang pun berdatangan. Ada seorang yang memuji Umar dengan pujian yang luar biasa. Umar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab, “Aku hanya berharap impas dengan pujian-pujian tersebut.” Beliau tidak PD dengan segudang pujian yang Nabi berikan kepadanya. Padahal sudah tampak di hadapan dia Husnul Khatimah. Tapi tetap tidak ada sombong bahwasanya beliau pasti masuk surga.







    Inilah seorang wali dari wali-wali Allah yang sesungguhnya, yang mengerti betul tentang keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahwasanya apa yang kita lakukan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.







    Dari sini kita tahu bahwasanya yang menggelisahkan orang-orang Shalih adalah mereka tidak tahu tentang kesudahan mereka.







    Lalu bagaimana kiat-kiat Mengejar Husnul Khatimah?

    • 1 hr 11 min
    Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih

    Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih

    Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 16 Dzulqa’dah 1445 H / 24 Mei 2024 M.















    Khutbah Jumat Pertama: Tiga Hal yang Menyempurnakan Amal Shalih







    Sesungguhnya, amalan shalih adalah sebab kita masuk ke dalam surga. Allah berfirman kepada penduduk surga,







    … ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ







    “Masuklah kalian ke dalam surga disebabkan oleh amalan kalian.” (QS. An-Nahl[16]: 32)







    Betapa butuhnya kita kepada amalan shalih karena ia adalah kehidupan untuk hati kita. Amalan shalih menguatkan, bahkan menjadi nutrisi untuk keimanan kita. Orang yang senantiasa beramal shalih maka ia dekat dengan Allah, Rabbul Izzati wal Jalalah, dan orang yang jauh dari amalan shalih maka ia dekat kepada setan yang akan berusaha untuk menyesatkan dirinya.







    Saudaraku, amalan shalih tidak sempurna kecuali dengan tiga perkara: Yang pertama adalah melakukan segera dan tidak menunda-nundanya. Yang kedua adalah menyembunyikannya dan tidak memperlihatkan kepada orang lain. Yang ketiga adalah menganggapnya sedikit dan tidak banyak, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajul Qashidin.







    1. Melakukan segera dan tidak menunda-nundanya







    Yang pertama, saudaraku, menyegerakannya dan tidak menunda-nundanya, karena menunda-nunda amal itu tanda bahwa kita akan segera meninggalkan amal. Karena di antara talbis iblis adalah bagaimana supaya kita tidak beramal, yaitu di antaranya adalah kita diberikan penyakit taswif (selalu menunda, menunda, dan menununda). Oleh karena itu, Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Jauhilah oleh kamu menunda-nunda karena kamu sedang berada di hari ini, bukan di hari esok.







    2. Menyembunyikan amalan shalih







    Yang kedua adalah menyembunyikan amalan shalih. Karena memperlihatkan amal shalih sangat dekat dengan riya. Hati kita sangat lemah, untuk bisa ikhlas tidaklah mudah. Betapa sulitnya keikhlasan, sampai-sampai Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Aku tidak mengobati sesuatu yang paling sulit daripada niatku sendiri.”







    Banyak di antara kita yang memperlihatkan amal shalihnya di media sosial dengan dalih agar orang lain meniru kita. Itu niat yang baik, tapi apakah kita bisa meyakinkan diri akan selamat dari penyakit riya? Allah Subhanahu wa Ta’ala menganjurkan kita untuk menyembunyikan sedekah. Allah berfirman,







    إِن تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ ۖ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ







    “Jika kalian memperlihatkan sedekah kalian, itu baik. Dan jika kalian menyembunyikan sedekah kalian, itu lebih baik buat kalian.” (QS. Al-Baqarah[2]: 751)







    Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang tujuh orang yang akan Allah berikan naungan pada hari kiamat, di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan salah satunya adalah “orang yang bersedekah lalu ia sembunyikan sedekahnya sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.”







    Saudaraku, Salafush Shalih dahulu berusaha menyembunyikan amal shalih mereka. Ini dia Imam Ahmad yang mengkhatamkan Al-Qur’an tetapi istrinya tidak tahu. Mereka berlomba-lomba untuk menyembunyikan amal,

    • 9 min
    Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja

    Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja

    Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 13 Dzulqa’dah 1445 H / 21 Mei 2024 M.















