20 episodes

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Truth Daily Enlightenment Erastus Sabdono

    • Religion & Spirituality
    • 5.0 • 79 Ratings

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

    Tidak Pernah Cukup

    Tidak Pernah Cukup

    Semua orang, termasuk kita, ingin memiliki hidup senikmat-nikmatnya, senyaman-nyamannya, seindah-indahnya, setenang-tenangnya. Karenanya, kita memilih tempat tinggal yang baik, membangun rumah dengan fasilitas sarana yang baik, melakukan berbagai usaha untuk memiliki hidup senyaman-nyamannya. Sejujurnya, pernahkah kita menemukan orang yang hidupnya nyaman sekali, sangat damai, sejahtera sekali, benar-benar ideal? Sehingga hidup orang itu bisa menjadi model atau prototipe dari hidup yang kita usahakan untuk kita capai. Pernahkah kita menemukan itu?

    Sejatinya, sulit menemukan model hidup yang ideal tersebut. Sehingga kita berjalan tanpa tujuan. Karena kita merasa bahwa bila kita mencapai apa yang kita target, maka kita akan memiliki sebuah hidup yang ideal. Tapi, setelah kita capai, ternyata belum ideal juga. Contoh sederhana, waktu masih muda berpikir kalau sudah lulus studi, bisa melamar pekerjaan lalu bisa mendapatkan nafkah, sampai di situ dulu. Tapi setelah bisa bekerja dan mendapat gaji, mulai berpikir bagaimana punya mobil. Karena selama ini naik motor. Setelah beli mobil, berpikir bagaimana punya rumah. Dan seterusnya. Sampai ujungnya mati dan tidak pernah mendapatkan hidup yang ideal itu. Ini bukan pesimis, tetapi realistis.

    Mengutip ucapan Tuhan Yesus di Yohanes 4 dengan perempuan Samaria dikatakan, “Kalau kamu minum air ini, kamu haus lagi. Tapi, kalau kamu minum air yang Kuberikan, daripadamu akan memancar air kehidupan.” Karena Tuhan memberikan air kehidupan yang akan memancar dalam diri orang itu. Kita tidak akan pernah cukup tanpa Tuhan. Kita harus berani memercayai bahwa dengan Tuhan itu, cukup. Jangan ragukan, sebab segala kuasa di tangan Tuhan. Tuhan pasti akan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya. Hanya orang-orang yang bisa berkata, “Engkau, cukup bagiku, Tuhan” baru bisa menjadi kekasih Tuhan. 

    Kita harus sungguh-sungguh merasakan bahwa hanya Tuhan yang menjadi kebutuhan kita, seperti rusa merindukan sungai yang berair. Kehidupan seekor rusa tidak bisa hidup tanpa air. Tuhan harus menjadi kehidupan kita. Sehingga kita bisa berkata, seperti pemazmur, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Pertanyaan yang kita harus bangkitkan dalam diri kita: “Bagaimana bisa menjadi manusia seperti ini?” Pernahkah kita memperkatakan atau mempersoalkannya? Sebab kalau kita membaca di dalam Mazmur 73, orang-orang yang tidak takut akan Allah, hidupnya nyaman; seperti keberkatan, sehat dan gemuk, senang selamanya. Senang selamanya tentu bukan selama-lamanya, melainkan selama waktu di bumi. 

    Rupanya, ini adalah kehidupan yang ideal menurut mata manusia; kaya, sehat, gemuk, banyak pengaruh, orang banyak mengikuti dia. Tentu hidup seperti inilah yang dicari rata-rata semua kita dulu; jangan-jangan sekarang masih. Jadi, mari kita buang semua konsep idealnya hidup yang kita bangun sejak kita kanak-kanak. Harus jujur kita akui, memang ada manusia seperti ini, walaupun hanya 1% atau 0,5%. Tetapi, yang dalam sekejap bisa dijatuhkan hingga hancur dan binasa, sungguh mengerikan. Namun di satu sisi, Tuhan bisa memojokkan, menyudutkan kita pada satu situasi di mana kita bisa mengatakan, “Hanya Engkau yang kuingini.” Jadi bersyukur kalau kita dibawa kepada keadaan-keadaan sulit ternyata keadaan itu membawa kita ke dalam kemuliaan. 

