20 episodes

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Truth Daily Enlightenment Erastus Sabdono

    • Religion & Spirituality
    • 5.0 • 3 Ratings

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

    Peperangan

    Peperangan

    Makin hari ke depan, makin sedikit orang yang setia kepada Tuhan. Ada seleksi alam, yang natural yang terjadi dalam kehidupan orang percaya. Mereka yang kurang apalagi tidak bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, maka satu per satu akan tumbang, akan tersingkir. Karena dunia makin kuat menarik orang untuk masuk dalam persekutuan dengan kuasa kegelapan. Pengaruh dunia makin kuat, keindahan dunia makin memikat, makin mempesona. Manuver dan gerakan kuasa kegelapan makin intens, makin aktif. Dan inilah yang akan membuat banyak orang Kristen berguguran. Kalau Tuhan Yesus berkata di Injil Matius 24:12b, “Kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin,” artinya karena pengaruh dunia yang jahat, yang terjadi di sekitar orang percaya, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

    Kalau bicara mengenai kasih, ini memang bisa juga terjadi atas orang-orang di luar Kristen. Tetapi lebih besar kemungkinan, ayat ini hanya ditujukan kepada orang Kristen. Sebab ayat yang berikut, di dalam Matius 24:13, “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” Jadi ini konteksnya adalah orang percaya yang bertahan sampai kesudahannya, yang bertekun sampai pada kesudahannya, yang tetap gigih, merekalah yang akan sampai pada akhirnya karena mereka tetap setia.

    Kita harus membuka mata hati kita dan minta pertolongan Roh Kudus untuk bisa melihat setiap api panah yang ditujukan kepada kita. Dan itu bisa melalui teman, persahabatan, hobi, pekerjaan dan berbagai keadaan di sekitar kita. Kita harus berani sungguh-sungguh melawan dan berkata, “tidak!” Jadi kita harus memiliki persekutuan yang benar dengan Tuhan. Maka kita tidak boleh tidak menyediakan diri bertemu dengan Tuhan. Fokus harus ditujukan kepada acara yang berlangsung atau pemberitaan firman Tuhan yang berlangsung. Kita harus benar-benar mengalokasikan waktu untuk itu, sehingga kita menerima firman Tuhan yang merupakan pemeliharaan rohani kita. Dan kita bisa menjadi peka terhadap api panah kuasa kegelapan yang ditujukan kepada kita. 

    Iblis dalam kelicikan dan kecerdikannya, menyerang kita dengan api panah kuasa gelap. Dan pengaruhnya, sering tidak kita sadari. Banyak hal yang Iblis lakukan agar kita tidak bernyala-nyala dalam Tuhan, agar kita akhirnya menjadi dingin dan tawar. Kita harus benar-benar peka, karena Iblis menjadikan banyak hal sebagai kendaraan untuk memadamkan iman kesetiaan kita kepada Kristus. Dan kita harus serius dalam perjuangan ini. Jangan anggap remeh kuasa kegelapan! Bukan berarti kita takut, tetapi jangan anggap remeh kuasa kegelapan, supaya kita alert, aware terhadap api panah kuasa kegelapan yang bisa ditujukan kepada kita.

    Rasul Paulus berkata dalam 2 Korintus 11:3, “Aku takut kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” Jadi beralasan sekali Paulus mengatakan ini, karena kuasa kegelapan bermanuver begitu aktif, intens, cerdas dan tentu jahat, supaya orang percaya menjadi tawar hati dan ikut jalan dunia atau terpengaruh jalan dunia ini. Tapi dengan duduk diam di kaki Tuhan, mendengarkan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh secara berkesinambungan, kita menjadi kokoh, kuat, dan selalu waspada terhadap kuasa kegelapan. 

    Dan kita bisa melihat gerak-gerik dari kuasa kegelapan yang mau memengaruhi kita dan manusia lama kita yang mau dipancing untuk kembali dapat dihidupkan dan menguasai kita. Ini peperangan! Jangan anggap remeh! Kalau Tuhan Yesus berkata, “… akan tetapi jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk. 18:8), sejatinya itu adalah kalimat yang memuat ancaman. Bukan Tuhan yang mengancam kita, tapi dunia yang akan mengancam kita. Berhati-hatilah! Seperti misalnya orang tua berkata, “Aku takut, kamu itu bisa lulus tidak dari ujian ini?” Bukan orang tua yang mengancam, tapi orang tua mengingatkan bahwa ujian yang anaknya akan hadapi adalah ujian...

