20 episodes

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

Truth Daily Enlightenment Erastus Sabdono

    • Religion & Spirituality
    • 4.7 • 6 Ratings

Renungan harian berisi intisari pengajaran aplikatif yang disampaikan oleh Pdt. Dr. Erastus Sabdono, dengan tujuan melengkapi bangunan berpikir kita mengenai Tuhan, kerajaan-Nya, kehendak-Nya dan tuntunan-Nya untuk hidup kita. A daily devotional containing a brief teaching along with the applications, read by Dr. Erastus Sabdono. The messages will equip you and bring you to better understand God, His kingdom, His will, and His guidance in our lives.

    Menjaga Stabilitas Rohani

    Menjaga Stabilitas Rohani

    Kita harus serius menjaga kestabilan pengiringan kita kepada Tuhan atau menjaga kestabilan iman percaya kita kepada Elohim Yahweh, Bapa di surga. Memang waktu kita sedang berdoa dalam persekutuan doa atau pada waktu di gereja, kita memiliki fokus begitu kuat tertuju kepada Tuhan, kita yakin bahwa Tuhan itu hidup, Tuhan itu ada, Tuhan itu menyertai, kita tidak perlu khawatir dan takut menghadapi segala sesuatu. Waktu ada dalam gereja, waktu ada dalam persekutuan doa; kita bisa memiliki keyakinan yang kuat, yang kokoh; tetapi itu sering hanya sementara. Begitu keluar dari gereja, iman kembali merosot, keyakinan kita merosot. Nah, ini namanya tidak stabil. 

    Kita harus stabil meyakini Allah yang hidup, Allah yang setia, Allah yang menyertai kita, Allah yang tidak pernah meninggalkan kita. Jadi sebenarnya, banyak orang meninggalkan Tuhan, bukan Tuhan yang meninggalkan dia. Manusia yang meninggalkan Tuhan. Merasa dirinya tetap percaya kepada Tuhan, tapi percayanya tipis. Beda pada waktu ada di gereja. Apalagi menyanyikan lagu-lagu yang syairnya tentang kesetiaan Allah, kebesaran Allah; hati menjadi kuat. Tetapi begitu keluar dari gereja, hati menjadi lemah. Mulai bertanya-tanya, “Apakah benar Allah menyertaiku? Apakah benar Allah besertaku dan memberi pertolongan dari persoalan-persoalanku?” Kita harus stabil. 

    Dan untuk stabil ini kita sendiri yang harus menjagainya; menjaga stabilitas rohani kita. Jadi setelah usai dari kebaktian, kita tetap merenungkan ada Allah yang hidup, Allah yang nyata; benar, Allah yang pernah membelah Laut Kolsom, Laut Teberau bagi bangsa Israel, Allah yang menyatakan diri di dalam guruh, halilintar di Gunung Horeb, Allah yang sama yang merubuhkan tembok Yerikho dan mengeringkan Sungai Yordan, Allah yang sama yang kita sembah saat ini, Allah yang tidak berubah, dulu, sekarang sampai selama-lamanya. Jadi, kalau Allah seperti atau seakan-akan mati, tidak ada; itu karena manusianyalah yang meninggalkan Tuhan.

    Seperti di negara Barat, betapa nyaman kehidupan, semua tertata apik, teratur, yang menganggur mendapat tunjangan sosial, tidak bekerja pun digaji oleh pemerintah. Orang tidak merasa memiliki masalah berat di mana perlu pertolongan dari Yang Maha Kuat, Allah Semesta Alam karena mereka cukup mampu mengatasi persoalan mereka. Sehingga pada satu titik mereka merasa tidak memerlukan Tuhan, tidak memerlukan agama. Jadi tidak heran kalau gereja-gereja menjadi sepi. Benar. Gereja berubah fungsi sampai menjadi rumah ibadah agama lain. Tapi mereka tidak merasa itu sesuatu yang perlu dianggap krisis. Mereka tidak memiliki perasaan krisis terhadap kenyataan ini. 

