2本のエピソード

Lususan corona tau apa tentang dunia kampus?
Untuk maba-maba
Mata Luka Sengkon Karta

Serupa Maskumambang2
pupuh mengantarkan wejangan hidup
kecapi dalam suara sunyi menyendiri
pupuh dan kecapi membalut nyeri
menyatu dalam suara genting

terluka, melukai, dilukai, dan luka-luka
menganga akibat ulah manusia
Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi
dari padi yang ditanam sendiri
kesederhanaan panutan hidup
dapat untung
dilipat dan ditabung

1974 tanah air yang kucinta
berumur dua puluh sembilan tahun
waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara
lambang garuda
dasarnya pancasila
undang-undang empat lima
merajut banyak peristiwa

peralihan kepemimpinan yang mendesak
bung karno diganti pak harto
dengan dalih keamanan negara

pembantaian enam jenderal satu perwira
enam jam dalam satu malam
mati di lubang tak berguna
tak ada dalam perang mahabarata
bahkan di sejarah dunia
hanya di sejarah indonesia

pemusnahan golongan kiri
PKI wajib mati
pemimpin otoriter
REPELITA
rencana pembangunan lima tahun
bisa jadi
rencana pembantaian lima tahun

di tahun-tahun berikutnya
kudapati penembak misterius
tak ada salah apalagi benar
tak ada hukum negara
pembantaian dimana mana
diburu sampai got dor
di mulut dor
di kepala
diikat tali
dikafani karung
penguasa punya tahta
yang tiada bisa diada-ada

akulah sengkon yang sakit
berusaha mengenang setiap luka
di dada, di punggung, di kaki
di batuk yang berlapis tuberkulosis

Malam Jumat Dua Satu November 1974
setiap malam jum’at
yasin dilantunkan dengan hidmat
bintang-bintang berdzikir di kedipannya

suara-suara binatang
melengkingkan pujian untuk tuhan

istriku masih mengenakan mukena
mengambilkan minum dari dapur
di kejauhan terdengar warga desa gaduh

 

“adili si keluarga rampok itu”
“ya… usir dari kampung ini”
“bakar saja rumahnya”
 “betul”

di lubang bilik
ada banyak obor dan petromak menyala
teriakan tegas
“sodara sengkon, sodara sudah dikepung ABRI!
kalau mau selamat, menyerahlah!
sodara tidak bisa kabur!”

istriku kaget
“kok kamu, kang?”
kebingungan
“demi allah saya tidak berbuat jahat!”
masih dalam suara yang sama
“kalau sodara tidak keluar
dalam hitungan tiga
kami akan mengeluarkan
tembakan peringatan satu, dua… ti…g….”
secepat yang kubisa aku keluar angkat tangan

di pintu ratusan warga
mulai melontarkan sumpah serapah
anjing!
Goblok
babi!
tai!
sampah!

segalanya ada di mulut warga
kata-kata tak mewakili peri kemanusian
warga desa bengis seperti serigala
ganas
tak ada rasa kasihan

dari batu sampai bambu
dari golok sampai balok
dari cerulit sampai arit
diacung-acungkan ke arahku

serempak berkata “allahu akbar!!!”

batu, bambu, dan balok beterbangan ke arahku
“sodara-sodara sekalian, tolong hentikan
biarkan pengadilan yang memutuskan hukuman”

aku masih diselimuti kebingungan
disambut rajia seluruh badan
kepalaku ditodong senjata laras panjang
mendekati puluhan ABRI dan Polisi

“ya… gantung saja!”
“dasar orang tak tahu diri!”
“sampah masyarakat!”
duk! dak!
aku dikerumuni pukulan warga
ABRI dan Polisi ikut-ikutan menendang

dor!

suara tembakan di langit
terdengar sayup
aku terkapar di tanah
seorang ABRI menggusurku
darah dan becek tanah bercampur di tubuh
aku dilemparkan ke atas bak mobil
kondisi diantara sadar atau tidak

selang kejadian
sesosok tubuh dilemparkan ke bak mobil
ada sebagian tubuh yang menindih
kuperhatikan wajah yang penuh luka itu
“karta?”
kami ditangkap dengan tuduhan perampokan
juga pembunuhan


Sengkon d


Mata Luka Sengkon Karta

Serupa Maskumambang2
pupuh mengantarkan wejangan hidup
kecapi dalam suara sunyi menyendiri
pupuh dan kecapi membalut nyeri
menyatu dalam suara genting

terluka, melukai, dilukai, dan luka-luka
menganga akibat ulah manusia
Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi
dari padi yang ditanam sendiri
kesederhanaan panutan hidup
dapat untung
dilipat dan ditabung

1974 tanah air yang kucinta
berumu

Pesan Untuk Maba ahmad robith

    • ビジネス

Lususan corona tau apa tentang dunia kampus?
Untuk maba-maba
Mata Luka Sengkon Karta