    Tegas Terhadap Diri Sendiri

    Tegas Terhadap Diri Sendiri

    Kita harus benar-benar tegas terhadap diri sendiri; mengambil posisi yang jelas, tidak mendua hati; apakah kita benar-benar mengikut Yesus dan bermaksud untuk bersama dengan Tuhan Yesus di kekekalan atau tidak? Dulu kita pernah menjadi orang yang tidak tegas, tidak memilih posisi dengan jelas, gamang, bias. Masuk neraka tentu tidak mau, namun masuk surga pun tidak rindu. Sekarang maunya apa? Itulah yang terjadi dalam kehidupan banyak orang. Kita komunitas pecinta Suara Kebenaran dan khususnya para hamba Tuhan, kita jelas memiliki pilar langit baru bumi baru, artinya fokus kita harus tertuju ke sana. 

    Namun itu pun tidak membuat kita benar-benar punya posisi yang kokoh, karena kita masih memiliki banyak kesenangan. Tetapi seiring berjalannya waktu, Tuhan proses sehingga kita semakin menghayati perkataan Tuhan Yesus, bahwa kita bukan dari dunia ini. Dan kita semakin bisa menempatkan diri pada posisi bahwa, “Aku adalah warga Kerajaan Surga. Dunia bukan rumahku.” Bersyukur kalau kita sampai bisa pada penghayatan yang benar akan hal ini, dan mengarahkan diri kita ke Kerajaan Surga. Tuhan mengadakan banyak kejadian di dalam hidup kita. Sampai pada titik di mana kita patah hati dengan dunia. Kita hayati betapa jahatnya dunia ini, betapa rusaknya manusia.

    Dan itu menjadi cermin untuk kita, artinya jangan kita melakukan kesalahan, jangan membuat bencana atau penderitaan bagi orang lain. Melewati pengalaman hidup, akhirnya kita memilih, “Aku pulang saja.” Ini bukan berarti lalu kita menjadi pesimis, tidak bergairah hidup; kita optimis! Optimis kita adalah kehidupan yang akan datang, yaitu di langit baru bumi baru. Dan sekarang kita kerja keras, bagaimana kita bisa menyelamatkan jiwa sebanyak mungkin dan bagaimana kita menjaga kesucian, tidak mencintai dunia sama sekali. Dengan cara demikian, kita menyelamatkan jiwa-jiwa. 

    Lalu, apa sekarang tugas kita? Yang pertama, hati kita harus dipindahkan ke surga, karena dunia bukan rumah kita. Kita sedang menanti kedatangan Tuhan Yesus yang menjemput kita dan yang berkata, “… supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh. 14:3). Tuhan Yesus menghendaki di mana Ia berada, kita pun ada. Jadi kalau sampai kita tidak merindukan bertemu dengan Tuhan Yesus, ada yang salah dalam hidup kita. Mari kita tegas, terutama kita harus tegas terhadap diri sendiri, bahwa dunia bukan rumah kita. Kita mempersiapkan diri untuk pulang ke surga. Jangan berbuat dosa lagi. Hidup sekudus-kudusnya, hidup sesuci-sucinya. Jangan terikat dengan hiburan dan tontonan dunia ini. Kita harus perbanyak waktu kita duduk diam di kaki Tuhan. 

    Kekhawatiran kita bersama adalah banyak orang tidak sanggup untuk memindahkan hati ke surga karena hatinya terikat dengan dunia. Masih merasa bahwa dirinya itu penduduk bumi, mau menikmati dunia atau bumi ini seperti orang lain menikmati. Pada kesempatan ini, kita mau bersikap tegas kepada diri sendiri. Pancangkan perhatian kita di dunia akan datang, di langit baru bumi baru. Tegas terhadap diri sendiri bahwa dunia bukan rumah kita. Dan tidak ada yang kita nantikan lagi dari apa yang ada di bumi ini. Kita hanya menantikan kedatangan Tuhan Yesus di awan-awan permai menjemput kita atau kalau waktu itu belum datang, kita meninggal dunia, kita dijemput malaikat masuk Rumah Bapa. 