    Kalau seseorang sudah tidak bertuhan, pasti ia tidak memiliki perasaan krisis. Dia tidak peduli gereja mau bangkrut atau tidak, berubah fungsi menjadi supermarket, sex shop dan lain-lain; atau bahkan menjadi rumah ibadah agama lain. Jangan sampai hal ini terjadi dalam hidup kita. Pertanyaannya, mengapa Tuhan tidak menghajar mereka supaya mereka berbalik kepada Tuhan? Tentu Tuhan memberi peringatan-peringatan, sudah pasti. Tetapi peringatan-peringatan itu kalau tidak sungguh-sungguh diperhatikan, mereka akan terhilang. Ada tatanan, ada hukum dalam diri Allah. Allah memberikan porsi-porsi tertentu untuk memberi peringatan, untuk menyadarkan umat-Nya. Tetapi kalau umat-Nya tidak sadar, mereka akan terhilang. Dan tentu Allah tidak bisa disalahkan.

    Jadi, kita yang harus aktif merenungkan firman Tuhan, siang dan malam, jika tidak, maka kita tidak akan bisa hidup dalam kebenaran dan kesucian Allah. Merenungkan kehendak Allah, memperkarakan rencana Allah untuk kita tunaikan, akan membuat kita memiliki stabilitas rohani. Memang kita tercipta hanya untuk Tuhan, harus diingat itu. Kita ada hanya untuk kesukaan Allah, untuk perkenanan hati Allah. Jadi kita yang harus stabil merenungkan kebenaran ini. Terus menghayatinya, “Aku tercipta hanya untuk Tuhan, aku hidup hanya untuk kesukaan hati-Nya,

    Lorong Panjang

    Lorong Panjang

    Ketika Allah berkata, “Aku Penebus-Mu” di Perjanjian Lama, konteksnya adalah Elohim Yahweh yang membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir, dan menuntun mereka ke tanah Kanaan yang dijanjikan kepada Abraham untuk didiami oleh keturunannya di bumi. Kalau di Perjanjian Lama, Allah menggunakan keperkasaan-Nya untuk menyelamatkan umat Israel, tetapi di Perjanjian Baru Allah menggunakan kuasa firman, moralitas kesucian di dalam logos-Nya yang dihidupkan di dalam dan melalui Yesus Kristus untuk keselamatan kita. Setelah itu, Tuhan menuntun kita dari Mesir dunia ini ke langit baru bumi baru, Kanaan Surgawi. 

    Kalau bangsa Israel dituntun harus menempuh jarak (distance), tetapi kalau umat pilihan Israel rohani dituntun melalui perubahan. Kalau di Perjanjian Lama bangsa Israel dipimpin oleh Musa dengan keperkasaan Allah secara fisik yang membelah Laut Kolsom, yang merobohkan tembok Yerikho, yang membelah Sungai Yordan dan lain-lain, sekarang Tuhan, Allah, Bapa, Elohim Yahweh, menuntun kita dari Mesir dunia ke langit baru bumi baru dengan Roh Kudus. Di dalam perjalanan yang menempuh perubahan itu, ada jalan yang harus kita tempuh. Kalau bangsa Israel melalui padang gurun, kalau kita melalui jalan yaitu Yesus Kristus. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Akulah jalan” (hodos). Hodos berarti jalan atau lorong panjang. Perjalanan kita adalah perjalanan perubahan untuk mengenakan hidup Yesus agar sampai kepada Bapa. 

    Maka, kita harus mengerti aletheia (kebenaran-Nya) dan menjadi hidup. Aletheia itu kebenaran, artinya Firman-Logos-Hikmat yang menjadi pengajaran di dalam bahasa manusia yang dimengerti manusia dan diperagakan. Dan yang pertama berhasil melakukan ini, Yesus. Hikmat, Logos dan Firman tidak kelihatan, tetapi akan menjadi kelihatan ketika dikenakan oleh Yesus, dan Yesus mengajar serta menjadi teladan. Karenanya, Yesus berkata, “Jadikan semua bangsa murid-Ku” (Mat. 28:19). Allah bukan tidak dapat memuridkan kita secara langsung, tetapi harus melalui Yesus yang menjadi alat peraga-Nya. Itulah sebabnya Yesus harus menjadi manusia 100%, sebab Dia harus menjadi teladan kita. 

    Jadi kalau Alkitab berkata, “Agar kita menjadi serupa dengan Yesus,” maka Yesus dalam segala hal harus disamakan dengan kita. Seperti yang dikatakan dalam Ibrani 2:17, “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudara-Nya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.” Allah Yahweh menuntun kita melalui jalan Yesus—bukan distance atau jarak—yang menjadi contoh dan teladan, dan yang telah mengurai Logos, Firman, dan Hikmat menjadi ajaran. 