    Bukankah faktanya kita telah teracuni oleh dunia? Pasti di antara kita ada yang merasa hidupnya sedang invalid; artinya cacat, tidak utuh, ada kekurangan, ada ketidaklengkapan. Entah, karena belum menikah atau menikah belum punya anak atau mungkin sedang menganggur atau usaha sedang berat, masalah utang piutang, masalah sakit penyakit dan lainnya. Kiranya melalui renungan hari ini, pikiran kita terbuka. Hidup yang ideal adalah jika kita berjalan dengan Tuhan. Maka, kita harus mengalami berjalan dengan Tuhan. Kita harus merasakan dalam genggaman Tuhan. Kita harus merasakan dalam persekutuan dengan Tuhan. 

    Doa yang benar itu 24 jam setiap hari.

    Belum Gagal

    Belum Gagal

    Jangan merasa tidak berharga karena kita gagal studi, gagal berumah tangga, atau apa pun. Jangan meremehkan Tuhan dengan rencana besar-Nya atas diri kita ini. Sebaliknya, jangan kita merasa berharga karena cantik, ganteng, sesuai dengan keinginan, hasrat, dan cita-cita orang tua. Ingat, orang tua kita tidak pernah bisa melahirkan kita kalau Tuhan tidak menghendaki kita lahir. Jangan merasa tidak bernilai karena kita miskin, atau dipandang rendah, tidak dihargai oleh orang yang paling kita cintai. Mari kita datang kepada Tuhan dan bertanya, “What is the reason I live? Mengapa Engkau ciptakan aku?” 

    Jangan merasa sudah mencapai tujuan, atau merasa hidup kita bernilai karena kita memiliki banyak nilai lebih di mata manusia. We are nothing without God! We are nothing without The Creator! We are nothing without Him! Mari kita datang dan berkata, “Tuhan, apa yang kau rencanakan dalam hidupku?” Mungkin kita seperti bejana yang hancur, tidak ada masa depan, tidak ada harapan, namun jangan mengecilkan tangan Tuhan yang kuat. Setiap kita berharga. Kita belum gagal. Kita gagal kalau kita terpisah dari Allah selama-lamanya. 

    Selama kita masih bisa rekonsiliasi dengan Allah, berdamai dengan Allah, berarti kita masih belum gagal. Dunia kita mungkin gagal—studi, karier, keluarga, dan lain sebagainya—tapi selama masih ada Tuhan yang masih mau menggenggam tangan kita, kita belum gagal. Dan jangan kita berpikir Tuhan seperti manusia. Selama kita masih mau datang kepada-Nya dan berkata, “Beri aku kesempatan, Tuhan,” maka Tuhan tidak pernah tidak memberi kesempatan, sebab Tuhan tahu kita tidak dapat hidup tanpa Dia dan kita diadakan oleh Dia, bukan mau kita sendiri. 

    Selama kita masih mau berurusan dengan Tuhan, berarti nurani kita masih hidup. Jangan terintimidasi dengan kuasa jahat dalam pikiran seakan-akan Tuhan itu pendendam terus. Ia memang akan membalas orang sesuai perbuatannya, tapi kalau orang mau membereskan keadaan dirinya dengan Dia, Dia Maha Murah. Jangan mencurigai Tuhan. Dia bukan hanya baik; Dia sangat baik. Hari ini kita harus bangkit kembali. Setiap kita yang terpuruk, jangan merasa terpuruk dan gagal. Tapi siapa pun kita yang berhasil di mata manusia, jangan merasa berhasil; kita bukan siapa-siapa tanpa Tuhan. Jangan sombong, atau kita akan menjadi sampah abadi. 

    Sebaliknya, kita yang menjadi sampah di mata manusia, Tuhan bisa mendaur ulang hidup kita. Seperti tanah liat yang tidak berbentuk atau seperti bejana yang sudah hancur, di tangan Tuhan bisa dibentuk menjadi bejana baru. Bukan omong kosong. Maka, kita harus belajar mengalami Tuhan. Jangan Tuhan hanya menjadi fantasi teologi di pikiran, tetapi kita harus mengalami Tuhan. Bukan tidak mungkin Tuhan membiarkan kita dalam keadaan yang porak-poranda, carut-marut, hancur, supaya kita tidak sombong, supaya kita datang kepada Tuhan. Hari ini kiranya menjadi hari pemulihan. Sadarilah bahwa kita berharga di mata Tuhan, jangan meragukan Dia. 

