Postpartum.id Postpartum.id

Melibatkan suami pada masa pasca melahirkan sangat mempengaruhi kesehatan mental ibu. Minimal, kehadiran suami bisa menjadi bentuk support. Lebih baik lagi jika suami mau terlibat aktif dalam mengurus anak dan rumah tangga, hehe. Lalu apa aja sih yang bisa dilakukan ayah dalam mengurus anak? Bagaimana pembagian peran dan waktunya? Bagaimana tanggapan pak Aris tentang stereotype : anak dan rumah tangga adalah pekerjaan istri sedangkan suami hanya berkewajiban mencari nafkah? Seru banget podcast kali ini karena host dan narsum adalah sepasang pasutri 😆

Langsung meluncur ke Spotify ya, Buibu ❤

#podcastpostpartumid
#ibuberanibicara
#postpartumid

Hidup di tengah-tengah masyarakat tentu kita ga bisa menghindar dari berbagai macam isu yang berkembang di dalamnya. Termasuk juga mitos-mitos populer khususnya yang menyangkut masa pasca persalinan atau nifas. Bahkan di era saat ini, dimana informasi sudah sangat mudah diperoleh, masih ada saja masyarakat yang masih percaya dengan mitos. Mitos-mitos ini tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, sering kali merugikan, bahkan bisa berdampak negatif bagi kesehatan mental khususnya bagi ibu pasca melahirkan.

Simak podcast obrolan santai Seputar Mitos Masa Nifas di Spotify @postpartum.id bersama Bd. Ayu Rokhmah S.

#podcastpostpartumid
#ibuberanibicara
#postpartumid

Laktasi atau menyusui adalah sebuah proses alami yang akan dilalui semua ibu pasca melahirkan. Pada dasarnya laktasi menjadi kebutuhan ibu. Salah satu manfaat laktasi yaitu mengembalikan bentuk rahim ibu melalui rilis hormon oksitosin. Namun sayangnya beberapa faktor dapat mempengaruhi laktasi sehingga proses tersebut tidak berjalan seperti semestinya. Faktor tersebut diantaranya adanya support system saat ibu menyusui, tingkat pengetahuan ibu dan keluarga tentang laktasi, kondisi medis ibu atau bayi, dan faktor lainnya.

Simak penjelasan lengkapnya hanya di Spotify Podcast @postpartum.id bersama Ibu Dini Kurniawati, Ns.,M.Psi.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat

#podcastpostpartumid
#ibuberanibicara
#postpartumid

Menjadi seorang ibu, berarti siap untuk belajar sepanjang waktu. Tak mengenal usia, tak juga berhenti belajar saat memiliki 1 atau 2 anak, ibu satu ini sungguh luar biasa semangat belajarnya. Usia yang tak lagi muda dan menjelang kelahiran anak ke-4 tidak membuatnya enggan bergabung bersama para ibu muda untuk belajar. Perjalanan panjangnya menjadi seorang ibu mendapat ujian saat dihadapkan pada pilihan : anak atau pekerjaan. Mungkin beliau bukan satu-satunya working mom dengan segala kesibukan urusan rumah dan pekerjaan. Sampai suatu ketika ujiannya semakin berat saat ia divonis mengidap Postpartum Anxiety dan Postpartum Depression. Segala macam ikhtiar dilakukannya. Perjuangannya untuk sembuh memang tidaklah mudah, tapi support system dari keluarga menguatkannya. Anak-anak menjadi penyemangatnya. Perlahan ia pun bangkit dan memulai menjalani hari-hari. Namun perjuangannya belum berakhir, ketika stigma itu datang dari orang dekat, ia pun semakin tersadar apa yang harus dilakukannya. Simak kisah lengkap Ibu Rahmayuni dan bagaimana kisah hingga ia bisa menjadi bagian dari alumni program #IbuBerdaya @postpartumid hanya di Spotify Podcast @Postpartum.id.

#podcastpostpartumid
#ibuberanibicara
#postpartumid

Menghadapi stigma buruk mental illness yang beredar di masyarakat memang tidak mudah. Butuh banyak usaha untuk mengedukasi dan mengubah mindset orang kebanyakan. Konsultasi kepada profesional dianggap perlu jika muncul penyakit fisik. Sedangkan sakit semacam depresi dianggap bukan suatu penyakit karena dia tidak tampak. Bahkan beredar anggapan bahwa depresi terjadi karena seseorang kurang iman, depresi hanya dialami oleh mereka yang lemah, atau depresi terjadi karena kita kurang bersyukur dan banyak lagi. Stigma buruk seperti ini tentu akan sangat memperburuk kondisi mental seseorang yang mengidap depresi.

Lalu bagaimana kita harus menyikapi hal tersebut agar tidak ikut-ikutan memberikan stigma negatif pada seseorang dengan mental illness?

Simak informasi lebih lanjut dari dr. Satti Raja Sitanggang, Sp.KJ

Menghadapi stigma buruk mental illness yang beredar di masyarakat memang tidak mudah. Butuh banyak usaha untuk mengedukasi dan mengubah mindset orang kebanyakan. Konsultasi kepada profesional dianggap perlu jika muncul penyakit fisik. Sedangkan sakit semacam depresi dianggap bukan suatu penyakit karena dia tidak tampak. Bahkan beredar anggapan bahwa depresi terjadi karena seseorang kurang iman, depresi hanya dialami oleh mereka yang lemah, atau depresi terjadi karena kita kurang bersyukur dan banyak lagi. Stigma buruk seperti ini tentu akan sangat memperburuk kondisi mental seseorang yang mengidap depresi.

Lalu bagaimana kita harus menyikapi hal tersebut agar tidak ikut-ikutan memberikan stigma negatif pada seseorang dengan mental illness?

Simak informasi lebih lanjut dari dr. Satti Raja Sitanggang, Sp.KJ