    Kalau kita mau menghormati Yesus, tidak cukup mengelu-elukan Dia dengan berbagai status, statement, atau konsep-konsep mengenai Yesus yang luar biasa. Kalau kita menghargai Yesus, cukup dengan mengenakan hidup-Nya dalam hidup kita. Dia harus hidup di dalam hidup kita, baru kita menghargai Dia dan memenuhi rencana keselamatan. Sebab kalau kita berkata, “Aku percaya kepada-Mu, Yesus,” berarti kita harus seperti Dia. Kalau tidak seperti Dia, berarti kita tidak percaya kepada-Nya. Kalau kita berkata, “Aku percaya kepada-Mu, Yesus,” artinya kita harus melalui jalan-Nya. Sebab Dialah jalan kita. Bukan menempuh jarak, tapi menempuh perubahan. Dan pola perubahan itu jelas, Yesus model dan prototipenya

    Jika kita ikut jalan ini, tidak mungkin berbuat dosa. Kita harus suci seperti Yesus suci. Yesus mengosongkan diri, dari yang tidak bersalah, menjadi seorang yang seakan-akan bersalah demi menebus dosa kita. Kalau kita ikut Yesus, kita tidak akan terikat dunia ini. Hati kita akan tertaruh di surga. Sebab Yesus berkata, “Di mana ada hartamu, di situ hatimu berada. Kumpulkan harta di surga bukan di bumi” (Mat. 6:20-21). Tidak ada kompromi dengan dunia. Yesus tidak kompromi. Kita melihat moralitas kesucian Yesus yang merupakan lorong panjang...

    Pembelaan Allah

    Pembelaan Allah

    Pernyataan iman “Jika Allah di pihak kita, siapa lawan kita?” (Rm. 8:31) tentunya disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat atau orang percaya di Roma. Kita membaca ayat Alkitab, secara khusus tulisan Paulus dalam kitab Roma di mana aniaya, penindasan, penderitaan, bahkan kehilangan nyawa mewarnai perjalanan kerohanian jemaat Roma. Tentu kita melihat kekaguman Paulus terhadap Allah sangat luar biasa, bukan isapan jempol atau retorika semata melainkan sebuah pengalaman riil mengalami Tuhan. Sehingga Paulus menegaskan, “Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah” (Rm. 8:35). 

    Allah telah membuktikan keberpihakan-Nya kepada kita, manusia berdosa. Allah berpihak, yaitu dengan mengorbankan Putra Tunggal-Nya. Tiba saatnya untuk memeriksa serta memastikan, benarkah kita sekalian berada di pihak Allah? Coba renungkan dan pikirkan dengan saksama. Jawablah dengan jujur. Memang tidak bisa ditampik, musuh kita adalah kuasa gelap, orang-orang yang berbuat jahat kepada kita, dan juga berbagai bencana lainnya. Tetapi sadarlah, kita jangan berkajang di kondisi itu saja, sebab musuh yang sesungguhnya yang harus kita taklukkan adalah diri sendiri. 

    Pernyataan-pernyataan iman yang sering kita kumandangkan melalui pembacaan firman Tuhan, nyanyian-nyanyian pujian kepada Tuhan, jangan hanya di bibir tapi juga harus juga diikuti oleh ketekunan dan keteguhan memercayai-Nya. Kadangkala, setelah kita berdoa menghadapi pergumulan hidup, kita merasa lebih kuat. Tetapi setelah kita melihat fakta atau realitas yang ada, kita kembali menjadi ragu, bimbang bahkan kecewa. Tetapi di situ kita melihat betapa panjangnya sabar dan kasih Allah. 

    Tidak ada yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah. Ketelanjangan, kemiskinan, penderitaankah? Sesungguhnya kita sendiri yang sering memisahkan diri dari Tuhan. Dengan cara apa? Tentu hidup sembarangan, hidup semau kita tanpa memedulikan pikiran dan perasaan Allah yang memercayakan kita ada di dunia ini. Ini harus kita renungkan! Sadarilah bahwa pembelaan Allah tidak perlu diragukan lagi. Sudah nyata jelas, bahkan Anak-Nya Yang Tunggal, yang begitu agung dan mulia, menjadi terhina karena kita, sampai Bapa sendiri memalingkan wajah-Nya. Itulah yang ditangisi oleh Tuhan Yesus. Jangan sampai kita di pagi hari, di ruang ibadah, di persekutuan, hati memuji menyembah, tangan terangkat, tapi di peragaan hidup, kita gagal total. 