    Yang kedua, kita harus hidup sekudus-kudusnya, sesuci-sucinya. Jangan melukai hati Tuhan. Dan itu, bisa. Adalah sebuah keniscayaan untuk hidup suci, hidup tak bercacat tak bercela. Jangan setengah-setengah, jangan bimbang hati. Hanya orang yang sungguh-sungguh memindahkan hati di Kerajaan Surga dan meletakkan seluruh pengharapan kebahagiaannya hanya nanti di langit baru bumi baru merupakan orang yang terbebas dari ikatan percintaan dunia, orang yang makin takut akan Allah, takut berbuat dosa, dan orang-orang ini pasti mencintai Tuhan dengan benar. Ayo, kita militan!

    Penyesalan Kekal

    Penyesalan Kekal

    Kalau nanti kita menutup mata dan memasuki kekekalan, apa yang akan paling kita sesali? Bisa karena ada sesuatu yang mestinya kita kerjakan, tidak kita kerjakan, belum kita kerjakan atau tidak selesai kita kerjakan. Lebih celaka lagi kalau seseorang sampai terusir dari hadirat Allah selama-lamanya. Pasti besar penyesalannya dan tak terbayangkan, karena apa yang harus dia kerjakan, tapi tidak dikerjakan. Mestinya hari ini kita sudah memiliki perasaan krisis. Ada banyak hal yang mestinya kita kerjakan untuk Tuhan, kita selesaikan untuk Tuhan, tapi kita tidak lakukan atau kita tidak sungguh-sungguh mau menyelesaikannya.

    Karena kita telah hanyut dengan berbagai persoalan pribadi dan kita semua tahu bahwa seseorang tidak akan pernah selesai dengan persoalan pribadi. Selalu akan ada persoalan dalam hidup ini. Kecuali ketika seseorang menyerah kepada Tuhan dan berkata, “Mati atau hidup, aku milik-Mu Tuhan. Kaya atau miskin, aku milik-Mu. Sehat atau sakit, aku milik-Mu. Sekarang yang aku kerjakan hanya apa yang Engkau perintahkan kepadaku untuk aku lakukan dan tugas yang harus aku tunaikan.” Sehingga kalau kita menghadapi masalah—apakah sakit, ekonomi, keluarga—maka itu menjadi persoalan Tuhan.

    Jadi kalau kita masih cemas dan takut, berarti itu masih menjadi persoalan kita, bukan Tuhan. Padahal segenap hidup kita milik Tuhan. Maka mestinya standarnya adalah: hidupku, nafasku, detak jantungku adalah pekerjaan Tuhan. Tentu kita mengerti, bagaimana bertanggung jawab, menjaga kesehatan, bekerja keras, yang semua itu adalah milik Tuhan. Tubuh harus kita jaga kesehatannya. Kalau sakit karena salah kita, ya kita ke dokter. Kalau mau minta mukjizat, silakan. Mukjizat tidak bisa kita paksa. Iman harus datang dari suara Roh, harus rhema. 

    Dengan begitu, hidup kita menjadi simpel dan merdeka. Sebenarnya ini tingkat tinggi dari kekristenan, yaitu ketika seseorang melepaskan dirinya dari segala miliknya. Banyak orang itu curang, mereka minta berkat Tuhan, tapi ketika diberkati—tubuh sehat, ekonomi bagus—ia hidup suka-suka sendiri, dia mau menikmati apa yang dia mau nikmati. Padahal begitu meninggal dunia, mestinya ada banyak pekerjaan yang dia lakukan. Apa pun yang kita kerjakan, kita kerjakan untuk Tuhan. Tidak ada yang kita beli, tidak ada yang kita miliki hanya untuk kesenangan kita, apalagi untuk prestise. Semua itu harus berguna untuk pekerjaan Tuhan. Kalau kita beli baju, yang pantas supaya bisa tampil dengan baik untuk Tuhan, bukan untuk sombong atau pamer. Pada umumnya orang tidak berpikir begitu. Kalau susah, mereka minta berkat Tuhan. Tapi kalau sudah diberkati, mereka tidak memikirkan pekerjaan Tuhan. 