    Kajian Tentang Kesalahan-Kesalahan yang Harus Dihindari dalam Komunikasi dengan Remaja







    Komunikasi yang hangat dan lancar antara orang tua dan remaja adalah kunci penting dalam mencapai kebaikan bersama. Sebagai pihak yang lebih dewasa, orang tua semestinya bersungguh-sungguh belajar dan memperbaiki diri. Tentunya, para orang tua memiliki pengalaman yang lebih daripada anak-anak remaja. Mereka tentunya lebih banyak tahu. Dan seiring dengan bertambahnya usia, biasanya menjadi lebih santun dan lebih bisa mengendalikan diri. Berbeda dengan anak remaja yang mungkin masih berapi-api, dengan gairah muda dan semangat darah muda yang biasanya memiliki sifat impulsif dan eksplosif.







    Maka, orang tua harus menjadi penyeimbang di sini, agar bisa menjadi pendamping sekaligus pembimbing yang mampu menyuguhkan suasana yang hangat dan perasaan yang nyaman, khususnya ketika berkomunikasi dan berdialog dengan mereka. Orang tua tidak boleh membuat remaja tambah stres, tidak nyaman, atau bingung karena komunikasinya tanpa arah dan tidak terarah, bukan membimbing tapi membingungkan. Tentunya, ini perlu kematangan ilmu dan kedewasaan untuk melihat suatu masalah tidak hanya dari satu sisi tapi dari banyak sisi. Ini akan memperkaya etika komunikasi kita, sehingga tidak picik dan seperti pepatah “seperti katak di bawah tempurung.”







    Kadang-kadang orang tua tidak nyambung dengan anak remajanya karena mereka berbicara tentang sesuatu yang tidak up-to-date. Sehingga remaja tidak mengerti, dan orang tua selalu membanding-bandingkan dengan masanya waktu dia remaja dulu. Ini tidak sama tentunya, dan ini juga tidak bisa dijadikan ukuran. “Dulu, ayah masih remaja begini,” ini beda, tidak bisa disamakan karena tantangannya berbeda. Jadi, itu kurang bijak juga kalau kita menyamakan kondisi remaja kita dulu dengan kondisi anak remaja sekarang. Mereka pasti kurang nyambung karena mereka tidak bisa membayangkan bagaimana orang tua mereka waktu remaja dulu. Kondisi dulu tidak masuk dalam kepala mereka, mereka tidak bisa menggambarkannya. Mereka hanya mendapat cerita dari orang tua.







    Maka, sebenarnya kita tidak perlu membandingkan masa remaja kita dengan masa remaja anak-anak zaman sekarang. Kadang-kadang pembicaraan itu tidak relate dan tidak menyentuh masalah mereka. Lebih parah lagi, kadang-kadang tidak memberikan solusi. Ini yang membingungkan, kalau kita berkomunikasi dan berbicara tentang masalah-masalah yang mereka hadapi tapi tanpa solusi, seolah-olah kita menyuruh mereka untuk mencari solusi sendiri. Maka dari itu, para orang tua sebelum menasihati, sebaiknya menata dan mengonsep lebih dulu nasihat yang akan disampaikan, materi yang akan dibicarakan, sehingga lebih terarah dan tidak membuat bingung orang yang diajak dialog atau bicara.







    Mau tidak mau, para orang tua juga harus menyelami dan mengetahui sedikit banyak tentang dunia remaja hari ini karena tantangan mereka sangat besar dan banyak. Mungkin tidak seperti masa remaja kita dulu yang lebih simpel dan sederhana, berbeda dengan sekarang. Contohnya, dari sisi informasi yang masuk dan sampai kepada mereka, hari ini manusia dicekoki dengan informasi yang luar biasa banyaknya. Hal ini mempengaruhi pola pikir, cara pandang, dan gaya hidup mereka.

    • 56 min
    Buruk Sangka Sesama Muslim

    Buruk Sangka Sesama Muslim

    Buruk Sangka Sesama Muslim adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 12 Dzulqa’dah 1445 H / 20 Mei 2024 M.