    Tidak semua orang memiliki kesempatan ini, tidak semua orang mendapat anugerah mengenal jalan keselamatan satu-satunya yang bisa membawa kita kepada Bapa dan berjalan bersama dengan Bapa. Inilah yang mestinya menggembirakan kita. Kalau kita bangun tidur pada pagi hari sudah dimulai dengan hati yang kusut, perasaan gundah gulana, di situ kita tidak menghormati Tuhan. Tuhan Yang Kuat, Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak boleh kita ragukan kemampuan-Nya. Tuhan juga hadir menyertai kita. Tuhan kuat, tapi kalau tidak hadir menyertai kita, percuma. Tuhan menyertai kita, tapi kalau Tuhan tidak kuat, juga percuma. Tapi yang benar, Allah itu Maha Kuasa, Allah itu kuat, dan Dia hadir. 

    Jadi kalau kita benar-benar mengasihi Tuhan, benar-benar menjadikan Tuhan kebahagiaan, maka begitu kita bangun tidur, kita memiliki kegembiraan dan sukacita karena hari ini kita akan menjalani hari berjalan bersama dengan Tuhan. Dan percaya bahwa Dia pasti membela kita. Ada banyak hal yang kita akan alami sepanjang hari yang Tuhan berikan. Dan banyak hal itu adalah berkat-berkat kekal-Nya. Peristiwa demi peristiwa yang kita alami dalam dinamika hidup yang masing-masing kita miliki dan alami, yang tentu juga berbeda satu dengan yang lain. Tetapi di media itu, melalui berbagai pergumulan hidup, kita berjalan bersama Tuhan. Justru di tengah-tengah pergumulan, kita merasakan dan membutuhkan kehadiran-Nya.

    Memercayai Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, itu mutlak. Tetapi setelah itu, kita harus memberi diri dimuridkan oleh Yesus, dituntun oleh Roh Kudus,

    Tidak Pernah Cukup

    Tidak Pernah Cukup

    Semua orang, termasuk kita, ingin memiliki hidup senikmat-nikmatnya, senyaman-nyamannya, seindah-indahnya, setenang-tenangnya. Karenanya, kita memilih tempat tinggal yang baik, membangun rumah dengan fasilitas sarana yang baik, melakukan berbagai usaha untuk memiliki hidup senyaman-nyamannya. Sejujurnya, pernahkah kita menemukan orang yang hidupnya nyaman sekali, sangat damai, sejahtera sekali, benar-benar ideal? Sehingga hidup orang itu bisa menjadi model atau prototipe dari hidup yang kita usahakan untuk kita capai. Pernahkah kita menemukan itu?

    Sejatinya, sulit menemukan model hidup yang ideal tersebut. Sehingga kita berjalan tanpa tujuan. Karena kita merasa bahwa bila kita mencapai apa yang kita target, maka kita akan memiliki sebuah hidup yang ideal. Tapi, setelah kita capai, ternyata belum ideal juga. Contoh sederhana, waktu masih muda berpikir kalau sudah lulus studi, bisa melamar pekerjaan lalu bisa mendapatkan nafkah, sampai di situ dulu. Tapi setelah bisa bekerja dan mendapat gaji, mulai berpikir bagaimana punya mobil. Karena selama ini naik motor. Setelah beli mobil, berpikir bagaimana punya rumah. Dan seterusnya. Sampai ujungnya mati dan tidak pernah mendapatkan hidup yang ideal itu. Ini bukan pesimis, tetapi realistis.

    Mengutip ucapan Tuhan Yesus di Yohanes 4 dengan perempuan Samaria dikatakan, “Kalau kamu minum air ini, kamu haus lagi. Tapi, kalau kamu minum air yang Kuberikan, daripadamu akan memancar air kehidupan.” Karena Tuhan memberikan air kehidupan yang akan memancar dalam diri orang itu. Kita tidak akan pernah cukup tanpa Tuhan. Kita harus berani memercayai bahwa dengan Tuhan itu, cukup. Jangan ragukan, sebab segala kuasa di tangan Tuhan. Tuhan pasti akan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang dikasihi-Nya. Hanya orang-orang yang bisa berkata, “Engkau, cukup bagiku, Tuhan” baru bisa menjadi kekasih Tuhan. 