    Temuilah Tuhan, jangan cari-cari pendeta untuk mendoakan kita. Pemulihan bisa kita alami ketika kita datang kepada Tuhan. Tetaplah bertahan, kemenangan akan diberikan pada waktunya. Jangan sombong. Rendahkan diri kita di hadapan Tuhan. Ini urusan kita dengan Tuhan, bukan dengan siapa-siapa. Jangan kita dilahirkan orisinal, tapi mati dalam keadaan imitasi. Dunia membuat kita tidak asli karena kita keluar dari rencana Allah, membentuk kita menjadi anak dunia, bukan mempelai Kristus. Mari kita kembali kepada Dia yang mengadakan kita. Di sana kita akan menemukan hidup. Dan hanya Tuhan yang bisa membuat kita orisinal, mengembalikan ke rancangan Allah semula. 

    Orisinalitas kita letaknya pada apakah kita berjalan dengan Tuhan dan menuruti rencana-Nya atau tidak. Ketika kita meninggal dunia, orang menangis, semua menangis, tetapi mereka tidak melihat kita tersenyum sukacita, disambut malaikat kudus, dan dibawa ke Rumah Bapa. Tapi jangan sampai orang menangis, dan kita juga meratap karena tidak ada yang menjemput...

    Sengaja Diadakan

    Sengaja Diadakan

    Mungkin dianggap hal yang sederhana, tetapi sebenarnya ini sangat prinsip, sangat fundamental, sangat dasariah bahwa kita ada karena memang sengaja diadakan. Pernahkah kita merenungkan bahwa di jagat raya ini, sejak manusia pertama sampai nanti manusia terakhir dilahirkan, tidak ada yang sama persis? Kemungkinan seseorang memiliki DNA yang sama itu benar-benar mustahil. Dan itu merupakan keajaiban dari Tuhan semesta alam. Tidak ada yang sama persis, sekalipun itu dua anak kembar lahir dari rahim yang sama. Maka, betapa istimewa setiap individu itu. Setiap kita diadakan oleh Tuhan bukan suatu kecelakaan, melainkan didesain. Dan ada maksud ilahi atas setiap individu.

    Kalau Alkitab menulis, “Rambut kepalamu pun terhitung,” sebenarnya kalimat itu merupakan sebuah idiom yang artinya setiap helai rambut kita ditandai. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Burung pipit dua ekor seduit dilindungi Tuhan.” Seduit adalah mata uang paling kecil. Murah, tapi tidak dibiarkan jatuh ke tanah di luar kehendak Bapa. Ibarat tidak ada satu lembar pun daun yang jatuh di luar kontrol Allah, apalagi manusia. Hanya, banyak manusia yang tidak menyadari betapa berharga dirinya itu. Apalagi kalau melewati pengalaman-pengalaman yang memberi goresan negatif, goresan melukai, sehingga merusak gambar diri seseorang. Misalnya dari kecil diperlakukan tidak adil; orang tua lebih memperhatikan saudaranya daripada dirinya. Dari kecil selalu di-bully, entah karena kekurangan ini, kekurangan itu di dalam dirinya. Entah karena fisik atau unsur psikologis, unsur psikisnya, sehingga rusak gambar dirinya. 

    Kita melihat di sini suasana dunia kita yang gelap, yang berusaha membuat manusia tidak mengenal dirinya secara proporsional, padahal betapa berharganya manusia ini. Sehebat apa pun teknologi, tidak akan bisa menciptakan manusia dengan metabolisme tubuh seperti ini. Ini mukjizat; miracle. Tidak ada manusia mampu menciptakan ini, bahkan tidak ada makhluk mana pun bisa menciptakan manusia seperti ini, kecuali Tuhan. Belum lagi unsur-unsur batiniah seseorang, kecerdasan, reaksi-reaksi perasaan. Luar biasa. Jadi, hari ini mari kita berpikir positif bahwa kita sungguh-sungguh dikehendaki oleh Tuhan untuk ada.