    Kajian Islam Ilmiah Tentang Buruk Sangka Sesama Muslim







    Imam Bukhari dan Muslim, dalam dua kitab shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,







    إيَّاكُمْ والظَّنَّ، فإنَّ الظَّنَّ أكْذَبُ الحَديثِ، ولا تَحَسَّسُوا، ولا تَجَسَّسُوا، ولا تَنافَسُوا، ولا تَحاسَدُوا، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَرُوا، وكُونُوا عِبادَ اللهِ إخْوانًا.







    “Jauhilah prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta perkataan. Janganlah kalian mencari-cari kesalahan, mengintai-intai kesalahan, janganlah selalu berlomba-lomba saling iri, saling hasad, saling membenci, dan saling membelakangi. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari Muslim)







    Sesungguhnya, di antara tujuan-tujuan yang harus diperhatikan oleh setiap Muslim adalah menjaga persaudaraan keimanan, menjaga hubungan keagamaan yang merupakan hubungan yang paling kuat dan tali yang paling kokoh, serta menghindari semua hal yang bisa melemahkan atau merusak persaudaraan. Allah Ta’ala berfirman,







    اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ







    “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka perbaikilah hubungan antara saudara-saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat[49]: 10)







    Ada beberapa perkara yang diperingatkan oleh syariat dan dilarang olehnya, yang bisa mempengaruhi persaudaraan keimanan, serta bisa merusak dan melemahkan persaudaraan, yaitu prasangka buruk kepada saudara sesama Muslim. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,







    إيَّاكُمْ والظَّنَّ، فإنَّ الظَّنَّ أكْذَبُ الحَديثِ







    “Jauhilah prasangka, sesungguhnya prasangka tersebut adalah seburuk-buruk perkataan.” Yaitu bisikan jiwa yang dibisikan oleh setan di dalam jiwa seorang manusia. Tentu yang dimaksud di sini adalah larangan dari prasangka buruk, karena hal ini sama dengan apa yang tertera dalam Al-Qur’anul Karim setelah firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” Allah berfirman,







    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ…







    “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa.” (QS. Al-Hujurat[49]: 13)







    Sesungguhnya, persangkaan buruk yang dilakukan oleh seorang Muslim kepada saudaranya merupakan salah satu penyakit dari pengyakit-penyakit hati, yang bisa berdampak besar dan memberikan pengaruh yang sangat buruk dan berbahaya dalam merusak persaudaraan. Bahkan, hal ini bisa menghancurkan persaudaraan sesama kaum Muslimin. Persangkaan buruk adalah prasangka yang ada di dalam hati yang tidak dibangun di atas bukti, melainkan hanya bersandar pada ucapan yang ia dengar dari saudaranya atau kelakuan yang ia lihat dari saudaranya. Kemudian,

    Konsep Zuhud Yang Salah

    Konsep Zuhud Yang Salah

    Konsep Zuhud Yang Salah ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 12 Dzulqa’dah 1445 H / 20 Mei 2024 M.















    Kajian tentang Konsep Zuhud Yang Salah







    Kita masih berbicara tentang kaum Sufi dan sikap mereka yang menyimpang dari syariat, masuk dalam bab menghinakan diri sendiri. Ini salah satu perkara yang dilakukan oleh kaum Sufi untuk menunjukkan kezuhudan, kewara’an, ataupun keshalihan. Mereka beranggapan bahwa untuk menjadi orang yang tawadhu, harus menghinakan diri; untuk jadi zuhud, harus miskin. Ini sebenarnya satu pemahaman yang salah, karena zuhud itu tidak harus miskin.







    Zuhud adalah bagaimana seorang hamba bisa membersihkan hatinya dari kecondongan kepada dunia atau terbebasnya hati seseorang dari keterikatan kepada dunia. Maka, kezuhudan itu tidak berkaitan dengan status sosial. Siapapun bisa zuhud apabila dia bisa membebaskan dan melepaskan belenggu dunia dari hatinya, baik itu si kaya maupun si miskin.







