Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5 persen untuk tahun 2025. Keputusan ini diambil setelah rapat terbatas bersama seluruh pemangku kepentingan dan pihak terkait, termasuk kementerian, perwakilan pekerja, dan pengusaha, pada 29 November 2024.
Kenaikan ini menjadi langkah nyata pemerintah dalam menjawab kebutuhan pekerja di tengah tantangan ekonomi yang terus berkembang, sekaligus upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pekerja.
Presiden menjelaskan bahwa kenaikan ini sedikit lebih tinggi dibandingkan usulan awal dari Kementerian Ketenagakerjaan yang mematok kenaikan sebesar 6 persen. Hal ini dilakukan karena pemerintah ingin memberikan jaminan pendapatan yang lebih baik bagi para pekerja, terutama mereka yang baru bekerja kurang dari 12 bulan.
Keputusan ini, menurut Presiden, diambil dengan hati-hati melalui berbagai diskusi dan masukan dari berbagai pihak, termasuk pimpinan buruh dan pelaku usaha. Presiden menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya bertujuan meningkatkan daya beli pekerja, tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan industri dan ketenagakerjaan agar iklim usaha nasional tetap bersaing, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional.
Pemerintah berharap kebijakan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kencang dengan mengintensifikasikan porsi konsumsi dalam negeri sebagai salah satu penggerak utama perekonomian.
Kebijakan ini mendapat beragam tanggapan. Para pekerja umumnya menyambut baik keputusan ini karena dinilai memberikan sedikit ruang bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di sisi lain, pelaku usaha berharap pemerintah dapat memberikan dukungan tambahan, seperti insentif atau kebijakan yang dapat membantu mereka menyesuaikan diri dengan kenaikan biaya operasional.
Bagaimana menurut ahli tentang kebijakan ini?
Dalam episode SuarAkademia terbaru, kami berbincang dengan Krisna Gupta, dosen dari Politeknik APP Jakarta dan senior fellow dari Center for Indonesia Policy Studies (CIPS).
Krisna melihat pengumuman yang disampaikan Presiden kali ini diluar dari kebiasaan penetapan upah minimum tahun-tahun sebelumnya yang disampaikan oleh Dewan Pengupahan Nasional. Ia berpendapat cara ini bisa terkesan pemerintah ingin mengambil kebijakan secara terpusat mengenai kenaikan upah yang persentasenya diterapkan secara nasional. Sebab pada tahun-tahun sebelumnya kebijakan ini biasanya diambil oleh dewan pengupahan setiap provinsi dan setiap daerah yang memiliki jumlah kenaikan yang berbeda-beda.
Terkait dengan kenaikan upah minimum untuk tahun 2025, Krisna menganggap kenaikan sejumlah 6.5 persen ini tegolong besar apabila dibandingkan dengan nilai pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang. Namun, Ia juga menggarisbawahi bahwa kenaikan UMP tahun ini belum tentu mujarab meningkatkan daya beli masyarakat dan menjawab permasalahan ketenagakerjaan yang sedang dihadapi seperti ketersediaan lapangan kerja dan kenaikan kesejahteraan buruh.
Seperti yang diketahui faktor untuk meningkatkan daya beli ini juga tidak melulu berapa banyak pemasukan yang diterima oleh seluruh pekerja. Faktor-faktor seperti ketersediaan lapangan pekerjaan, regulasi pengupahan, dan juga masih banyaknya pekerja sektor non-formal di Indonesia menjadi tantangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan daya beli ini.
Krisna beranggapan untuk bisa mendongkrak daya beli masyarakat secara jangka panjang dibutuhkan kebijakan yang baik dan terukur dari pemerintah. Menurutnya, ketersediaan lapangan pekerjaan formal dan kepastian iklim investasi untuk para pebisnis juga menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dan diatur dengan baik sehingga secara berjangka akan meningkatkan daya beli masyarakat secara bertahap.
Simak episode lengkapnya hanya di SuarAkademia—ngobrol seru isu terkini, bareng akademisi.
Informazioni
- Podcast
- Canale
- FrequenzaOgni 2 settimane
- Uscita19 dicembre 2024 00:54 UTC
- Durata27 min
- ClassificazioneContenuti adatti a tutti