    Kita tidak bisa menghindar bahwa kita akan mati. Dan hidup yang sesungguhnya itu nanti. Jadi kita ini sekarang harus hidup maksimal untuk Tuhan! Dan ingat, bisa melakukan pekerjaan untuk Tuhan adalah suatu kehormatan! Sejatinya, Tuhan tidak butuh apa-apa dan siapa-siapa. Tapi kalau sampai kita bisa melakukan sesuatu untuk Tuhan, itu kehormatan! Namun, banyak orang malah mau menghisap dan mengeksploitasi Tuhan. Maka memang yang penting itu karakter. Kalau karakter seseorang belum beres, maka di dalam pekerjaan Tuhan pun dia merepotkan orang. Masih mudah tersinggung, masih gila hormat. Dia jadi benalu dan menyusahkan pekerjaan Tuhan. 

    Banyak orang yang mestinya bisa berinvestasi untuk Tuhan dan pekerjaan-Nya, tapi tidak melakukannya. Memang, ada banyak orang yang tidak berani berinvestasi karena melihat bengkoknya pendeta, bengkoknya pelayan Tuhan, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan uang. Kita yang benar juga bisa dicurigai. Tapi kalau kita dicurigai, diam saja. 

    Semua akan Berakhir

    Semua akan Berakhir

    Kalau kita menyadari bahwa kita adalah musafir yang sedang melakukan perjalanan menuju Kerajaan Surga, maka kita pasti bersedia kehilangan apa pun dan siapa pun. Ini bukan berarti lalu kita mau memisahkan diri dengan orang-orang yang kita kasihi, tetapi maksudnya adalah kita tidak terikat oleh manusia dan harta. Dan selanjutnya, kita mau hidup sebersih-bersihnya sebab kita tidak tahu kapan ujung jalan hidup kita. Kita ini musafir yang sedang menuju langit baru bumi baru. Itulah tempat perhentian kita satu-satunya, tidak ada tempat perhentian lain.

    Kita harus melepaskan diri dari kesenangan-kesenangan dunia dan hobi-hobi yang tidak memuliakan Tuhan. Kita juga rela untuk mematikan semua hawa nafsu guna hidup suci. Dan tahukah bahwa ketika kita menghayati bahwa kita ini musafir di dunia, maka persoalan-persoalan berat akan terasa ringan karena semua ini akan berakhir. Ingat, semua ini akan berakhir. Demikian juga ketika kita sedang senang-senang, suasana nyaman, jangan kita terhanyut di sana. Ingat, semua akan berakhir, semua ada ujungnya. Jadi, kita tidak hanyut dengan kesenangan-kesenangan yang ada. Maka, tidak ada yang boleh kita harapkan di bumi ini, jangan berharap kebahagiaan dari dunia ini. 

    Sebab ketika kita mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, kita pasti bersikap atau berlaku tidak setia kepada Tuhan. Seandainya kita sukses dalam studi, karier, bisnis, banyak uang, jangan berharap semua itu membahagiakan. Sebaliknya, kalau kita sedang menghadapi masalah berat, pengkhianatan, kekecewaan, jangan kita berpikir bahwa kita tidak akan menikmati kebahagiaan karena situasi hidup. Tuhan masih bisa memberikan kita kebahagiaan dan sukacita.  Hidup ini tragis, tapi kalau kita ingat bahwa semua akan berakhir, tragisnya hidup ini tidak akan terasa tragis, karena kita memiliki pengharapan langit baru bumi baru. 