    Berapa banyak orang-orang miskin gagal zuhud karena di dalam hatinya masih tersimpan belenggu dunia, yaitu ambisi untuk mengejar dunia. Padahal dunia menjauh darinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membentangkan dunia itu untuknya. Dia miskin, tapi hatinya terus terikat dengan dunia, orientasinya kepada dunia, dipenuhi dengan ambisi-ambisi dan ketamakan-ketamakan kepada dunia. Sehingga banyak kita lihat orang miskin main judi, apalagi sekarang ada namanya judi online. Kalau kita lihat, orang-orang yang terjebak dalam praktik judi online banyak di antara mereka justru orang miskin. Kenapa mereka bisa terjerat pada perjudian itu dan mereka tahu itu judi? Karena hati mereka belum terbebas dari belenggu dunia. Padahal mereka miskin, ketamakan dan keserakahan kepada dunia masih menghiasi hati mereka. Lalu bagaimana mereka bisa zuhud?







    Jadi, kezuhudan itu juga tidak berkaitan secara langsung dengan status sosial, apakah orang itu miskin atau kaya. Berapa banyak orang-orang kaya justru bisa membebaskan belenggu dunia dari hatinya. Dia menjadi orang kaya yang dermawan, mau berbagi, bahkan mereka berbagi sebelum diminta. Tidak ada ketamakan pada hati mereka, bahkan mereka berusaha menjauh, tapi dunia justru mengejar mereka. Allah takdirkan mereka menjadi orang-orang yang kaya,







     ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَاءُ…







    “Itulah karunia yang Allah berikan kepada siapa yang dikehendaki.” (QS. Al-Jumu’ah[62]: 4)







    Jadi, kezuhudan juga tidak berkaitan dengan status sosial. Artinya, untuk jadi orang zuhud tidak harus jatuh miskin.







    Demikian juga, untuk menjadi orang tawadhu tidak perlu menghinakan diri. Namun, konsep yang ada di kalangan kaum Sufi ini justru agak aneh dan menyimpang. Mereka mengidentikkan kezuhudan dengan kemiskinan. Maka sebelumnya, kita banyak mengupas kisah-kisah atau cerita-cerita dari mereka yang membuang harta untuk memiskinkan diri. Karena menurut mereka, zuhud itu tidak bisa dilakukan kalau tidak miskin. Ini adalah konsep zuhud yang salah.







    Demikian juga, kisah-kisah sebelumnya tentang orang-orang Sufi yang sengaja menghinakan diri, menjadikan diri mereka hina supaya bisa menjadi orang yang tawadhu. Untuk bisa menjadi orang shalih, mereka terus ibadah dan meninggalkan aktivitas dunia, seperti mencari nafkah, agar bisa menjadi orang shalih. Seolah-olah,

    • 37 min

Customer Reviews

4.0 out of 5
8 Ratings

8 Ratings

Abu Avicenna ,

Manfaat yang luar biasa

sambil kerja sambil denger tausiyah. Alhamdulillah… ^_^

Sip213ono ,

Subhanallah, sangat bagus

Assallamualikum WR. WB. Sangat bagus, ditunggu episode selanjutnya

Dr AbiSaffa ,

Jazakallah...

Salam..barakallah hu fikum

Sangat bermanfaat cuma harap dapat diupload fail2 secara lengkap seperti di website

Jazakallah
Abu sabrina

Top Podcasts In Religion & Spirituality

The Bible in a Year (with Fr. Mike Schmitz)
Ascension
The Bible Recap
Tara-Leigh Cobble
The Table Podcast
Dallas Theological Seminary
BibleProject
BibleProject Podcast
Joel Osteen Podcast
Joel Osteen, SiriusXM
followHIM: A Come, Follow Me Podcast
Hank Smith & John Bytheway

You Might Also Like

Podcast Dakwah Sunnah
podcastdakwahsunnah
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Radio Muhajir Project
Muhajir Project
Cerita Sejarah Islam
Cerita Sejarah Islam Podcast
Kumpulan Dakwah Sunnah
PodcastSunnah
Kumpulan Khutbah Jum'at Pilihan Dakwah Sunnah
Sahabat Muslim