    Kita harus sungguh-sungguh merasakan bahwa hanya Tuhan yang menjadi kebutuhan kita, seperti rusa merindukan sungai yang berair. Kehidupan seekor rusa tidak bisa hidup tanpa air. Tuhan harus menjadi kehidupan kita. Sehingga kita bisa berkata, seperti pemazmur, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Pertanyaan yang kita harus bangkitkan dalam diri kita: “Bagaimana bisa menjadi manusia seperti ini?” Pernahkah kita memperkatakan atau mempersoalkannya? Sebab kalau kita membaca di dalam Mazmur 73, orang-orang yang tidak takut akan Allah, hidupnya nyaman; seperti keberkatan, sehat dan gemuk, senang selamanya. Senang selamanya tentu bukan selama-lamanya, melainkan selama waktu di bumi. 

    Rupanya, ini adalah kehidupan yang ideal menurut mata manusia; kaya, sehat, gemuk, banyak pengaruh, orang banyak mengikuti dia. Tentu hidup seperti inilah yang dicari rata-rata semua kita dulu; jangan-jangan sekarang masih. Jadi, mari kita buang semua konsep idealnya hidup yang kita bangun sejak kita kanak-kanak. Harus jujur kita akui, memang ada manusia seperti ini, walaupun hanya 1% atau 0,5%. Tetapi, yang dalam sekejap bisa dijatuhkan hingga hancur dan binasa, sungguh mengerikan. Namun di satu sisi, Tuhan bisa memojokkan, menyudutkan kita pada satu situasi di mana kita bisa mengatakan, “Hanya Engkau yang kuingini.” Jadi bersyukur kalau kita dibawa kepada keadaan-keadaan sulit ternyata keadaan itu membawa kita ke dalam kemuliaan. 

    Bukankah faktanya kita telah teracuni oleh dunia? Pasti di antara kita ada yang merasa hidupnya sedang invalid; artinya cacat, tidak utuh, ada kekurangan, ada ketidaklengkapan. Entah, karena belum menikah atau menikah belum punya anak atau mungkin sedang menganggur atau usaha sedang berat, masalah utang piutang, masalah sakit penyakit dan lainnya. Kiranya melalui renungan hari ini, pikiran kita terbuka. Hidup yang ideal adalah jika kita berjalan dengan Tuhan. Maka, kita harus mengalami berjalan dengan Tuhan. Kita harus merasakan dalam genggaman Tuhan. Kita harus merasakan dalam persekutuan dengan Tuhan. 

    Doa yang benar itu 24 jam setiap hari.

    Belum Gagal

    Belum Gagal

    Jangan merasa tidak berharga karena kita gagal studi, gagal berumah tangga, atau apa pun. Jangan meremehkan Tuhan dengan rencana besar-Nya atas diri kita ini. Sebaliknya, jangan kita merasa berharga karena cantik, ganteng, sesuai dengan keinginan, hasrat, dan cita-cita orang tua. Ingat, orang tua kita tidak pernah bisa melahirkan kita kalau Tuhan tidak menghendaki kita lahir. Jangan merasa tidak bernilai karena kita miskin, atau dipandang rendah, tidak dihargai oleh orang yang paling kita cintai. Mari kita datang kepada Tuhan dan bertanya, “What is the reason I live? Mengapa Engkau ciptakan aku?” 

    Jangan merasa sudah mencapai tujuan, atau merasa hidup kita bernilai karena kita memiliki banyak nilai lebih di mata manusia. We are nothing without God! We are nothing without The Creator! We are nothing without Him! Mari kita datang dan berkata, “Tuhan, apa yang kau rencanakan dalam hidupku?” Mungkin kita seperti bejana yang hancur, tidak ada masa depan, tidak ada harapan, namun jangan mengecilkan tangan Tuhan yang kuat. Setiap kita berharga. Kita belum gagal. Kita gagal kalau kita terpisah dari Allah selama-lamanya. 