    Inilah yang menjadi kesukaan kita. Satu hal yang mestinya kita miliki, yaitu kebahagiaan kita dijemput oleh Tuhan. Itulah kebahagiaan kita. Seorang musafir pasti merindukan sampai tujuan, tidak ada tempat yang ia merasa betah, karena yang dituju atau tempat tujuan itu—Kerajaan Tuhan Yesus—lebih indah dari segala sesuatu. Jadi, kita tidak akan terikat dengan kesenangan dunia dan terparkir di dunia ini. Kita rindu dijemput oleh Tuhan, dan kita dibawa ke dalam Kerajaan Surga. Kalau kita sudah tidak rindu dijemput Tuhan Yesus, pasti ada sesuatu yang salah dalam hidup kita. Kristen yang normal adalah Kristen yang merindukan dijemput oleh Tuhan, maka jangan berharap dunia ini membahagiakan.

    Kalau sekarang kita berada dalam kondisi hidup yang berat, sangat berat, jangan sampai kita kehilangan kebahagiaan dan sukacita, karena kebahagiaan kita di dalam Tuhan yang sedang menuntun kita ke negeri di mana tidak ada penderitaan, air mata dan kematian; itu yang kita rindukan, kita nantikan. Sebaliknya, kalau kita sekarang hidup dalam keadaan kelimpahan, kesenangan tanpa masalah, jangan berpikir kita akan selalu bahagia dengan keadaan itu, sebab semua akan berakhir. Tentu kita tidak mengharapkan ada bencana di depan, tapi bencana bisa datang setiap saat, baik bencana atas seluruh komunitas masyarakat, atau kehidupan pribadi, semua bisa terjadi. Tetapi kalau kita percaya bahwa hidup ini memang sementara, dan tragis, dan kita menantikan langit baru bumi baru, maka hati kita menjadi kuat karena kita menyongsong kedatangan Tuhan Yesus. 

    Ingat, bahwa ujung perjalanan hidup kita itu bisa kita jumpai kapan saja—bisa hari ini, besok, lusa, kapan pun—karenanya jangan berhenti dalam perjalanan. Artinya teruslah bertumbuh, lepaskan diri dari segala ikatan kesenangan dunia, makin hidup kudus, dan mengambil bagian dalam pelayanan, buatlah sesuatu yang berguna untuk pekerjaan Tuhan, supaya kita tidak hanya menghabiskan waktu kita untuk diri kita sendiri, untuk keluarga kita sendiri, untuk orang-orang yang kita kasihi sendiri. Ada banyak orang yang perlu perhatian kita, yang perlu kita kasihi. Masalahnya,

    MUSAFIR

    MUSAFIR

    Musafir adalah orang yang melakukan perjalanan menuju satu tempat. Jadi, seorang musafir adalah seorang yang tidak akan menetap di satu tempat dalam waktu lama. Dia akan terus berjalan sampai ke tempat tujuan. Kita adalah musafir-musafir, perantau, atau yang dikatakan dalam firman Tuhan, kita adalah pendatang, atau bisa dikatakan, kita adalah orang-orang yang menumpang di bumi (1 Ptr. 1:17). Dalam teks aslinya, digunakan kata paroikias. Ironis, banyak orang Kristen lupa bahwa dia adalah orang yang menumpang di bumi, sehingga tidak melakukan perjalanan secara benar. Artinya, dia sering berparkir bahkan menetap di sebuah tempat, berarti gagal mencapai tujuan. 

    Bumi ini merupakan tempat kita menumpang sementara. Ini prinsip yang sangat dasariah atau fundamental. Kalau kita tidak mengerti hal ini, tidak merenungkannya dan menghayatinya dengan benar, maka tidak mungkin kita menjadi orang Kristen yang benar. Dengan menyadari dan menghayati bahwa kita adalah orang yang menumpang di bumi—kita adalah musafir, perantau yang sedang mengadakan perjalanan menuju satu tujuan—maka kita tidak akan membiarkan diri kita terikat oleh sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa kesenangan hidup, ikatan dosa atau nafsu atau berupa masalah-masalah yang mencuri perhatian dan fokus kita, sehingga kita tenggelam di dalam masalah-masalah tersebut. 