    Ada anak-anak yang merasa tertolak karena sejak kandungan hendak digugurkan oleh orang tua, lalu cacat. Atau waktu lahir, orang tua tidak menerima, karena orang tua mengharapkan anaknya laki-laki, ternyata perempuan. Banyak kausalitas yang membuat seseorang tidak menghargai dirinya, itu merusak. Dan orang bisa berkeadaan seperti itu tanpa dia sadari. Tentu dampaknya nanti, kalau wanita, mudah jatuh ke pelukan pria, misalnya. Kalau pria, mau dianggap jagoan, menjadi tukang pukul, tukang berkelahi. Yang lain, berusaha sukses dalam studi, punya gelar supaya berharga. Yang lain lagi, berusaha punya harta banyak supaya punya nilai diri, dan lain sebagainya. Manusia dengan kebodohan ini memisahkan diri dari Allah, atau dia juga mengeliminir, memisahkan Allah dari dirinya. Padahal tidak ada keadaan yang lebih mengerikan dari seorang yang terpisah dari Allah. 

    Akhirnya orang mencari-cari nilai diri, jati diri dengan segala hal. Padahal mestinya, untuk menemukan nilai diri adalah ketika kita berjumpa dengan Sang Khalik yang menghendaki kita ada. Berjumpa dengan Tuhan yang memang menghendaki kita ada, yang merancang diri kita dengan DNA yang khusus. Allah yang menghendaki. Maka, kita harus bertemu dengan Tuhan dan memperkarakan maksud Tuhan menciptakan diri kita, yang itu tidak akan bisa dijawab dengan ilmu teologi, bacaan, tuntunan apa pun. Tetapi setiap individu harus bertemu dengan Tuhan secara pribadi. Agama tidak akan bisa menjawab, apalagi agama yang atributnya melakukan hukum, seremonial, dan dominasi tokoh. Kekristenan bukanlah agama; Christianity is not religion, but the way of life; tapi jalan hidup. Yang atributnya bukan hukum, tapi pikiran, perasaan Allah. Kita bisa menjadi manusia santun, manusia yang baik, yang arif di mata manusia,

    Kematian Diri yang Permanen

    Kematian Diri yang Permanen

    Kita dikondisi untuk benar-benar serius dengan Tuhan dan puncak keseriusan kita dengan Tuhan adalah menjadikan Tuhan satu-satunya harta kita; yang sama dengan satu-satunya kebahagiaan kita. Dan hal itu tidak akan terwujud di dalam hidup kita jika kita tidak mengalami kematian; kematian dari manusia lama kita, kematian dari kedagingan kita. Memang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, tetapi Roh Kudus akan menolong kita mewujudkan kematian terhadap diri sendiri ini. 

    Pertanyaannya, apakah kita bersedia mati? Sebab tidak ada harga yang lebih dari ini untuk membalas kebaikan Tuhan. Mati! Kurang dari itu tidak pantas, kurang pantas, tidak cukup. Cara untuk membalas kebaikan Tuhan kepada kita adalah mati. Kita yang bersedia dan memiliki komitmen, itu pun harus masih belajar bagaimana mengalami kematian terhadap diri sendiri. Dan kalau kita tidak bersedia, jauh dari kehidupan yang dikehendaki oleh Allah, kita tidak akan mengerti kematian terhadap diri sendiri ini. Namun karena sering kita tidak stabil, situasional, maka kita masih sering menghidupkan diri kita sendiri. Dan ketika kita menghidupkan diri kita sendiri, Tuhan tidak senang. Dan kalau sudah sampai tingkat tertentu, Tuhan terlukai. 

    Bukan karena Tuhan memiliki kepentingan, melainkan karena Tuhan tahu kalau kita tidak mati, kita tidak hidup. Tuhan tahu kalau kita tidak mati, kita tidak bisa dimuliakan bersama Yesus, padahal kemuliaan itu Tuhan sediakan bagi kita. Seperti seorang ayah yang ingin mewariskan perusahaannya kepada anaknya, tapi anaknya tidak mampu menerima itu. Itu duka cita, sehingga orang tua harus memercayakannya kepada pegawai atau staf kepercayaannya. Tuhan memberi kita kesempatan untuk berproses. Sebagaimana seekor kupu-kupu, ia harus meninggalkan kepompong, artinya dari ulat berproses agar bisa jadi kupu-kupu yang cantik. 