    Selama kita masih bisa rekonsiliasi dengan Allah, berdamai dengan Allah, berarti kita masih belum gagal. Dunia kita mungkin gagal—studi, karier, keluarga, dan lain sebagainya—tapi selama masih ada Tuhan yang masih mau menggenggam tangan kita, kita belum gagal. Dan jangan kita berpikir Tuhan seperti manusia. Selama kita masih mau datang kepada-Nya dan berkata, “Beri aku kesempatan, Tuhan,” maka Tuhan tidak pernah tidak memberi kesempatan, sebab Tuhan tahu kita tidak dapat hidup tanpa Dia dan kita diadakan oleh Dia, bukan mau kita sendiri. 

    Selama kita masih mau berurusan dengan Tuhan, berarti nurani kita masih hidup. Jangan terintimidasi dengan kuasa jahat dalam pikiran seakan-akan Tuhan itu pendendam terus. Ia memang akan membalas orang sesuai perbuatannya, tapi kalau orang mau membereskan keadaan dirinya dengan Dia, Dia Maha Murah. Jangan mencurigai Tuhan. Dia bukan hanya baik; Dia sangat baik. Hari ini kita harus bangkit kembali. Setiap kita yang terpuruk, jangan merasa terpuruk dan gagal. Tapi siapa pun kita yang berhasil di mata manusia, jangan merasa berhasil; kita bukan siapa-siapa tanpa Tuhan. Jangan sombong, atau kita akan menjadi sampah abadi. 

    Sebaliknya, kita yang menjadi sampah di mata manusia, Tuhan bisa mendaur ulang hidup kita. Seperti tanah liat yang tidak berbentuk atau seperti bejana yang sudah hancur, di tangan Tuhan bisa dibentuk menjadi bejana baru. Bukan omong kosong. Maka, kita harus belajar mengalami Tuhan. Jangan Tuhan hanya menjadi fantasi teologi di pikiran, tetapi kita harus mengalami Tuhan. Bukan tidak mungkin Tuhan membiarkan kita dalam keadaan yang porak-poranda, carut-marut, hancur, supaya kita tidak sombong, supaya kita datang kepada Tuhan. Hari ini kiranya menjadi hari pemulihan. Sadarilah bahwa kita berharga di mata Tuhan, jangan meragukan Dia. 

    Temuilah Tuhan, jangan cari-cari pendeta untuk mendoakan kita. Pemulihan bisa kita alami ketika kita datang kepada Tuhan. Tetaplah bertahan, kemenangan akan diberikan pada waktunya. Jangan sombong. Rendahkan diri kita di hadapan Tuhan. Ini urusan kita dengan Tuhan, bukan dengan siapa-siapa. Jangan kita dilahirkan orisinal, tapi mati dalam keadaan imitasi. Dunia membuat kita tidak asli karena kita keluar dari rencana Allah, membentuk kita menjadi anak dunia, bukan mempelai Kristus. Mari kita kembali kepada Dia yang mengadakan kita. Di sana kita akan menemukan hidup. Dan hanya Tuhan yang bisa membuat kita orisinal, mengembalikan ke rancangan Allah semula. 

    Orisinalitas kita letaknya pada apakah kita berjalan dengan Tuhan dan menuruti rencana-Nya atau tidak. Ketika kita meninggal dunia, orang menangis, semua menangis, tetapi mereka tidak melihat kita tersenyum sukacita, disambut malaikat kudus, dan dibawa ke Rumah Bapa. Tapi jangan sampai orang menangis, dan kita juga meratap karena tidak ada yang menjemput...

    Sengaja Diadakan

    Sengaja Diadakan

    Mungkin dianggap hal yang sederhana, tetapi sebenarnya ini sangat prinsip, sangat fundamental, sangat dasariah bahwa kita ada karena memang sengaja diadakan. Pernahkah kita merenungkan bahwa di jagat raya ini, sejak manusia pertama sampai nanti manusia terakhir dilahirkan, tidak ada yang sama persis? Kemungkinan seseorang memiliki DNA yang sama itu benar-benar mustahil. Dan itu merupakan keajaiban dari Tuhan semesta alam. Tidak ada yang sama persis, sekalipun itu dua anak kembar lahir dari rahim yang sama. Maka, betapa istimewa setiap individu itu. Setiap kita diadakan oleh Tuhan bukan suatu kecelakaan, melainkan didesain. Dan ada maksud ilahi atas setiap individu.