    Orang Kristen itu seperti bangsa Israel yang hidup dalam perbudakan bangsa Mesir. Lalu Tuhan menyuruh Musa untuk membebaskan umat-Nya dari perbudakan bangsa Mesir. 2000 tahun yang lalu, Tuhan Yesus datang ke dunia memikul dosa-dosa kita. Tuhan Yesus mengajak kita untuk diungsikan, untuk keluar dari dunia ini; dunia ini seperti Mesir, dan Tuhan menghendaki kita menuju Kanaan Surgawi. Kalau bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan menempuh jarak atau distance, tapi kita orang percaya sedang menjalani hidup menuju langit baru bumi baru, kita harus menempuh perubahan hidup. Kalau orang tidak menyadari dan tidak menghayati bahwa dirinya adalah musafir, maka ia tidak peduli dengan perubahan hidup—apakah tambah baik atau tidak—sebab fokusnya hanya kesenangan-kesenangan yang dapat diteguk dari dunia ini atau kenikmatan-kenikmatan dosa dalam daging dan jiwanya atau tenggelam dengan masalah-masalah yang digumulinya. 

    Dan setan berusaha agar orang-orang Kristen gagal fokus. Hati-hati, setan bisa memberi banyak kesenangan, kegirangan yang itu tidak kita nikmati bersama Tuhan. Dan setan menggiring kita ke dalam kegelapan abadi. Setan menawarkan kesempatan-kesempatan berbuat dosa dan menikmatinya sampai kita terikat dengan dosa-dosa itu, dan akhirnya kita tidak pernah bertumbuh. Bahaya, jangan sampai tertipu oleh kuasa kegelapan. Tidak bertumbuh dalam iman, sehingga menjadi pribadi yang materialistis, dan tidak berpikir bagaimana mengalami perubahan untuk semakin berkenan kepada Tuhan dan menyenangkan hati Tuhan. Banyak orang yang hidupnya dibelenggu oleh satu keinginan ke keinginan yang lain, dari satu barang ke barang yang lain. Yang akhirnya, semua yang dimiliki itu pun akan lenyap. Sementara manusia batiniahnya tidak terbentuk. Ini adalah orang-orang yang sebenarnya menyembah Iblis, sebab ketika kita mengingini dunia berarti kita menyembah Iblis. 

    Atau mereka yang didera banyak masalah, sehingga fokusnya hanya masalah itu saja; bagaimana bisa keluar dari masalah tersebut. Benar, kita semua punya masalah. Tapi jangan sampai masalah itu menenggelamkan kita. Kita harus menangkap, kita harus tahu, bagian mana dalam hidup kita yang Tuhan mau ubah melalui masalah tersebut. Jadi yang kita cari bukan hanya penyelesaian masalah itu sendiri, melainkan penyelesaian karakter kita yang masih buruk, karakter kita yang tidak senonoh, karakter kita yang tidak kudus. Tuhan membersihkan karakter-karakter buruk kita dengan masalah-masalah yang ada. 

    Dan kalau kita sadar, kita ini musafir yang sedang menuju langit baru bumi baru, kita tidak akan bersungut-sungut menghadapi keadaan apa pun,

    Menikmati Kematian Diri

    Menikmati Kematian Diri

    Kita nanti akan mengerti betapa asyiknya menikmati kematian diri. Karena ketika kita menikmati kematian diri, kita menikmati Tuhan. Firman Tuhan mengatakan, “Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Orang yang masih mengabdi kepada tuan lain, dia masih hidup; dia belum mati. Kalau dia mati, dia pasti hanya punya Tuhan. Jadi “mati” di sini maksudnya sama dengan menyangkal diri. Maka, yang pertama, jangan ingini apa pun. Kalau kita mengingini sesuatu, sesuatu itu harus berguna untuk pekerjaan Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri kita. 

    Yang kedua, jangan berbuat dosa. Ini terkait dengan yang pertama, karena kita menikmati dosa, menikmati kedagingan, itu membuat kita tidak bisa berjalan seiring dengan Tuhan. Tuhan itu punya tatanan dan sempurna. Dalam 1 Petrus 1:16 tertulis, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus.” Setan tahu bahwa kalau kita hidup kudus itu membahayakan sekali baginya. Tuhan tidak ingin kehilangan satu jiwa pun. Setan rupanya juga tidak ingin kehilangan satu jiwa. Dia mau setiap orang itu masuk dalam persekutuan dengan kerajaan gelap. Maka mari kita melakukan apa yang Tuhan perintahkan: mati. Kalau tidak mati, kita tidak akan bisa dipenuhi Roh Kudus. Bejana hati kita masih ada isi, tidak bisa penuh. 

