Cerita Dari Langgar Langgardotco
-
- Society & Culture
Ruang Bercerita Buku, Manusia dan Kebudayaan. Dikelola oleh komunitas Langgar, bertempat di Piyungan, Bantul, Yogya.
-
13. Keinginan Itu Karakternya Tidak Rasional
Semua manusia di dunia ini sama saja, yakni terkadang senang, terkadang susah, senang lagi lantas susah lagi. Sekalipun orang kaya, miskin, raja, kuli, wali (aulia), bajingan, rasa hidupnya sama saja, ialah terkadang senang lalu susah.
-
12. Tidak Ada Barang Yang Pantas Dicari, Dihindari atau Ditolak Secara Mati-matian
Tidak Ada Barang Yang Pantas Dicari, Dihindari Atau Ditolak Secara Mati-Matian
Manusia tidak perlu merasa frustasi dan bertindak melampaui batas serta mengatakan hal-hal yang justru menunjukkan ketidakmampuannya dalam bersyukur. Selain itu, dalam gagasan kawruh jiwa juga menunjukkan akan adanya bungah-susah (gembira-susah) yang bersifat langgeng. Di mana tidak ada kegembiraan yang terus-menerus, dan tidak ada kesedihan yang terus menerus. Keduanya hadir secara bergantian. Sehingga dalam hidup tidak ada yang perlu dikhawatirkan dan dikeluhkan.
Gagasan ini pun sejalan dengan pepatah kuno dari tanah Jawa tentang ‘urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang’, artinya (hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat, jadi jangan hanya melihat dari apa yang terlihat).
Pemahaman ini sangat efektif bila dipraktikkan dalam kehidupan untuk membesarkan hati bagi pihak yang tertimpa kesusahan besar, karena ia mengetahui bahwa kesusahannya tidak berkepanjangan dan lebih jauh tidak mudah iri dengan kebahagiaan orang lain.
Oleh karena itu ada ungkapan yang terkenal dari Ki Ageng Suryomentaram,“Di atas bumi dan di kolong langit tidak ada barang yang pantas dicari, dihindari atau ditolak secara mati-matian. Meskipun demikian manusia itu tentu berusaha mati-matian untuk mencari, menghindari atau menolak sesuatu, walaupun itu tidak sepantasnya dicari, ditolak atau dihindarinya.
Bukankah apa yang dicari, atau ditolaknya itu tidak menyebabkan orang bahagia dan senang selamanya, atau celaka dan susah selamanya. Tetapi pada waktu orang menginginkan sesuatu, pasti ia mengira atau berpendapat bahwa jika keinginanku tercapai, tentulah aku bahagia dan senang selamanya, dan jika tidak tercapai tentulah aku celaka dan susah selamanya”. -
11. Irfan Afifi, Perihal Keinginan Manusia
Bungah-susah (kebahagiaan dan penderitaan) merupakan dua hal yang silih bergantian di dalam kehidupan. Hal itu terkait dengan karep (keinginan) yang dimiliki. Sedang karep kalau tidak tercapai tidak akan membuat celaka dan bila tercapai juga tidak membuat bahagia selamanya.
-
10. Konteks Lahirnya Ilmu Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryamentaram
Ki Ageng Suryomentaram, salah satu putra dari Sultan Hamengku Buwono VII yang meminta ayahnya untuk membatalkan pengangkatanya sebagai pangeran, lebih memilih untuk meninggalkan istana dan hidup sebagai petani.
Di kehidupan baru yang dipilihnya itu, ia merumuskan pemikirannya mengenai persoalan kejiwaan dan kebahagiaan. Pemikiran yang kemudian melahirkan ajaran Kawruh Jiwa tersebut berawal dari keinginannya mencari makna dan hakikat hidup dengan meneliti perjalanan serta pengalaman hidupnya sendiri.
Kawruh Jiwa adalah konsep pengenalan diri yang merupakan hasil kontemplasinya selama puluhan tahun. Prosesnya dikenal dengan pangawikan pribadi, mulat sarira, kawruh jiwa atau bisa juga disebut sebagai fisolofi raos. Dapat dikatakan bahwa Kawruh Jiwa merupakan langkah untuk mencapai kehidupan yang bahagia, dengan cara mengajarkan manusia melalui pangawikan pribadi yang tidak berpusat pada pemuasan kebutuhan-kebutuhan material, melainkan bersumber dari jiwa yang tenang dan damai. -
09. Irfan Afifi, Jujur Menilai Diri Sendiri
Ki Ageng selalu mengajak kita untuk berpikir rasional, memeriksa ulang keyakinan-keyakinan yang kita miliki secara cermat dan teliti, membuka selubung-selubung yang menutupinya, hingga kita mendapatkan saripati pengetahuan yang terang dan jernih. Pengetahuan yang jernih inilah yang akan mengantarkan kita pada kebahagiaan.
-
08. Irfan Afifi, Kawruh Begja Ki Ageng Suryamentaram
Kawruh jiwa atau begja mengajarkan manusia melalui pangawikan pribadi yang tidak berpusat pada pemuasan kebutuhan-kebutuhan material, melainkan bersumber dari jiwa yang tenang dan damai.