    Kalau Alkitab menulis, “Rambut kepalamu pun terhitung,” sebenarnya kalimat itu merupakan sebuah idiom yang artinya setiap helai rambut kita ditandai. Itulah sebabnya Yesus berkata, “Burung pipit dua ekor seduit dilindungi Tuhan.” Seduit adalah mata uang paling kecil. Murah, tapi tidak dibiarkan jatuh ke tanah di luar kehendak Bapa. Ibarat tidak ada satu lembar pun daun yang jatuh di luar kontrol Allah, apalagi manusia. Hanya, banyak manusia yang tidak menyadari betapa berharga dirinya itu. Apalagi kalau melewati pengalaman-pengalaman yang memberi goresan negatif, goresan melukai, sehingga merusak gambar diri seseorang. Misalnya dari kecil diperlakukan tidak adil; orang tua lebih memperhatikan saudaranya daripada dirinya. Dari kecil selalu di-bully, entah karena kekurangan ini, kekurangan itu di dalam dirinya. Entah karena fisik atau unsur psikologis, unsur psikisnya, sehingga rusak gambar dirinya. 

    Kita melihat di sini suasana dunia kita yang gelap, yang berusaha membuat manusia tidak mengenal dirinya secara proporsional, padahal betapa berharganya manusia ini. Sehebat apa pun teknologi, tidak akan bisa menciptakan manusia dengan metabolisme tubuh seperti ini. Ini mukjizat; miracle. Tidak ada manusia mampu menciptakan ini, bahkan tidak ada makhluk mana pun bisa menciptakan manusia seperti ini, kecuali Tuhan. Belum lagi unsur-unsur batiniah seseorang, kecerdasan, reaksi-reaksi perasaan. Luar biasa. Jadi, hari ini mari kita berpikir positif bahwa kita sungguh-sungguh dikehendaki oleh Tuhan untuk ada.

    Ada anak-anak yang merasa tertolak karena sejak kandungan hendak digugurkan oleh orang tua, lalu cacat. Atau waktu lahir, orang tua tidak menerima, karena orang tua mengharapkan anaknya laki-laki, ternyata perempuan. Banyak kausalitas yang membuat seseorang tidak menghargai dirinya, itu merusak. Dan orang bisa berkeadaan seperti itu tanpa dia sadari. Tentu dampaknya nanti, kalau wanita, mudah jatuh ke pelukan pria, misalnya. Kalau pria, mau dianggap jagoan, menjadi tukang pukul, tukang berkelahi. Yang lain, berusaha sukses dalam studi, punya gelar supaya berharga. Yang lain lagi, berusaha punya harta banyak supaya punya nilai diri, dan lain sebagainya. Manusia dengan kebodohan ini memisahkan diri dari Allah, atau dia juga mengeliminir, memisahkan Allah dari dirinya. Padahal tidak ada keadaan yang lebih mengerikan dari seorang yang terpisah dari Allah. 

    Akhirnya orang mencari-cari nilai diri, jati diri dengan segala hal. Padahal mestinya, untuk menemukan nilai diri adalah ketika kita berjumpa dengan Sang Khalik yang menghendaki kita ada. Berjumpa dengan Tuhan yang memang menghendaki kita ada, yang merancang diri kita dengan DNA yang khusus. Allah yang menghendaki. Maka, kita harus bertemu dengan Tuhan dan memperkarakan maksud Tuhan menciptakan diri kita, yang itu tidak akan bisa dijawab dengan ilmu teologi, bacaan, tuntunan apa pun. Tetapi setiap individu harus bertemu dengan Tuhan secara pribadi. Agama tidak akan bisa menjawab, apalagi agama yang atributnya melakukan hukum, seremonial, dan dominasi tokoh. Kekristenan bukanlah agama; Christianity is not religion, but the way of life; tapi jalan hidup. Yang atributnya bukan hukum, tapi pikiran, perasaan Allah. Kita bisa menjadi manusia santun, manusia yang baik, yang arif di mata manusia,

Customer Reviews

4.7 out of 5
6 Ratings

6 Ratings

Top Podcasts In Religion & Spirituality

Timothy Keller Sermons Podcast by Gospel in Life
Tim Keller
BibleProject
BibleProject Podcast
Tara Brach
Tara Brach
Undeceptions with John Dickson
Undeceptions Ltd
John Mark Comer Teachings
Practicing the Way
The Bible in a Year (with Fr. Mike Schmitz)
Ascension