Serupa Maskumambang2
pupuh mengantarkan wejangan hidup
kecapi dalam suara sunyi menyendiri
pupuh dan kecapi membalut nyeri
menyatu dalam suara genting

terluka, melukai, dilukai, dan luka-luka
menganga akibat ulah manusia
Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi
dari padi yang ditanam sendiri
kesederhanaan panutan hidup
dapat untung
dilipat dan ditabung

1974 tanah air yang kucinta
berumur dua puluh sembilan tahun
waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara
lambang garuda
dasarnya pancasila
undang-undang empat lima
merajut banyak peristiwa

peralihan kepemimpinan yang mendesak
bung karno diganti pak harto
dengan dalih keamanan negara

pembantaian enam jenderal satu perwira
enam jam dalam satu malam
mati di lubang tak berguna
tak ada dalam perang mahabarata
bahkan di sejarah dunia
hanya di sejarah indonesia

pemusnahan golongan kiri
PKI wajib mati
pemimpin otoriter
REPELITA
rencana pembangunan lima tahun
bisa jadi
rencana pembantaian lima tahun

di tahun-tahun berikutnya
kudapati penembak misterius
tak ada salah apalagi benar
tak ada hukum negara
pembantaian dimana mana
diburu sampai got dor
di mulut dor
di kepala
diikat tali
dikafani karung
penguasa punya tahta
yang tiada bisa diada-ada

akulah sengkon yang sakit
berusaha mengenang setiap luka
di dada, di punggung, di kaki
di batuk yang berlapis tuberkulosis

Malam Jumat Dua Satu November 1974
setiap malam jum’at
yasin dilantunkan dengan hidmat
bintang-bintang berdzikir di kedipannya

suara-suara binatang
melengkingkan pujian untuk tuhan

istriku masih mengenakan mukena
mengambilkan minum dari dapur
di kejauhan terdengar warga desa gaduh

 

“adili si keluarga rampok itu”
“ya… usir dari kampung ini”
“bakar saja rumahnya”
 “betul”

di lubang bilik
ada banyak obor dan petromak menyala
teriakan tegas
“sodara sengkon, sodara sudah dikepung ABRI!
kalau mau selamat, menyerahlah!
sodara tidak bisa kabur!”

istriku kaget
“kok kamu, kang?”
kebingungan
“demi allah saya tidak berbuat jahat!”
masih dalam suara yang sama
“kalau sodara tidak keluar
dalam hitungan tiga
kami akan mengeluarkan
tembakan peringatan satu, dua… ti…g….”
secepat yang kubisa aku keluar angkat tangan

di pintu ratusan warga
mulai melontarkan sumpah serapah
anjing!
Goblok
babi!
tai!
sampah!

segalanya ada di mulut warga
kata-kata tak mewakili peri kemanusian
warga desa bengis seperti serigala
ganas
tak ada rasa kasihan

dari batu sampai bambu
dari golok sampai balok
dari cerulit sampai arit
diacung-acungkan ke arahku

serempak berkata “allahu akbar!!!”

batu, bambu, dan balok beterbangan ke arahku
“sodara-sodara sekalian, tolong hentikan
biarkan pengadilan yang memutuskan hukuman”

aku masih diselimuti kebingungan
disambut rajia seluruh badan
kepalaku ditodong senjata laras panjang
mendekati puluhan ABRI dan Polisi

“ya… gantung saja!”
“dasar orang tak tahu diri!”
“sampah masyarakat!”
duk! dak!
aku dikerumuni pukulan warga
ABRI dan Polisi ikut-ikutan menendang

dor!

suara tembakan di langit
terdengar sayup
aku terkapar di tanah
seorang ABRI menggusurku
darah dan becek tanah bercampur di tubuh
aku dilemparkan ke atas bak mobil
kondisi diantara sadar atau tidak

selang kejadian
sesosok tubuh dilemparkan ke bak mobil
ada sebagian tubuh yang menindih
kuperhatikan wajah yang penuh luka itu
“karta?”
kami ditangkap dengan tuduhan perampokan
juga pembunuhan


Sengkon d


Mata Luka Sengkon Karta

Serupa Maskumambang2
pupuh mengantarkan wejangan hidup
kecapi dalam suara sunyi menyendiri
pupuh dan kecapi membalut nyeri
menyatu dalam suara genting

terluka, melukai, dilukai, dan luka-luka
menganga akibat ulah manusia
Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
aku seorang petani bojongsari
menghidupi mimpi
dari padi yang ditanam sendiri
kesederhanaan panutan hidup
dapat untung
dilipat dan ditabung

1974 tanah air yang kucinta
berumu

    Pesan untuk maba

    Pesan untuk maba

    Mata Luka Sengkon Karta

    Serupa Maskumambang2
    pupuh mengantarkan wejangan hidup
    kecapi dalam suara sunyi menyendiri
    pupuh dan kecapi membalut nyeri
    menyatu dalam suara genting

    terluka, melukai, dilukai, dan luka-luka
    menganga akibat ulah manusia
    Terengah-Engah dalam Tabung dan Selang
    aku seorang petani bojongsari
    menghidupi mimpi
    dari padi yang ditanam sendiri
    kesederhanaan panutan hidup
    dapat untung
    dilipat dan ditabung