    Tuhan mau kita meninggalkan keadaan sebagai ulat, sebagai kepompong, dan kita berkejar-kejaran dengan waktu. Ini bukan diplomasi atau sekadar ucapan khotbah, namun ini adalah kebenaran yang sungguh-sungguh harus kita perhatikan. Proses ini benar-benar berat, apalagi untuk orang-orang muda. Berat bukan berarti tidak bisa dipikul, namun harus dirasakan beratnya dulu. Tetapi melihat kenyataan di lingkungan kita, mereka tidak mengerti beratnya memasuki proses kematian. Mereka masih sembarangan bicara, sembarangan menghakimi orang, sembarangan menilai orang. Dan itu menunjukkan kodrat dosa yang dikobarkan, yang sampai ke tingkat tertentu tidak akan pernah bisa mati. 

    Dan setan menunggu, menanti dan mengharapkan keadaan itu, di mana seseorang tidak bisa balik lagi, sampai titik tidak balik. Mungkin kita tidak menduga bahwa mengikut Yesus akhirnya membawa kita pada fase seberat ini. Tuhan sudah sering memojokkan kita dengan membuat kita terpojok. Oleh anugerah Tuhan, kita dilukai Tuhan sampai benar-benar tidak mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini. Namun di balik itu, kita dapat memasuki proses kematian dengan lebih ringan.

    Ketika Yesus Yang Mulia, Tuhan kita berkata, “Sudah saatnya tiba, muliakanlah Anak-Mu,” artinya bunuhlah Aku. Walaupun di Taman Getsemani terjadi pergumulan hebat, tetapi kesediaan ini ada. Dan kita melihat kemanusiaan seutuhnya dari Yesus. Di Taman Getsemani, sempat Yesus menjadi bimbang. Tapi Yesus mengalahkan kebimbangan-Nya dengan mengatakan, “Bukan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Luk.22:42). Dan itu merupakan pergumulan yang natural; pergumulan yang kita juga alami. Kita punya komitmen mati, tapi dalam pelaksanaannya sering kita harus berjuang hebat antara kehendak kita dan kehendak Bapa. 

    Hanya kalau kita bisa meninggalkan manusia lama, mematikan diri sendiri, baru kita bisa sungguh-sungguh menyenangkan hati Allah Bapa. Maka, jangan hanya sekadar dipahami secara nalar, tapi harus dirasakan di dalam batin, bahwa Bapa bisa kita senangkan. Dan itu membahagiakan sekali; hati kita bisa pecah, hancur.

    Peperangan

    Peperangan

    Makin hari ke depan, makin sedikit orang yang setia kepada Tuhan. Ada seleksi alam, yang natural yang terjadi dalam kehidupan orang percaya. Mereka yang kurang apalagi tidak bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, maka satu per satu akan tumbang, akan tersingkir. Karena dunia makin kuat menarik orang untuk masuk dalam persekutuan dengan kuasa kegelapan. Pengaruh dunia makin kuat, keindahan dunia makin memikat, makin mempesona. Manuver dan gerakan kuasa kegelapan makin intens, makin aktif. Dan inilah yang akan membuat banyak orang Kristen berguguran. Kalau Tuhan Yesus berkata di Injil Matius 24:12b, “Kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin,” artinya karena pengaruh dunia yang jahat, yang terjadi di sekitar orang percaya, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin.

    Kalau bicara mengenai kasih, ini memang bisa juga terjadi atas orang-orang di luar Kristen. Tetapi lebih besar kemungkinan, ayat ini hanya ditujukan kepada orang Kristen. Sebab ayat yang berikut, di dalam Matius 24:13, “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” Jadi ini konteksnya adalah orang percaya yang bertahan sampai kesudahannya, yang bertekun sampai pada kesudahannya, yang tetap gigih, merekalah yang akan sampai pada akhirnya karena mereka tetap setia.