    Kita sudah terlalu lama dininabobokan dengan agama Kristen yang tidak sesuai dengan kekristenan yang sejati, yang mestinya berbasis pada pribadi Yesus yang melepaskan semuanya demi menunaikan tugas Bapa. Ini benar-benar konyol, tetapi inilah yang wajar dan benar. Kita menjadi orang-orang yang diberkati Tuhan, menjadi kekasih Tuhan, dimiliki Tuhan, dan memiliki Tuhan. Kalau kita tidak benar-benar mati, berarti kita masih memiliki hak, maka kita tidak bisa dimiliki Tuhan dan memiliki Tuhan. Seluruh hidup kita adalah milik Tuhan. Tidak ada yang berhak kita miliki. Tidak salah menikah, punya anak, membangun rumah tangga, tapi dasarnya apa? Kalau dasarnya karena orang lain juga menikah dan punya anak, itu meleset.

    Kadang-kadang kita punya perasaan masih tersinggung atau apa, itu menunjukkan yang kita belum 100% dimiliki Tuhan. Dan sejujurnya, kita masih ada begitu, kadang-kadang. Kalau dikhianati, direndahkan, masih ada luka. Berarti kita masih memiliki diri sendiri, dan itu salah. Tuhan melatih kita untuk memiliki perasaan Tuhan. Kita harus rela kehilangan nyawa, baru memperoleh nyawa, demikian firman Tuhan. Menikmati kematian diri berarti menikmati Tuhan, karena ketika kita mati bagi diri kita sendiri, Yesus hidup di dalam diri kita. Yesus tidak bisa hidup dalam diri kita kalau kita masih hidup. Tuhan tahu kita butuh makan, kendaraan, dan lain-lain. Tuhan tahu, selama kita mengingini hal itu untuk pekerjaan-Nya, Tuhan pasti cukupi, Tuhan pasti memberi. Kalau dikatakan kita tidak boleh punya kesenangan, bukan berarti lalu kita tidak senang hidup. Kita mau sampai ke titik zenit; titik puncak kekristenan.

    Menikmati kematian kita itu indah sekali. Menikmati Tuhan itu indah. Lalu mengapa hadirat Tuhan tidak terasa di dalam gereja? Karena kita tidak berani mati, pemimpinnya tidak berani mati total, sehingga hadirat Tuhan tidak nyata. Karena tidak berani mati, maka kita tidak berjumpa Tuhan. Sehingga jemaat pun akhirnya digiring, dipenjara dalam penjara agama Kristen. Tidak ada perjumpaan dengan Tuhan dan tidak pernah berjumpa. Dan Tuhan bisa membiarkan itu kalau seseorang memang keras kepala. Maka, para gembala—juga para pengajar—harus berani membayar harga. Kalau kita tidak mati, kita tidak akan bisa jadi bejana Tuhan. Satu solusinya: mati. Kita akan membawa hadirat Tuhan di mimbar, kita akan menemukan kebenaran-kebenaran Tuhan yang membuat orang tercandui untuk mendengar khotbah. 

    Kalau hanya mau pintar khotbah, mudah. Baca banyak buku, bikin persiapan di perpustakaan. Tapi untuk menghidupkan Tuhan, kita harus mati. Dan Tuhan pasti menyisakan orang-orang yang sungguh-sungguh mencari Tuhan. Tidak dibutuhkan gelar kesarjanaan kita, tapi ketika kita hadir, Tuhan hadir bersama kita.

Customer Reviews

5.0 out of 5
3 Ratings

3 Ratings

Top Podcasts In Religion & Spirituality

The Bible Recap
Tara-Leigh Cobble
The Bible in a Year (with Fr. Mike Schmitz)
Ascension
Girls Gone Bible
Girls Gone Bible
BibleProject
BibleProject Podcast
WHOA That's Good Podcast
Sadie Robertson Huff
Elevation with Steven Furtick
iHeartPodcasts