    1974 tanah air yang kucinta
    berumur dua puluh sembilan tahun
    waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara
    lambang garuda
    dasarnya pancasila
    undang-undang empat lima
    merajut banyak peristiwa

    peralihan kepemimpinan yang mendesak
    bung karno diganti pak harto
    dengan dalih keamanan negara

    pembantaian enam jenderal satu perwira
    enam jam dalam satu malam
    mati di lubang tak berguna
    tak ada dalam perang mahabarata
    bahkan di sejarah dunia
    hanya di sejarah indonesia

    pemusnahan golongan kiri
    PKI wajib mati
    pemimpin otoriter
    REPELITA
    rencana pembangunan lima tahun
    bisa jadi
    rencana pembantaian lima tahun

    di tahun-tahun berikutnya
    kudapati penembak misterius
    tak ada salah apalagi benar
    tak ada hukum negara
    pembantaian dimana mana
    diburu sampai got dor
    di mulut dor
    di kepala
    diikat tali
    dikafani karung
    penguasa punya tahta
    yang tiada bisa diada-ada

    akulah sengkon yang sakit
    berusaha mengenang setiap luka
    di dada, di punggung, di kaki
    di batuk yang berlapis tuberkulosis

    Malam Jumat Dua Satu November 1974
    setiap malam jum’at
    yasin dilantunkan dengan hidmat
    bintang-bintang berdzikir di kedipannya

    suara-suara binatang
    melengkingkan pujian untuk tuhan

    istriku masih mengenakan mukena
    mengambilkan minum dari dapur
    di kejauhan terdengar warga desa gaduh

     

    “adili si keluarga rampok itu”
    “ya… usir dari kampung ini”
    “bakar saja rumahnya”
     “betul”

    di lubang bilik
    ada banyak obor dan petromak menyala
    teriakan tegas
    “sodara sengkon, sodara sudah dikepung ABRI!
    kalau mau selamat, menyerahlah!
    sodara tidak bisa kabur!”

    istriku kaget
    “kok kamu, kang?”
    kebingungan
    “demi allah saya tidak berbuat jahat!”
    masih dalam suara yang sama
    “kalau sodara tidak keluar
    dalam hitungan tiga
    kami akan mengeluarkan
    tembakan peringatan satu, dua… ti…g….”
    secepat yang kubisa aku keluar angkat tangan

    di pintu ratusan warga
    mulai melontarkan sumpah serapah
    anjing!
    Goblok
    babi!
    tai!
    sampah!

    segalanya ada di mulut warga
    kata-kata tak mewakili peri kemanusian
    warga desa bengis seperti serigala
    ganas
    tak ada rasa kasihan

    dari batu sampai bambu
    dari golok sampai balok
    dari cerulit sampai arit
    diacung-acungkan ke arahku

    serempak berkata “allahu akbar!!!”

    batu, bambu, dan balok beterbangan ke arahku
    “sodara-sodara sekalian, tolong hentikan
    biarkan pengadilan yang memutuskan hukuman”

    aku masih diselimuti kebingungan
    disambut rajia seluruh badan
    kepalaku ditodong senjata laras panjang
    mendekati puluhan ABRI dan Polisi

    “ya… gantung saja!”
    “dasar orang tak tahu diri!”
    “sampah masyarakat!”
    duk! dak!
    aku dikerumuni pukulan warga
    ABRI dan Polisi ikut-ikutan menendang

    dor!

    suara tembakan di langit
    terdengar sayup
    aku terkapar di tanah
    seorang ABRI menggusurku
    darah dan becek tanah bercampur di tubuh
    aku dilemparkan ke atas bak mobil
    kondisi diantara sadar atau tidak

    selang kejadian
    sesosok tubuh dilemparkan ke bak mobil
    ada sebagian tubuh yang menindih
    kuperhatikan wajah yang penuh luka itu
    “karta?”
    kami ditangkap dengan tuduhan perampokan
    juga pembunuhan


    Sengkon dan karta

    • 35秒
    Pesan untuk maba

    Pesan untuk maba

    Maba maba harus tau

    • 1分

ビジネスのトップPodcast

挑メンディー!! 〜挑戦したくなるラジオ〜
関口メンディー × Podcast Studio Chronicle
元証券マンしんさんのちょっと気になる今日の経済ニュース
元証券マン 投資アドバイザー しんさん
経営中毒 〜だれにも言えない社長の孤独〜
Egg FORWARD × Chronicle
聴く講談社現代新書
kodansha
課長と係長の飲みニケーション
課長 係長
レイニー先生の今日から役立つ英会話
PitPa, Inc.