    Kita harus membuka mata hati kita dan minta pertolongan Roh Kudus untuk bisa melihat setiap api panah yang ditujukan kepada kita. Dan itu bisa melalui teman, persahabatan, hobi, pekerjaan dan berbagai keadaan di sekitar kita. Kita harus berani sungguh-sungguh melawan dan berkata, “tidak!” Jadi kita harus memiliki persekutuan yang benar dengan Tuhan. Maka kita tidak boleh tidak menyediakan diri bertemu dengan Tuhan. Fokus harus ditujukan kepada acara yang berlangsung atau pemberitaan firman Tuhan yang berlangsung. Kita harus benar-benar mengalokasikan waktu untuk itu, sehingga kita menerima firman Tuhan yang merupakan pemeliharaan rohani kita. Dan kita bisa menjadi peka terhadap api panah kuasa kegelapan yang ditujukan kepada kita. 

    Iblis dalam kelicikan dan kecerdikannya, menyerang kita dengan api panah kuasa gelap. Dan pengaruhnya, sering tidak kita sadari. Banyak hal yang Iblis lakukan agar kita tidak bernyala-nyala dalam Tuhan, agar kita akhirnya menjadi dingin dan tawar. Kita harus benar-benar peka, karena Iblis menjadikan banyak hal sebagai kendaraan untuk memadamkan iman kesetiaan kita kepada Kristus. Dan kita harus serius dalam perjuangan ini. Jangan anggap remeh kuasa kegelapan! Bukan berarti kita takut, tetapi jangan anggap remeh kuasa kegelapan, supaya kita alert, aware terhadap api panah kuasa kegelapan yang bisa ditujukan kepada kita.

    Rasul Paulus berkata dalam 2 Korintus 11:3, “Aku takut kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” Jadi beralasan sekali Paulus mengatakan ini, karena kuasa kegelapan bermanuver begitu aktif, intens, cerdas dan tentu jahat, supaya orang percaya menjadi tawar hati dan ikut jalan dunia atau terpengaruh jalan dunia ini. Tapi dengan duduk diam di kaki Tuhan, mendengarkan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh secara berkesinambungan, kita menjadi kokoh, kuat, dan selalu waspada terhadap kuasa kegelapan. 

    Dan kita bisa melihat gerak-gerik dari kuasa kegelapan yang mau memengaruhi kita dan manusia lama kita yang mau dipancing untuk kembali dapat dihidupkan dan menguasai kita. Ini peperangan! Jangan anggap remeh! Kalau Tuhan Yesus berkata, “… akan tetapi jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Luk. 18:8), sejatinya itu adalah kalimat yang memuat ancaman. Bukan Tuhan yang mengancam kita, tapi dunia yang akan mengancam kita. Berhati-hatilah! Seperti misalnya orang tua berkata, “Aku takut, kamu itu bisa lulus tidak dari ujian ini?” Bukan orang tua yang mengancam, tapi orang tua mengingatkan bahwa ujian yang anaknya akan hadapi adalah ujian...

    Tegas Terhadap Diri Sendiri

    Tegas Terhadap Diri Sendiri

    Kita harus benar-benar tegas terhadap diri sendiri; mengambil posisi yang jelas, tidak mendua hati; apakah kita benar-benar mengikut Yesus dan bermaksud untuk bersama dengan Tuhan Yesus di kekekalan atau tidak? Dulu kita pernah menjadi orang yang tidak tegas, tidak memilih posisi dengan jelas, gamang, bias. Masuk neraka tentu tidak mau, namun masuk surga pun tidak rindu. Sekarang maunya apa? Itulah yang terjadi dalam kehidupan banyak orang. Kita komunitas pecinta Suara Kebenaran dan khususnya para hamba Tuhan, kita jelas memiliki pilar langit baru bumi baru, artinya fokus kita harus tertuju ke sana. 

    Namun itu pun tidak membuat kita benar-benar punya posisi yang kokoh, karena kita masih memiliki banyak kesenangan. Tetapi seiring berjalannya waktu, Tuhan proses sehingga kita semakin menghayati perkataan Tuhan Yesus, bahwa kita bukan dari dunia ini. Dan kita semakin bisa menempatkan diri pada posisi bahwa, “Aku adalah warga Kerajaan Surga. Dunia bukan rumahku.” Bersyukur kalau kita sampai bisa pada penghayatan yang benar akan hal ini, dan mengarahkan diri kita ke Kerajaan Surga. Tuhan mengadakan banyak kejadian di dalam hidup kita. Sampai pada titik di mana kita patah hati dengan dunia. Kita hayati betapa jahatnya dunia ini, betapa rusaknya manusia.

    Dan itu menjadi cermin untuk kita, artinya jangan kita melakukan kesalahan, jangan membuat bencana atau penderitaan bagi orang lain. Melewati pengalaman hidup, akhirnya kita memilih, “Aku pulang saja.” Ini bukan berarti lalu kita menjadi pesimis, tidak bergairah hidup; kita optimis! Optimis kita adalah kehidupan yang akan datang, yaitu di langit baru bumi baru. Dan sekarang kita kerja keras, bagaimana kita bisa menyelamatkan jiwa sebanyak mungkin dan bagaimana kita menjaga kesucian, tidak mencintai dunia sama sekali. Dengan cara demikian, kita menyelamatkan jiwa-jiwa. 

    Lalu, apa sekarang tugas kita? Yang pertama, hati kita harus dipindahkan ke surga, karena dunia bukan rumah kita. Kita sedang menanti kedatangan Tuhan Yesus yang menjemput kita dan yang berkata, “… supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh. 14:3). Tuhan Yesus menghendaki di mana Ia berada, kita pun ada. Jadi kalau sampai kita tidak merindukan bertemu dengan Tuhan Yesus, ada yang salah dalam hidup kita. Mari kita tegas, terutama kita harus tegas terhadap diri sendiri, bahwa dunia bukan rumah kita. Kita mempersiapkan diri untuk pulang ke surga. Jangan berbuat dosa lagi. Hidup sekudus-kudusnya, hidup sesuci-sucinya. Jangan terikat dengan hiburan dan tontonan dunia ini. Kita harus perbanyak waktu kita duduk diam di kaki Tuhan. 

    Kekhawatiran kita bersama adalah banyak orang tidak sanggup untuk memindahkan hati ke surga karena hatinya terikat dengan dunia. Masih merasa bahwa dirinya itu penduduk bumi, mau menikmati dunia atau bumi ini seperti orang lain menikmati. Pada kesempatan ini, kita mau bersikap tegas kepada diri sendiri. Pancangkan perhatian kita di dunia akan datang, di langit baru bumi baru. Tegas terhadap diri sendiri bahwa dunia bukan rumah kita. Dan tidak ada yang kita nantikan lagi dari apa yang ada di bumi ini. Kita hanya menantikan kedatangan Tuhan Yesus di awan-awan permai menjemput kita atau kalau waktu itu belum datang, kita meninggal dunia, kita dijemput malaikat masuk Rumah Bapa. 

    Yang kedua, kita harus hidup sekudus-kudusnya, sesuci-sucinya. Jangan melukai hati Tuhan. Dan itu, bisa. Adalah sebuah keniscayaan untuk hidup suci, hidup tak bercacat tak bercela. Jangan setengah-setengah, jangan bimbang hati. Hanya orang yang sungguh-sungguh memindahkan hati di Kerajaan Surga dan meletakkan seluruh pengharapan kebahagiaannya hanya nanti di langit baru bumi baru merupakan orang yang terbebas dari ikatan percintaan dunia, orang yang makin takut akan Allah, takut berbuat dosa, dan orang-orang ini pasti mencintai Tuhan dengan benar. Ayo, kita militan!

Customer Reviews

5.0 out of 5
79 Ratings

79 Ratings

Samuel Purba ,

Sangat memberkati

Trimakasih pak Erastus.. Podcast yang sangat memberkati

..amboy.. ,

Try by urself

This podcast really open my heart and strengthen my soul everyday. It makes my whole mind relax and always want to kno about Him.

Indrib ,

Enlighted Me

This podcast enlights me in starting to be a true Christian.

Top Podcasts In Religion & Spirituality

Hanan Attaki
Hanan Attaki
Murottal Qur'an Terjemahan Audio Indonesia
Muslim
Mishary Rashid Alafasy
Muslim Central
Podcast Dakwah Sunnah
podcastdakwahsunnah
Firanda Andirja Official
Firanda Andirja
Joel Osteen Podcast
Joel Osteen, SiriusXM